Kamis, 08 Oktober 2020

Terancamnya Lingkungan dan Sumber Daya Alam Indonesia

Koran Tempo, 8 Oktober 2020

Selain mencakup klaster ketenagakerjaan, UU Cipta kerja juga mencakup klaster perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2009. Terdapat beberapa permasalahan yang terdapat dalam UU Cipta kerja, yaitu: pelanggaran terhadap asas-asas dalam pembentuka peraturan perundang-undangan, ketidakjelasan dalam naskah akademik, dan kebutuhan atas perubahan undang-undang tersebut. Berikut beberapa permasalahan yang terdapat dalam Undang-undang tersebut:

1. Penyusunannya melanggar ketentuan UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Terdapat dua asas yang dilanggar dalam UU No.12 Tahun 2011, yaitu asas keterbukaan dan asas dapat dilaksanakan.

- Asas Keterbukaan

Asas ini mewajibkan proses perencanaan hingga pengundangan suatu perundang-undangan perlu bersifat transparan dan terbuka yang seluas-luasnya supaya masyarakat dapat terlibat dan memberikan masukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Namun yang terjadi RUU Cipta Kerja dan naskah akademiknya baru dapat diakses masyarakat setelah Surat Presiden diserahkan kepada DPR. Dalam tahap ini, penyusunan sebenarnya sudah selesai dan masuk ke tahap pembahasan. Lalu, masyarakat juga tidak memiliki akses untuk menyampaikan aspirasi secara lisan ataupun tertulis dalam proses penyusunannya.

- Asas Dapat Dilaksanakan

Asas ini menyatakan setiap peraturan perundang-undangan arus memperhitungkan efektivitasnya di dalam masyarakat secara filosofis, sosiologis, dan yurudis.

Namun yang terjadi RUU Cipta Kerja ini memandatkan hal-hal yang mendasar yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang menjadi diatur dalam Peraturan Pemerintah. Alasannya adalah karena untuk fleksibilitas. Konsekuensinya adalah UU Cipta Kerja ini memandatkan untuk membentuk 454 Peraturan itu yang harus dicapai dalam waktu 3 bulansetelah UU ini disahkan. Hal tersebut sangat tidak realistis, dikhawatirkan UU Ciptaker ini tidak dapat segera dioperasionalkan dengan baik sebelum peraturan yang dimandatkan selesai dibuat.

2. Naskah akademik tidak menjelaskan urgensi mengapa peraturan tersebut harus diubah

Seharusnya naskah akademik suatu UU perlu menjawab 4 pertanyaan dasar mengapa perubahan ini diperlukan, yaitu:

1. Permasalahan apa yang dihadapi, serta bagaimana ermasalah tersebut dapat diatasi
2. Mengapa perlu rancangan undang-undang yang berarti membenarkan pelibatan negara dalam penyelesaian masalah tersebut
3. Apa yang menjadi pertimbangan pembentukan rancangan undang-undang (secara filosofis, sosiologis, dan yuridis)
4. Apa sasaran yang diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan

Namun yang terjadi, setiap revisi dalam RUU Ciptaker, tidak membahasnya secara komprehensif yang menjelaskan kenapa peraturan ini harus dirubah. Salah satu contoh adalah mengubah lingkup masyarakat yang berpartisipasi dalam penyusunan Amdal yang tadinya terdiri atas 3 komponen, menjadi hanya 1 komponen saja, yaitu masyarkat yang terdampak langsung. Dalam revisi tersebut tidak dijelaskan secara komprehensif di dalam naskah akademik mengapa harus dirubah

3. UU Ciptaker tidak menjawab permasalahan dan tidak menyelesaikan PR tentang lingkungan hidup

UU Ciptaker mengabaikan masalah penegakan hukum dan korupsi yang terjadi di Indonesia. UU ini hanya menyorot sistem perizinan dan regulasi gemuk yang menyebabkan sulitnya melakukan kegiatan bisnis di Indonesia. Tapi tidak menyoroti tentang enforcing contract dalam easy of doing business (EODB) dan kasus korupsi dalam Global Competetiveness Index (GCI). 

Hasil berbagai penelitian juga membuktikan bahwa tata kelola pemerintahan yang baik akan mempengaruhi nilai investasi asing dan pertumbuhan ekonomi. Dua hal yang hendak dicapai UU Cipta Kerja.

Sejak tahun 2001 hingga 2015 Indonesia telah dirugikan akibat korupsi sebesar Rp203,9 triliun, angka yang fantastis. UU Ciptaker berpotensi menciptakan sesat pikir dengan narasi penciptaan lapangan pekerjaan, padahal memberikan kesempatan kegiatan usaha yang ekstraktif.

Sejak tahun 2014, penanaman modal asing Indonesia terbilang stabil walaupun melambat di tahun 2018. Bahkan masuk ke dalam Top 20 Host Economies (negara tujuan investasi) pada tahun 2017. Walaupun tingkat investasi selalu meningkat, nyatanya penyerapan tenaga kerja dari penanaman modal asing cenderung stagnan bahkan menurun.

UU Cipta Kerja memudahkan kegiatan usaha yang ekstraktif, seperti perkebunan, kehutanan, dan pertambangan. Namun kewajiban pelaku usaha atas lingkungan dilonggarkan dan peran masyarakat dalam penyusunan Amdal hanya bagi masyarakat terdampak.

Saat ini Indonesia berada ditengah krisis lingkungan hidup. Kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia pada tahun 2019 adalah yang terparah sejak 2015, lahan yang terbakar mencapai 1.649.258 hektar. Selain kebakaran hutan, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup akibat pertambangan terus terjadi. Hingga Februari 2020 telah terdapat 37 korban meninggal akibat lubang bekas galian tambang di Kalimantan Timur.

Mirisnya, UU Cipta Kerja memberikan stimulus royalti 0% bagi pengusaha batu bara, dengan alasan demi melakukan peningkatan nilai tambah.

Tulisan ini bersumber dari Kertas Kebijakan yang diterbitkan oleh Indonesian Center for Environtmental Law (ICEL) yang berjudul Berbagai Problematika dalam UU Cipta Kerja Sektor Lingkungan dan Sumber Daya Alam.

Apabila ingin mengetahui lebih lanjut terkait dampak UU Cipta Kerja terhadap sektor lingkungan dan sumber daya alam serta analisis mendalam pasal demi pasal. Teman-teman dapat mendownloadnya di link di bawah ini:

Berbagai Problematika dalam UU Cipta Kerja Sektor Lingkungan dan Sumber Daya Alam

Rabu, 07 Oktober 2020

Omnibus Law Kacau Balau


Minggu, 20 Oktober 2019, Jokowi dilantik untuk kedua kalinya sebagai Presiden RI. Dalam pidatonya tersebut, blio menyinggung konsep hukum perundang-undangan yang digadang-gadang menjadi omnibus law. Tujuannya adalah untuk menyederhanakan regulasi yang ada sehingga lebih tepat sasaran.

Pada sekitaran Januari 2020, Pemerintah mengajukan dua omnibus law, yaitu Cipta Kerja dan Perpajakan. yang masing-masing terdapat 11 klaster dan enam klaster. Februari 2020, Pemerintah menyerahkan naskah akademis dan draft RUU kepada DPR untuk dibahas. Jokowi memberi target pada DPR untuk menyelesaikannya dalam waktu 100 hari. Bahkan blio berjanji akan memberikan dua jempolnya apabila DPR mampu menyanggupi targetnya. Bukan sembarang jempol tuh. Dikebutnya pembahasan RUU ini bukan tanpa alasan. Katanya, demi iklim investasi yang lebih baik di Indonesia. 

Sedari awal RUU ini telah mendapatkan penolakan keras dari golongan buruh ataupun pekerja. Walaupun begitu, DPR tetap meloloskan Draf RUU Pemerintah ke Badan Legislasi pada April 2020. Atas hal tersebut, serangkaian aksi oleh serikat buruh pun terjadi dimana-mana bahkan hingga menghiasi Trending Topic di sosial media.

Pada bulan Agustus 2020 ketika para buruh masih menggaungkan penolakan terhadap RUU ini, terdapat isu bahwa Pemerintah menggunakan selebritis di dunia maya. Sebab, beberapa seleb mempostingkan dukungannya terhadap RUU ini. Namun Pemerintah menampik isu tersebut.

Ditengah penolakan yang begitu keras, seakan-akan RUU ini berjalan begitu saja. Rapat pembahasannya pun seperti bermain petak umpet dengan masyarakat. Jadi teringat kata Gus Dur, kalau Senayan itu seperti taman kanak-kanak. 

Senin, 28 September 2020, RUU Cipta Kerja telah memasuki tahap final. Memang terdapat dua klaster yang dihapus, namun klaster yang paling kontroversial yaitu ketenagakerjaan tetap dipertahankan. Suparman Andi Agtas selaku Ketua Baleg DPR mengatakan blio sudah berusaha untuk menjembatani antara kepentingan pekerja dan pelaku usaha. Tetapi dinamika dan ketegangan yang terjadi begitu luar biasa. Kalau belum ketemu titik temu antara dua pihak, ya tapi kok tetep dilanjut.

RUU ini dilanjutkan hingga ke pembahasan tingkat I pada Sabtu, 3 Oktober 2020 dan disepakati untuk dibahas dalam Rapat Paripurna untuk disahkan. Rencananya Rapat Paripurna akan digelar pada Kamis, 8 Oktober 2020. Namun Rapat Paripurna itu dipercepat menjadi Senin, 5 Oktober 2020. Achmad Baidowi selaku Wakil Ketua Baleg DPR RI mengatakan alasannya masa sidang I tahun sidang I 2020-2021 dipercepat karena bertambahnya laju Covid-19 di lingkungan DPR. 

Disaat massa buruh masih tertahan di perbatasan Ibu Kota untuk menyampaikan suara, seakan-akan DPR abai dan berusaha secepat kilat mengesahkan RUU Ciptaker pada 5 Oktober 2020. Jika memang laju Covid-19 sedang meningkat, apa tidak lebih bijak untuk menunda terlebih dahulu daripada harus secara terburu-buru mengesahkannya. Apalagi pengesahan itu mendapat penolakan dari masyarakat yang mengundang unjuk rasa dan terjadinya kerumunan. Padahal kesehatan masyarakat tak bisa diwakilkan oleh kesehatan dewan, suara yang harusnya terwakilkan saja nyatanya juga tidak terwakilkan.

RUU Ciptaker ini telah disahkan dalam Rapat Paripurna, namun masih ada kesempatan bagi masyarakat untuk menjegalnya. Guru Besar FH UGM, Zaenal Arifin Mochtar mengatakan proses penyusunan RUU Ciptaker ini cacat formil, dikarenakan tidak melibatkan partisipasi publik secara maksimal. Apalagi draf akhir dari RUU tidak dibagikan kepada anggota DPR usai dibahas di Rapat Paripurna, rapat itu seperti cek kosong.

Blio menyerukan kepada masyarakat untuk melakukan pembangkangan sipil dan memberikan desakan kepada Presiden untuk tidak menandatangi RUU tersebut. Walaupun tidak berefek apa-apa karena setelah 30 hari akan tetap menjadi UU, setidaknya akan menjadi catatan penting saat proses pengesahan karena pernyataan politik Presiden itu.

Selain pembangkangan sipil, blio juga memberi opsi lain untuk menjegal RUU ini, yaitu dengan melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi apabila RUU Ciptaker telah disahkan menjadi Undang-undang.

Omong-omong selama penyusunan RUU Ciptaker, DPR jadi rajin bukan kepalang. Pembahasan dilakukan siang-malam bahkan akhir pekan. Memang hebat para tuan dan puan dewan.

Seperti yang sudah-sudah, UU KPK yang digadang-gadang menguatkan KPK, nyatanya sampai hari ini lembaga anti rasuah itu kehilangan tajinya. Padahal menurut laporan World Economic Forum 2017 dari 16 faktor yang menghambat kegiatan bisnis di Indonesia, faktor yang paling atas adalah karena korupsi yang sudah mengakar di Indonesia. Sedangkan regulasi ketenagakerjaan berada di urutan ke 13. 

Akhirnya, semua ini dilakukan atas nama investasi dan pertumbuhan ekonomi. Angka-angka pertumbuhan itu dijadikan indikator kesejahteraan rakyat. Suara arus bawah dikesampingkan, suara pemilik modal di atas kuasa. Pemilik modal girang, pekerja tak tenang. 

#MosiTidakPercaya
#TolakOmnibusLaw

Selasa, 29 September 2020

Pilkada Kok Lanjut?

Harian Kompas, Minggu 27 September 2020
Beberapa hari kebelakang, suasana pagi di rumahku sejuk sekali. Tanda musim hujan akan segera tiba, “winter is coming..”. Makin nikmat rasanya kalau udara sejuk seperti ini ditambah dengan sarapan nasi uduk dan ditemani segelas kopi, kepul-kepul asap tembakau ikut menyibuki. wussshhh~ Hidangan keramat.

Saat menikmati hidangan keramat ini ditemani layar televisi. Acara pagi seperti biasa menampilkan beberapa pilihan, ada kartun, ceramah agama, dan warta berita. Ohiya lupa ketinggalan, lagu Indonesia Raya akan selalu ada untuk mengawali pagi anda. Tenang sinetron azab ataupun cinta-cintaan belum ada jam segini.

Pagi itu, saya tertarik untuk menyaksikan warta berita. Beritanya menakutkan, beberapa hari terakhir angka penambahan kasus positif korona sering pecah rekor. Ini membanggakan sekali. Secara pejabat-pejabat kita kan sukanya yang positif terus, termasuk terhadap perekonomian.

Bencana alam juga menghiasi warta berita. Sukabumi banjir bandang, pabrik air mineral aja sampe kena, alam emang gak memihak siapapun ya gaes. Dan lagi Kalian tau Kalimantan? Pulau yang hutannya lebat itu, banjir loh.. hmm kok bisa ya? Sepertinya masyarakat sana yang banyak berkhayal selama ini. Wong disana yang banyak perusahaan tambang sama kelapa sawit kok, bukan hutan.

Bencana kesehatan sudah, bencana alam sudah, presenter kembali lagi mengabarkan kontroversi Pilkada 2020. Presiden kita, Pak Jokowi melalui juru bicaranya Pak Fadjroel Rachman, blio mengatakan bahwa Pilkada 2020 akan tetap dilaksanakan walaupun pandemi korona belumlah usai. Alasannya demi menjaga hak konstitusi, hak dipilih dan memilih. Katanya lagi, Pemerintah nggak bisa memastikan kapan pandemi ini berakhir. Netizen pun bercuap “Siapa suruh dari awal anggep remeh korona?!”. Netizen yang budiman sini saya kasih tau, Pemerintah bukan anggep remeh, tapi berprasangka baik.

Lalu apabila Pilkada ditunda sementara, akan mengakibatkan kegaduhan di tengah masyarakat. Karena ketika masa jabatan Kepala Daerah habis, maka harus dilanjutkan oleh Pelaksana Tugas (Plt.) yang di dalam Undang-undang memiliki kewenangan yang terbatas. Eh tapi sekarang emang masyarakat nggak gaduh ya? Udah takut korona, takut perut kosong juga. Beda pendapat bisa saling tikam deh.

Blio juga menjadikan beberapa negara sebagai contoh yang berhasil menjalankan pemilu di tengah Pandemi, kita sebut saja Singapura, Jerman, Perancis, dan Korea Selatan. Netizen dengan segala kebebasannya pun kembali bercuap “Ya disana koronanya emang belom selesai, tapi terkendali mang odading!”. Emangnya di Indonesia koronanya nggak terkendali? Pemerintah kan optimistis, gimanasih kalian? Jangan dibiasain pesimis dong, nggak baik buat pikiran dan kesehatan tau.

Dua organisasi besar Islam dan organisasi masyarakat lainnya pun ikut ambil sikap menyatakan lebih baik Pilkada ditunda terlebih dahulu. Ditakutkan apabila Pilkada tetap dilaksanakan, akan menimbulkan klaster-klaster baru korona. Entah itu dari berkumpulnya massa saat kampanye atau saat hari pemungutan suara berlangsung.

Pemerintah menegaskan bahwa semua Kementrian dan Lembaga terkait tengah mempersiapkan upaya untuk mengatur Pilkada agar tetap menjalankan protokol kesehatan yang ketat serta penegakan hukum yang tegas tanpa memandang zona wilayah. Nahkan Pemerintah tuh serius loh, kita liat aja beberapa bulan kebelakang, protokol kesehatan dan penegakan hukum berjalan dengan baik bukan(?)

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) selaku pengawal penyelenggaraan pemilu memaparkan bahwa terdapat 300 calon peserta Pilkada yang melanggar protokol kesehatan saat mendaftar ke KPU di daerahnya masing-masing pada tanggal 4-6 September. Bahkan sampai ada yang bawa massa, salah satunya putra Pak presiden yang membawa arak-arakan pendukung ke KPUD Kota Solo. Hmm…

Saya yakin kok mereka ini bukan abai ataupun sengaja melanggar protokol kesehatan, mereka nggak salah tapi hanya keliru saja. Apalagi kita tau, ini para calon Kepala Daerah loh, bukan sembarang kaleng, pastinya mereka punya akal. Jangan diremehin deh gaes kualitasnya, inget prasangka baik! Bisa jadi ini adalah bentuk antusiasme warga karena mereka adalah calon kepala daerahnya. Berani kalian nyalahin warga? Apalagi kalo ibu-ibu, siap-siap pasang kuping kuat ya.

Sempat juga terjadi kisruh apabila Pilkada tetap lanjut yaitu, dibolehkannya kampanye pasangan calon untuk mengadakan konser musik. Walaupun, KPU sebagai penyelenggara akan memastikan protokol kesehatan akan tetap dilaksanakan dengan merevisi Peraturan KPU (PKPU) dan konser musik dilaksanakan secara daring.

Sebagai masyarakat biasa, Bingung nggak sih? Apa Pilkada tetap harus dilaksanakan Desember 2020 nanti atau ditunda dulu. Kalau bilang ditunda dulu, tapikan kata Pak Fajroel Pilkada ini dapat jadi momentum baru buat masyarakat menemukan inovasi baru untuk memutus rantai penyebaran korona. Penelitian? Kelamaan ah, nemuin vaksin kan nggak gampang gaes. So, Pilkada adalah solusi.

Kalau tetap dilaksanakan, tapi takut deh akan jadi bom waktu. Akan ada klaster-klaster baru korona nantinya di tengah-tengah masyarakat. Ahli Epidemi aja mengkhawatirkan ini, apalagi saya sebagai orang awam yang nggak tau apa-apa.

Kasian ya Pemerintah, setelah dibuatnya dilemma antara kesehatan atau ekonomi yang harus diprioritaskan. Sekarang harus ditambah lagi dengan kesehatan atau konstitusi. Saya sih nggak sanggup mikirinnya, berat, biar Pemerintah aja. Kasian juga kesehatan harus versus lawan ekonomi dan konstitusi. Walaupun ketiganya memang penting.

Lalu saya bertanya-tanya, Pilkada ini demi kepentingan siapa sih? Rakyat atau Partai? Ah lupa….prasangka baik. Kalo kata pepatah kuno, “Suara rakyat, suara Tuhan”. Jadi mana mungkin partai punya kepentingan.

Sabtu, 19 September 2020

,

Usaha Dunia Menggoyahkan Angka Digdaya

Saat kita menjelaskan kepada Pemerintah lokal bahwa ada suatu kedai yang menjual bir beracun. Maka Pemerintah lokal akan menjawab "Ya, tapi sebelum kita menghancurkan kedai itu, coba kalian jelaskan secara spesifik apa yang harus dipakai sebagai gantinya" - Herman Daly

Walaupun sudah dipaparkan mengenai kekurangan PDB oleh banyak ahli terutama ekonom ekologi, namun tetap saja masih belum bisa menyadarkan para politisi dan ekonom untuk berhenti menggunakan indikator ini. Herman Daly mengatakan "Tak ada bir yang lebih sedap ketimbang bir beracun". Seakan-akan para politisi dan ekonom saat ini sedang dimabuk angka-angka pertumbuhan ekonomi dengan indikator PDB walaupun mereka tahu bahwa angka-angka ini memiliki banyak kekurangan.

Sejak 1970-an sudah banyak ekonom progresif, LSM, wadah pemikiran dan masyarakat sipil yang berusaha untuk menggulingkan PDB dan menggantinya dengan angka yang lebih baik dengan menambahkan ukuran-ukuran kesejahteraan ekonomi dan kemajuan yang nyata. Hal tersebut menjadi lumrah bagi lembaga-lembaga resmi terutama PBB dan Bank Dunia.

Upaya untuk menghasilkan indikator alternatif ini akhirnya berkembang menjadi debat publik internasional tentang skala dan arti kerusakan lingkungan serta kebijakan-kebijakan yang diperlukan untuk menanganinya. Pada tahun 1972 Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia (Konferensi Stockholm) menjadi awal perjuangan politik lingkungan hidup sampai saat ini. Walaupun tekanan dari gerakan lingkungan hidup semakin menguat, namun lobi-lobi industri kepada Pemerintah Amerika Serikat tetaplah menjadi batu sandungan. 

Perjuangan tersebut akhirnya melahirkan Protokol Kyoto pada 2005 yang saat ini menjadi satu-satunya kesepakatan global mengenai perubahan iklim. Walaupun Pemerintah Amerika Serikat tak pernah secara resmi menandatangani kesepakatan ini.  Beberapa negara pun akhirnya mengundurkan diri dari kesepakatan Kyoto ini, yaitu Brazil, China, India, Afrika Selatan, dan Kanada yang menandai bahwa semakin gelapnya kesepakatan ini dapat terlaksana.

Usaha pertama kali untuk merevisi PDB dilakukan oleh William Nordhaus dan James Tobin pada 1971. Mereka mengembangkan indeks yang disebut Measure of Economic Welfare (MEW). Selanjutnya sepanjang 1970an sampai 1980 ekonom Robert Eisner berusaha untuk perlunya perombakan neraca nasional AS. Penemuannya yang paling terkenal adalah Total Incomes System of Accounts (TISA) yang memperluas dan merevisi ukuran pendapatan nasional secara resmi.  Selanjutnya Herman Daly dan teolog John Cobb untuk pertama kalinya berusaha mengintegrasikan data ekonomi makro, sosial, dan ekonomi pada 1980an yang dinamakan Index of Sustainable Economic Welfare (ISEW).

Selain peneliti dan beberapa wadah pemikiran yang berusaha untuk menggantikan atau memperbaiki PDB. Negara dan lembaga-lembaga negara juga berusaha untuk melakukan revisi maupun mengubahnya. Kerajaan Bhutan mengenalkan "Kebahagiaan Nasional Bruto" pada 1972. Jigme Singye Wangchuck menyatakan bahwa negaranya akan melepaskan diri dari kebijakan ekonomi yang disetir oleh PDB untuk mengadopsi pendekatan yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Buddha.  University of Leicester pada 2006 dalam penelitiannya menemukan bahwa rakyat Bhutan termasuk orang-orang yang paling bahagia walaupun dengan angka PDB yang kecil. Kerajaan Bhutan menempati posisi kedelapan setelah negara-negara dengan angka PDB yang besar.

Bank Dunia juga berusaha memperkenalkan ukuran baru yaitu kesejahteraan sosial. Salah satu indikator yang diperkenalkan adalah simpanan bersih disesuaikan (adjusted net saving) atau genuine saving. Lalu salah satu lembaga di bawah PBB yaitu United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990 memperkenalkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) untuk menolak hegemoni PDB. Presiden Prancis, Nicolas Sarkozy pada 2009 memerintahkan untuk membentuk komisi untuk mengetahui indikator alternatif untuk membuat kebijakan selain menggunakan PDB. Komisi ini mengingatkan agar tidak memadukan semua pengukuran ini ke dalam satu angka tunggal (PDB). Komisi ini mengajukan konsep dasbor. Dimana PDB adalah satu angka tunggal yang menjelaskan kita sudah seberapa cepat melaju. Namun pengemudi yang waras juga harus mengetahui sisah bahan bakar yang tersedia, seberapa jauh mobil masih sanggup berjalan dan sudah seberapa jauh jarak yang ditempuh.

Walaupun begitu, ada beberapa negara yang menolak untuk menerima usulan ukuran alternatif ini. Salah satunya adalah Amerika Serikat. Menurut OECD apabila produksi dan jasa rumah tangga dimasukan ke dalam estimasi resmi maka AS akan dilampaui oleh negara-negara Eropa. Hal tersebut akan mempengaruhi impian ekonomi AS (American Dream). Selanjutnya China, yang memperkenalkan PDB hijau pada 2002. Perhitungan tersebut melibatkan biaya kerusakan lingkungan akibat industri. Namun saat pertama klainya laporan perhitungan tersebut diterbitkan, banyak pemerintahan lokal terutama daerah industri yang menyumbang polusi udara yang tinggi menolak untuk memberikan datanya. Mereka takut hal itu menjadi boomerang yang akhirnya menjatuhkan derajat mereka sebagai pemimpin daerah tersebut.

Sejak 1953, telah dibuatkan pedoman penghitungan PDB untuk internasional yaitu United Nations System of National Accounts (UNSNA , kritikan dari para ekonom ekologi dan pakar lingkungan progresif terus berdatangan. Namun para pengkaji di PBB melakukan serangan balik dengan menolak kritikan tersebut karena para pakar lingkungan itu terlalu memaksakan "ukuran normatif".  Mereka berpendapat bahwa sumber daya alam itu tak pernah dibeli, maka penilaian apapun yang diajukan akan bersifat artifisial dan kontroversial. Maka lebih baik tidak dihitung sama sekali, daripada dihitung tapi melenceng. 

Pada KTT Rio+ 20 Juni 2012, lembaga-lembaga keuangan di dunia menandatangani "deklarasi modal alam" yang berusaha mengintegrasikan penghitungan lingkungan ke dalam operasi keuangan mereka. Namun Greenpeace organisasi lingkungan dunia menyatakan menyatakan kegiatan tersebut akan bersifat spekulatif dan tidak selamanya bijaksana.  Karena mengukur yang tidak dapat diukur akan menjadi absurd dan menghasilkan kesimpulan yang bias. 

Maka dari itu, sampai saat ini PDB masih menjadi salah satu indikator yang sehat walafiat yang digunakan oleh lembaga-lembaga pemerintahan untuk membuat kebijakan yang berkaitan dengan ekonomi. Memang benar, angka itu benar-benar digdaya!

Bersambung...

"Hambatan utama dalam melahirkan perubahan sejati adalah bahwa badan-badan statistik di seluruh dunia dijalankan oleh para ekonom dan ahli statistik, yang dimana mereka bukanlah orang-orang yang nyaman dengan manusia." - Alex Michalos

Sumber: Sejarah dan Realitas Politik di Balik Angka Pertumbuhan Ekonomi, oleh: Lorenzo Fioramonti

Rabu, 16 September 2020

Sindrom Frankenstein dalam Ilmu Ekonomi

"20 tahun terakhir, jam kerja warga Amerika Serikat meningkat setiap tahunnya (9 jam). Selama hampir 100 tahun jam kerja berkurang, penurunan ini tiba-tiba berhenti pada tahun 1940. Itulah dimulai era baru jam kerja" - Julie Schor

Penciptaan PDB telah menandai sebuah titik baru dalam evolusi pemikiran ekonomi dan hubungannya dengan perumusan kebijakan Pemerintah. Seakan-akan ilmu sosial lainnya dikangkangi oleh ilmu ekonomi, demi tercapainya kesejahteraan masyarakat yang didasarkan atas angka PDB.

Arthur Okun direktur Council of Economic Advisers (1968 - 1969) adalah salah satu pemuja angka PDB. Dia mencetuskan Hukum Okun yang berbunyi bahwa setiap kenaikan 3 persen PDB akan menghasilkan penyerapan tenaga kerja sebesar 1 persen. Namun sayangnya, hubungan antara PDB dan penyerapan tenaga kerja ini tak pernah dipertanyakan oleh para pembuat kebijakan ataupun ekonom. Dari 1960an sampai saat ini PDB begitu menguasai arena politik yang menjanjikan kebahagiaan bagi masyarakat.

Setelah periode euforia awal PDB, Kuznets sebagai pencipta angka tersebut mulai meragukan ciptaannya. Ia khawatir apabila bertambahnya belanjaan barang mewah berada di skala pendapatan nasional, maka akan menutupi jatuhnya daya beli di tingkat bawah, sehingga terciptalah yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan semakin miskin. Dilihat dari kasus seperti itu PDB seakan-akan seperti "pemutih statistik" mencuci ketimpangan yang terjadi. Hal tersebut dapat menciptakan bias bagi para pembuat kebijakan dalam membuat kebijakan ekonomi.. 

Pada 1962, ketika PDB disalahartikan demi tujuan-tujuan politik. Kuznets menyatakan pendapat bahwa kesejahteraan sebuah bangsa hampir tidak dapat disimpulkan dari sebuah ukuran produksi nasional. Menurutnya perhitungan produk neto lebih akurat dibandingkan dengan bruto. Namun dikarenakan efisiensi produk bruto maka PDB menjadi begitu populer yang dikeluarkan dalam tiap kuartal. Walaupun terjadi bias untuk mengukur produksi ekonomi suatu negara.

Sejak pertengahan 1900-an, berbagai kajian telah dilakukan yang menunjukan bahwa tidak adanya korelasi pertumbuhan PDB dengan kebahagiaan yang dirasakan oleh individu. Dalam makalahnya pada 1974, Richard A. Easterlin dari University of Southern California memaparkan bahwa kebahagiaan individu tidak ikut meningkat saat terjadinya pertumbuhan PDB. Malah Pertumbuhan PDB tidak meningkatkan masyarakat pada suatu titik rasa berkecukupan, sebaliknya pertumbuhan PDB meningkatkan keinginan individu pada taraf hidup yang lebih tinggi lagi yang menciptakan rasa tak merasa cukup.

Pada 1977, paradoks Easterlin diuji dengan data yang lebih baru dan kompherensif namun hasilnya sedikit lebih optimistis. Kebahagiaan yang dilaporkan di AS maupun Eropa hanya tumbuh sedikit saja dalam 20 tahun terakhir sedangkan pertumbuhan PDB menunjukan peningkatan yang luar biasa. Tingkat pertumbuhan bunuh diri masyarakat di negara-negara kaya bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara miskin. Simpelnya, pertumbuhan ekonomi hanya membeli secuil kecil saja kebahagiaan.

Perhitungan PDB umumnya mengabaikan sumber kemanfaatan atau ketidakmanfaatan yamg tidak terkait dengan transaksi pasar atau diukur oleh nilai pasar untuk barang dan jasa. Hal tersebut membuat Nordhaus dan Tubin mengatakan bahwa dihapuskannya waktu luang dan kegiatan produktif nonpasar dari pengukuran produksi memberi kesan bahwa para ekonom itu materialistis secara membabi buta.

Dengan contoh sebagai berikut, saat kita membangun taman yang indah di halaman rumah kita dan memiliki tetangga yang begitu mengjengkelkan. Maka kedua hal tersebut tidak menjadi salah satu faktor kebahagiaan individu yang dilihat oleh para pembuat kebijakan. Terkadang hal-hal yang berpengaruh negatif terhadap masyarakat malah berpengaruh positif terhadap PDB. Seperti misalnya ketika di suatu daerah yang lingkungannya sudah terkontaminasi akibat aktivitas tambang, namun bagi PDB itu adalah pertumbuhan ekonomi yang menandakan pertumbuhan ekonomi yang dianggap mampu meningkatkan kebahagiaan masyarakat di daerah tersebut.

Pada 1970an, ekonom Fred Hirsch secara panjang lebar mengatakan sebagai warisan moral yang menipis dari pertumbuhan PDB. Menurut Hirsch, PDB hanya dapat mempertahankan dirinya melalui penghancuran barang-barang non-pasar, yaitu dengan mengurangi pemakaian gratis dengan cara digantikan dengan pemakaian yang berbayar. Dalam The Great Transformation pakar ekonomi-politik Karl Polanyi menyajarkan proses eksploitasi manusia dan sumber daya alam yang mencirikan pembentukan "masyarakat pasar".

Kehidupan urban adalah kota yang dibangun untuk pekerja, jarang ditemui fasilitas gratis, banyak tempat-tempat menawarkan hiburan yang berbayar. Apalagi kesejahteraan individu masyarakat urban sangat bergantung pada apa yang orang lain lakukan sehingga menimbulkan dampak negatif bagi mereka untuk menguras sumber dayanya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, yang dinamakan pengeluaran defensif yaitu pengeluaran yang digunakan untuk mempertahankan dirinya dari degradasi sosial.. Ekonom Italia Antoci dan Bartolini menyebut ini sebagai "Sindrom Penyejuk Udara". Dimana masyarakat menggunakan penyejuk udara di dalam ruangannya, dari mesin penyejuk udara menghasilkan gas-gas yang merusak ozon bumi, sehingga membuat bumi lebih panas. Dengan begitu masyarakat luas akan berbondong-bondong untuk membeli penyejuk udara.

Lalu sebenarnya apa yang membuat hidup ini bernilai?

Walaupun begitu, tidak semua mereka yang berada di panggung politik mempercayai angka yang maha ajaib ini. Salah satu dari politikus itu adalah Robert F. Kennedy saudara dari JFK. Pada 1968 ia mencalonkan diri sebagai presiden dengan mengusung platform keadilan ekonomi. Dalam kampanyenya di University of Kansas, ia menyampaikan dalam pidatonya yang bersejarah, yaitu:

"Produk Nasional Bruto tidak menghitung kesehatan anak-anak kita, kualitas pendidikan mereka, atau suka rianya permainan mereka. Perhitungan itu tidak mengikutsertakan keindahan puisi kita atau kekuatan rumah tangga kita, kecerdasan kita dalam debat publik atau integritas pejabat kita. pengetahuan kita. Singkat kata, PDB menghitung semuanya, kecuali hal-hal yang membuat hidup kita bernilai."

Seperti Frankenstein dalam novel Mary Shelley, Kuznets mengakui bahaya dari apa yang telah dia ciptakan. Ia memperingatkan politisi maupun masyarakat mengenai potensi manipulasi dan kesalahpahaman seputar PDB dan pertumbuhan ekonomi.

Bersambung...

Sumber: Sejarah dan Realitas Politik di Balik Angka Pertumbuhan Ekonomi, oleh: Lorenzo Fioramonti

Kamis, 27 Agustus 2020

Sejarah Dunia Teh

Tea — The Origin Story. When one of us has an “accident in the… | by Anas  Baig | Medium

Teh, siapa yang tidak mengenal minuman satu ini. Dari masyarakat kelas ekonomi bawah hingga atas pastinya pernah meminum teh dalam hidupnya. Rasanya belum layak dijadikan manusia sejati apabila belum pernah meminum teh sekalipun dalam hidupnya. Namun, sejarah dari teh itu gimanasih?  

Sebenarnya, tidak ada satu orang pun yang mengetahui secara pasti awal mula teh digunakan sebagai minuman. Namun dari sebuah cerita legenda yang ada sejak 3.000 SM, ada seorang kaisar kerajaan China bernama Shen Nung, adalah orang pertama yang menikmati teh dalam bentuk minuman. Ia adalah salah satu Bapak Medis Tradisional China yang sedang melakukan pencarian ribuan tanaman untuk dijadikan obat herbal.

Saat itu, Shen Nung dan pasukannya sedang beristirahat di bawah pohon kecil. Saat sedang memanaskan air di dalam panci, ada daun jatuh dari pohon dan masuk ke dalam air tersebut. Shen Nung memutuskan untuk meminumnya dan langsung merasakan manfaat dari hasil rebusan air yang tercampur dengan daun jatuh tadi.

Namun bukti arkeologi menunjukan waktu yang lebih lama dibandingkan cerita legenda di atas, dari hasil penemuan arkeolog tersebut memprediksi bahwa teh telah dikonsumsi sejak awal zaman Paleolitikum (sekitar 5.000 tahun lalu). Pada zaman dahulu di China namanya adalah t’u, kai, ming dan cha yang kini kita kenal sebagai teh.

Pada masa itu teh menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat China, yang digunakan untuk menyembuhkan beberapa penyakit yaitu, penglihatan yang buruk, menambah stamina, rematik, dan masalah paru-paru sampai ginjal.

Karena kegunaannya, petani di China saat itu melihat bahwa teh adalah tanaman yang menguntungkan untuk ditanam. Di habitat aslinya, tanaman teh tumbuh diantara hutan dan tanah lapang. Dalam hal pembudidayaan, teh dipangkas menjadi seukuran semak. Pemangkasan tersebut memiliki tujuan agar tanaman dapat menyebar secara horizontal untuk menghasilkan banyak daun dan dijaga pada ketinggian yang tetap dapat dijangkau untuk memetik daunnya.

Pada saat Dinasti T’ang (618 – 907 M) seni memproses teh berevolusi dari menggunakan daun mentah menjadi memanggangnya menjadi seperti batu bata kering. Sehingga dapat dibawa untuk jarak jauh dan digunakan dalam waktu yang lama. Dengan proses yang baru tersebut, mengakibatkan perubah rasa yang secara dramatis. Setelah itu teh menjadi begitu popular, dari petani sampai kekaisaran meminum teh setiap hari.

Dinasti T’ang dikenal menghargai seni, puisi, perkebunan, dan musik. Karena kepopuleran teh semakin meningkat, banyak bermunculan tea house dan perkebenunan teh di sepanjang lingkungan kekaisaran. Para ahli teh yang mampu menemukan dan menyiapkan teh secara baik, akan sangat diminati.

Tea master yang paling terkenal saat itu adalah Lu Yu, atau dikenal “Father of tea” atau “Immortal of tea”. Karena ketertarikannya terhadap teh, ia telah menghasilkan tulisan dalam tiga volume dan sepuluh buku yang berjudul Cha Cing atau Teh Klasik yang diterbitkan pada 780 M. Buku tersebut membahas berbagai aspek dari teh, dari mulai cara membuat segelas teh sampai bagaimana cara menikmati teh. Buku tersebut juga membahas bagaimana cara membudidayakan tanaman teh dengan baik. Seiring dengan perkembangannya, para petani mulai banyak yang menanam tanaman teh dimanapun tanaman tersebut dapat berkembang. Meskipun Lu Yu membuat teh dari tanaman liar bukan dari hasil budidaya, sekarang ini sangat sulit menemukan teh yang berasal dari tanaman liar.

Selama Dinasti Song berkuasa yang dimulai pada tahun 927 M, kepopuleran teh semakin meningkat. Saat itu teh menjadi barang dagang utama kekaisaran. Di seluruh China bahkan sampai ke luar perbatasan, permintaan teh semakin meningkat. Hal ini membuat banyaknya kuda-kudang perang yang digunakan untuk mengangkut the. Selama satu tahun kekaisaran sung, 20.000 kuda perang digunakan untuk mengangkut 34 juta teh.

Sumber: A World History of Tea—from Legend to Healthy Obsession

Selasa, 25 Agustus 2020

Makna Puisi

Jika sunyi adalah bunyi yang diam
Jika gelap adalah cahaya yang tiada
Maka hidup seperti keduanya
Akan sunyi karena diamnya puisi
Akan gelap karena tiadanya puisi

Minggu, 23 Agustus 2020

Tilik, Film Pendek yang Satir


Beberapa hari kebelakang, ramai bersliweran di timeline Twitter gue film pendek yang dikeluarkan oleh Ravacana Films yang berjudul Tilik (menjenguk). Kebetulan ketika gue lagi buka youtube ada rekomendasi film ini di timeline gue, karena penasaran gue tontonlah film ini.

Film ini berkisah tentang rombongan ibu-ibu dari suatu desa yang hendak menjenguk ibu lurah ke Rumah Sakit di Kota. Beberapa hal yang kita tahu, di desa masih banyak warga yang menggunakan angkutan truk untuk pergi secara rombongan, berbeda dengan warga kota yang mungkin akan lebih memilih untuk menyewa bus. Maka dari itu tidak heran nama supir dalam film ini adalah Gotrek, mungkin layanan baru untuk mendampingi Gojek dan Gocar.

Bu Tejo dan Yu Ning adalah dua tokoh dengan karakter yang berbeda. Bu Tejo adalah pembawa kayu bakar yang suka melemparkan gosip, sedangkan Yu Ning adalah orang yang selalu berusaha berprasangka baik dalam menerima informasi selama itu belum dipastikan kebenarannya. Dian, seorang gadis desa selalu menjadi bahan gosip yang begitu digemari selama perjalanan.

Ditengah-tengah asyiknya bergosip, ada suatu momentum, yang dimana pak polisi pun jadi bahan keisengan para ibu-ibu ketika truk yang mereka tumpangi ditilang. Bayangkan saja, dua polisi lawan satu ibu-ibu saja polisi bisa salah dihadapan ibu-ibu. Apalagi satu polisi lawan ibu-ibu satu truk?

Pro dan Kontra

Di internet banyak terjadi pro dan kontra terkait film ini. Para pihak pro menyatakan bahwa film ini begitu epik menggambarkan realitas kehidupan sehari-hari yang terjadi di masyarakat kita. Bahkan film ini seperti bukan film, begitu naturalnya para ibu-ibu memerankan perannya masing-masing. 

Para pihak kontra menyatakan bahwa film ini tidak mendidik. Karena membenarkan seseorang untuk menyebarkan kabar negatif tanpa klarifikasi walaupun hal tersebut benar. Beberapa netizen juga mengganggap film ini terlalu menyerang gender wanita. Ya mungkin lagi kebetulan aja film ini lagi ngangkatnya tentang ibu-ibu, suatu saat mungkin akan muncul film yang isinya bapak-bapak lagi gosip di pos ronda sambil ngopi sama makan pisang goreng.

Yah, tapi perdebatan itu wajar-wajar saja. Bahkan dengan perdebatan, akan semakin menarik bagi para netizen dengan begitu mereka mampu mengambil nilai-nilai yang baik dari film ini.

Terima kasih Bu Tejo, yang sudah mewakili kami yang kadang suka julid ini terhadap teman, saudara, ataupun tetangga. Terima kasih Bu Yu Ning, karena telah mengajari kami untuk selalu berprasangka baik, walaupun terkadang hasilnya mengecewakan.

"Tapi Bu Tejo nggak takutkan sama ulernya Pak Tejo? hahaha" - Ibu-ibu di tengah sawah

Senin, 17 Agustus 2020

Refleksi Kemerdekaan

Foto Anak-anak Dari Seluruh Dunia Ini Sanggup Membuat Orang Dewasa ...

Merdeka bukan hanya sebuah kata
Merdeka adalah sebuah sikap
Merdeka dalam berpikir
Merdeka dalam bertindak

Tiga per empat abad sudah
Indonesia hadir sebagai bangsa
Di hadapan panggung dunia
Bersemboyankan Bhineka Tunggal Ika

Kaum muda dan tua
Tak jarang berselisih karena pandangan yang berbeda
Untuk satu tujuan yang sama
Menentukan bangsa ini mau dibawa kemana

Sebelum genap satu abad tiba
Ada sebuah pekerjaan rumah bagi generasi kita
Bunga penutup abad apa yang akan kita punya
Bunga untuk merenungi kekalahan
Atau bunga untuk merayakan kemenangan

Dirgahayu!
Dirgahayu Indonesiaku

Kamis, 06 Agustus 2020

,

Lahirnya Angka yang Digdaya - PDB


Penemuan PDB merupakan
"nuklir" bagi ilmu ekonomi - Alan Atkisson

Produk Domestik Bruto (PDB) yang awalnya disebut Produk Nasional Bruto (PNB), diciptakan oleh ekonom Amerika-Rusia Simon Kuznets dan kelompok kecil peneliti muda pada krisis ekonomi besar yang terjadi pada 1930 yang kita kenal sebagai Depresi Besar (Great Depression). Kuznets dan kelompoknya berusaha menciptakan sistem neraca nasional yang bertujuan untuk mengeluarkan Amerika dari Depresi Besar 1930.

Jauh sebelum Kuznets dan Kelompoknya menciptakan PDB, William Petty seorang dokter tentara inggris, diminta menjalankan sebuah survei sistematis mengenai kesejahteraan negara pada waktu itu Irlandia tahun 1652. Down Survey, penelitian tersebut dinamakan, berhasil menyajikan suatu pengukuran yang mengukur kekayaan sebuah negeri melalui analisis ekonomi yang sistematis.

Kuznets memodernisasi sistem pengukuran kekayaan negara. Pemikiran sederhana Kuznets mengenai PDB adalah "Satukanlah produksi perorangan, perusahaan dan pemerintah dalam satu angka tunggal". Memasuki perang dunia kedua pada 1940an, Pemerintah Amerika ingin memanfaatkan neraca nasional untuk mendukung perjuangan Amerika dalam Perang Dunia II. 

Pasca perang, Amerika dan sekutu keluar sebagai pemenang. Amerika memiliki struktur modal yang kuat, hal ini dipengaruhi oleh perhitungan PNB yang menjaga tingkat konsumsi sipil dalam negeri, tanpa adanya pengalihan penuh industri ke sektor militer. 

Pada 1950an PNB menjadi begitu dominan untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara. PBB pada 1953 mengeluarkan standar perhitungan yang terpengaruh dari metodologi PNB Kuznets. Karena keberhasilan PNB mengeluarkan Amerika dari Depresi Besar 1930 dan menjadi mesin perang Perang Dunia II, banyak elite politik dan pembuat opini saat itu tidak menyadari kelemahan angka-angka ini.

Setelah Perang Dunia II usai, muncul dua raksasa ekonomi dunia, yaitu Uni Soviet dan Amerika Serikat. Perang dingin berlangsung, Uni Soviet sebagai pimpinan blok sosialis menciptakan perhitungan tandingan untuk menandingi PNB, yaitu Produk Sosial Bruto dan Produk Material Neto.

1980an, Gorbachev selaku Presiden Uni Soviet kala itu menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi selama 1920 - 1980an yang dianggap resmi oleh Pemerintah Uni Soviet tumbuh sebesar 8.500 persen. Namun yang sebenarnya terjadi hanya tumbuh sebesar 400 - 500 persen saja. Maka dari itu, Gomkostat selaku badan statistik nasional Uni Soviet meminta bantuan kepada ahli statistik Amerika untuk membantu mereka melakukan transisi ke perhitungan PNB.

Dengan masuknya Uni Soviet ke dalam sistem PNB, angka itupun menjadi ukuran keberhasilan ekonomi yang diterima secara global. Pada 1991 PNB diubah menjadi PDB, Dari "Nasional", produk bruto menjadi "Domestik".

Seperti yang kita tahu, angka PNB merujuk pada seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh pendudukan suatu negara tanpa memedulikan barang dan jasa tersebut dihasilkan di dalam atau di luar perbatasan negara tersebut. Sedangkan PDB merujuk pada seluruh barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu negara tanpa memandang barang dan jasa tersebut dihasilkan oleh warga negara manapun.

Hal tersebut meningkatkan angka PDB yang di interpretasikan sebagai lonjakan ekonomi di negara berkembang. Namun kenyataannya angka-angka itu menjadi semu, dikarenakan peningkatan tersebut dipengaruhi oleh perusahaan-perusahaan multinasional. Hal ini menyembunyikan fakta mendasar "Negara-negara maju sedang mencuri sumber daya milik negara berkembang dan menyebutnya sebagai keuntungan bagi negara berkembang".

Dengan menerapkan kebijakan untuk mempertahankan PDB, sebuah negara tidak hanya akan mendapatkan manfaat ekonomi, tetapi status geopolitis juga ikut meningkat. Hal tersebut memaksakan negara-negara miskin ikut menerapkan perhitungan PDB, yang menjerumuskan negara tersebut ke jurang penyesuaian struktural dan reformasi makroekonomi, yang secara langsung didikte oleh IMF dan Bank Dunia.

Terjadilah sebuah paradoks "PDB dipaksakan juga ke negara-negara miskin, padahal Kuznets sendiri menyatakan bahwa pendekatan PDB jangan pernah diterapkan pada negara-negara yang amat bergantung pada struktur ekonomi informal"

Tak ada PDB, maka tak ada pesta...

Bersambung....

"Kesejahteraan tidak dapat diukur dengan uang atau diperdagangkan di pasar. Ini tentang keindahan lingkungan sekitar kita, kualitas kebudayaan kita, dan terutama, kekuatan hubungan kita. Memperbaiki rasa sejahtera masyarakat kita, saya yakin, merupakan tantangan utama politik di zaman kita" David Cameron (Konferensi Eropa Google Zeitgeist)

Sumber: Sejarah dan Realitas Politik di Balik Angka Pertumbuhan Ekonomi, oleh: Lorenzo Fioramonti

Jumat, 31 Juli 2020

,

Belajar dari Keledai


Suatu hari ada seorang ayah dan anak yang hendak menjual keledainya ke pasar. Setelah semua urusan siap, mereka berangkat dengan menuntun keledainya.

Di tikungan pertama, seseorang mengatakan "kalian bodoh sekali, mengapa kalian tak naiki saja keledai itu". Setelah mendengarkan kata orang tersebut, sang ayah menaiki keledainya dan meminta anaknya untuk menuntun keledai tersebut.

Di tikungan kedua, seseorang berkata "Ayah yang jahat, membiarkan anaknya berjalan, sedangkan dirinya menunggangi keledai". Mendengar perkataan itu, sang ayah meminta anaknya menaiki keledai dan dirinya yang menuntun keledai.

Di tikungan ketiga, seseorang berkata "Anak durhaka, membiarkan ayahnya berjalan, sedangkan dirinya menunggani keledai". Mendengar perkataan itu, mereka berdua menaiki keledai secara bersamaan.

Di tikungan keempat, seseorang berkata "Apa kalian tidak merasa kasihan dengan keledai itu? dia bukan kuda yang mampu membawa beban berat". Mendegar perkataan itu, sang ayah berinisiatif untuk menggendong keledai itu menggunakan dua batang kayu.

Di tikungan kelima, seseorang kembali berkata "Bodoh sekali kalian, kenapa tidak kalian naiki saja keledai itu?".

Kesimpulan dari cerita di atas, setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda dalam melihat sebuah fenomena, yang dipengaruhi pengalaman dan pola pikirnya.

Mendengarkan pendapat semua orang hanya akan menimbulkan kebingungan yang paradoks. Benar dan salah itu relatif, tidak mutlak.

Dalam dunia kepakaran sekalipun, benar dan salah tak jarang diperdebatkan. Karena setiap pakar memiliki pondasi pemikirannya sendiri yang terkadang berbeda dengan pakar yang lain, apalagi kita yang hanya orang biasa.

Selama keputusan yang diambil kita yakini benar, maka lakukan. Selama tidak merugikan orang lain. Orang lain hanya memberikan pendapat, sedangkan yang berhak memutuskan adalah diri kita sendiri.

Sumber: Belajar dari ilmu keledai - Helmi Yahya (Youtube)

Kamis, 30 Juli 2020

Angka Paling Digdaya Sedunia - PDB

What's Your "Why" Story? - Mimi Donaldson

"Kita mencuri masa depan, menjualnya di masa sekarang dan menyebutnya PDB" - Paul Hawken

Setiap kuartal dalam tahunan, kita sering melihat di media berita pengumuman tingkat ekonomi Indonesia yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), angka tersebut adalah PDB atau Produk Domestik Bruto.

Apa itu Produk Domestik Bruto (PDB)? PDB adalah nilai pasar semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu. Nilai tersebut diambil dari konsumsi perseorangan (consumption), perusahaan (investation), negara (government), ditambah dengan nilai ekspor (x) dan dikurangi nilai impor (m), dengan formula PDB = C + I + G + (X-M)

Negara - negara di dunia pun, dikelompokan berdasarkan PDBnya. Mungkin sering kita dengar tentang G-8 ataupun G-20, yaitu kelompok negara - negara di peringkat 8 atau 20 yang dihitung berdasarkan angka PDB negara tersebut.

Bagi logika umum sepanjang abad 20, ketika angka PDB di suatu negara naik, maka dapat dikatakan negara tersebut mengalami peningkatan ekonomi, yang berarti menandakan ke arah hal yang positif. Singkatnya PDB menjadi angka acuan, makmur atau tidaknya suatu negara.

PDB menjadi angka yang begitu kramat, terkhusus bagi para pengambil kebijakan ataupun analis ekonomi di suatu negara. Pemerintah, entah itu di negara maju ataupun berkembang, selalu berusaha untuk meningkatkan angka PDB negaranya ditiap kuartalan ataupun tahunan.

Bahkan, sebagian besar negara yang sedang berjuang untuk keluar dari resesi ekonomi, merancang kebijakan mengikuti diktat pertumbuhan PDB. Sekalipun suatu negara berusaha untuk mengurangi dampak perubahan iklim akibat dari gas rumah kaca yang sedang terjadi, ditentang oleh banyak negara dikarenakan dapat memberikan efek buruk bagi pertumbuhan PDB global.

Ketika PDB hanya menghitung barang dan jasa yang dihasilkan tanpa mengindahkan biaya untuk lingkungan ataupun sosial, apakah layak PDB dijadikan angka untuk mengukur kemakmuran suatu negara? bahkan kemakmuran masyarakat global? Apakah kualitas hidup kita meningkat ketika PDB tumbuh sebesar 3 sampai 5 persen? 

Bersambung...

Sumber: Sejarah dan Realitas Politik di Balik Angka Pertumbuhan Ekonomi, oleh: Lorenzo Fioramonti 

Sabtu, 04 Juli 2020

Who Moved My Cheese?

1*1bmPquZISCSs0tiLdZMgxw.jpeg (512×288)

Kisah Who Moved My Cheese? diciptakan oleh Spencer Johnson. Cerita ini diciptakan untuk membantu dirinya mengatasi perubahan yang terjadi pada hidupnya. Hal ini menyadarkan dirinya untuk bersikap serius dalam merespon perubahan yang terjadi disekitarnya agar mampu fleksibel mengikuti perubahan, bukan kaku menolak perubahan.

Cerita ini menggambarkan tentang labirin yang seperti kehidupan manusia dan tokoh Hem dan Haw dua orang kurcaci yang kompleks dengan akalnya dan Sniff dan Scury dua ekor tikus yang bertindak sederhana. Serta keju yang menggambarkan pekerjaan, organisasi, suatu hubungan, dll.

Kisah berawal dari sebuah labirin yang dihuni oleh Sniff dan Scury, dua ekor tikus yang dimana Sniff memiliki sifat mampu mengendus dengan baik dan Scury yang segera bergegas untuk bertindak. Lalu ada Hem dan Haw, dua orang kurcaci yang dimana Hem memiliki sifat kaku, menolak adanya perubahan dan Haw seorang yang mencari aman demi keberlangsungan hidupnya.

Keempat tokoh ini selalu mencari keju di lorong-lorong labirin yang gelap dan tak menentu. Selalu menggunakan metode trial and error dalam proses pencariannya. Suatu hari keempat tokoh ini sama-sama menemukan chees station c yang berisikan ladang keju besar. Selama berhari-hari mereka selalu kembali ke station tersebut. Tanpa disadari, persediaan keju semakin menipis. Sniff dan Scury menyadari hal tersebut, lalu segera keluar dari station itu dan kembali menyusuri labirin untuk menemukan ladang keju yang baru.

Sedangkan Hem dan Haw kaget ketika melihat persediaan keju di cheese station c yang telah habis. Mereka berdua kalang kabut dan mempertanyakan mengapa keju itu habis dan selalu kembali ke station itu dihari-hari berikutnya.

Sniff dan Scury berhasil menemukan ladang keju yang baru, sedangkan Hem dan Haw tetap meratapi nasib di station c. Sampai akhirnya Haw menyadari bahwa ia tidak bisa seperti itu terus, ia harus move on dan kembali menyusuri labirin yang tak menentu itu untuk kembali menemukan ladang keju agar tetap hidup.

Selama perjalanan menyusuri labirin, Haw selalu menuliskan motivasinya di dinding, dengan maksud apabila Hem berubah pikiran untuk keluar dari station c mampu menemukan jalan yang telah dilalui Haw. Akhirnya Haw menemukan ladang keju baru yang disana telah ada Sniff dan Scury.

Makna dari Cerita
Sniff dan Scury adalah dua ekor tikus yang bertindak sederhana untuk selalu menemukan keju. Sedangkan Hem dan Haw dua orang yang hanya berfokus pada masalah, bukan pada solusi ketika persediaan keju di cheese station c habis.

Walaupun pada akhirnya Haw menyadari hal tersebut dan akhirnya kembali untuk menyusuri labirin untuk menemukan keju. Bagi Haw, terlambat tidak terlalu buruk daripada tidak berubah sama sekali. Haw juga mengajari kita, bahwa menertawai kebodohan kita adalah jalan awal untuk melangkah maju.

Sedangkan Hem, seperti gambaran kebanyakan kita. Yang terkadang kaku, menolak perubahan yang terjadi di sekitar kita dan menyalahkan orang lain atas kehilangan/kegagalan yang kita rasakan. Takut untuk keluar dari zona nyaman.

Buku ini sangat layak bagi gue untuk dibaca dari semua kalangan dari anak-anak hingga dewasa, karena mengajari tentang bagaimana merubah cara pandang dalam melihat suatu perubahan yang terjadi. Apalagi di era globalisasi saat ini yang begitu masif, perubahan hampir terjadi setiap detik!

So, lo tertarik buat baca buku ini? Mari sama-sama temukan keju!

"Apa yang akan anda lakukan, jika anda tidak memiliki rasa takut? - Haw"

Kamis, 02 Juli 2020

Selusin Faktor Krisis Individu oleh Jared Diamond


Jared Diamond adalah profesor geografi di University of California, Los Angeles (UCLA). Beliau pemenang Pulitzer Price atas karya bukunya, yaitu Guns, Germs, and Steel (Bedil, Kuman dan Baja). Selain itu beliau juga menulis buku Upheavel: Bagaimana Negara Mengatasi Krisis dan Perubahan.

Dalam bukunya yang gue sebut terakhir itu, beliau membahas tentang tujuh negara (Amerika, Jerman, Finlandia, Jepang, Indonesia, Chile dan Australia) yang mampu menghadapi krisis masa lalunya. Sebelum menjelaskan bagaimana ketujuh negara itu bergejolak menghadapi krisis. Jared membawa kita pada bab pertamanya dengan mengenalkan krisis individu.

Menurut beliau, krisis individu dan krisis nasional memiliki selusin faktor yang hampir sama. Perbedaannya adalah krisis individu tidak memerlukan kesepakatan bersama yang dimana krisis negara membutuhkan hal tersebut.

Krisis dan tekanan untuk perubahan disebabkan karena faktor eksternal maupun internal. Sebagai contoh, faktor eksternal bagi krisis individu adalah seperti seseorang yang ditinggalkan oleh pasangannya atau dipecat dari pekerjaanya. Sedangkan faktor internalnya adalah seseorang yang tiba-tiba jatuh sakit.

Jared menekankan kata "selektif" agar seseorang individu berhasil mengatasi tekanan internal maupun eksternal. Maksud selektif disini adalah mencari tahu bagian mana dari identitasnya yang harus dibuang atau tidak berguna lagi dan bagian mana yang harus tetap dipertahankan.

Lalu, bagaimana kita mendefinisikan krisis? Asal-usul kata krisis adalah "crisis" yang diturunkan dari kata benda "krisis" dan kata kerja "krino" dalam bahasa Yunani yang memiliki arti: pemisahan, penentuan, pembedaan dan titik balik. Simpelnya ialah proses dimana merasakan diri kita menghadapi tantangan penting yang tidak dapat dilalui dengan metode yang biasa saja. Kita dipaksakan untuk menggunakan metode yang baru untuk menghadapi tantangan tersebut.

Terapi krisis yang telah dijalankan oleh banyak psikolog mengidentifikasi selusin faktor yang membuat seseorang mampu menghadapi krisis tersebut. Berikut beberapa faktor krisis yang dikemukan Jared dalam bukunya Upheavel: Bagaimana Negara Menghadapi Krisis dan Perubahan.

1. Pengakuan Seseorang Berada Dalam Krisis
Untuk menyelesaikan suatu masalah, maka harus ada pengakuan dalam diri bahwa dirinya sedang berada dalam masa krisis. Terkadang beberapa orang sulit menyadari bahwa dirinya dalam kondisi krisis bahkan butuh waktu yang cukup lama. Sehingga pengakuan seseorang berada dalam krisis adalah suatu langkah awal, yang tanpa itu tak akan ada kemajuan untuk menyelesaikan masalah.

2. Penerimaan Tanggung Jawab Pribadi
Setelah mengakui diri berada dalam kondisi krisis, seorang individu harus menerima tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahannya. Bukan malah mengkambingkan orang lain atas masalah yang menimpa kita. "Ya, aku punya masalah, orang lain harus bertanggung jawab atas masalahku". Alangkah lebih baiknya ubahlah mindset dalam kepala menjadi "Ya saya punya masalah, orang lain mungkin dapat membantu saya dalam menyelesaikan masalah ini. Tapi saya adalah satu-satunya orang yang bertanggung jawab atas masalah saya sendiri, bukan orang lain".

3. Membangun Pagar
Sudah mengakui bahwa diri berada dalam kondisis krisis dan sudah menerima tanggung jawab pribadi untuk menyelesaikannya, Selanjutnya pertanyakan dalam diri kita "Apa nilai-nilai dari dalam diri saya yang harus tetap dipertahankan? Apa nilai-nilai dalam diri saya yang harus diubah?". Dari pertanyaannya itulah kita telah membangun pagar untuk fokus merubah nilai-nilai yang harus diubah dalam diri kita.

4. Bantuan dari Orang Lain
"Tapi saya satu-satunya orang yang bertanggung jawab atas masalah saya sendiri, bukan orang lain" bukan berarti kita tidak membutuhkan bantuan orang lain. Jangan bohong pada diri sendiri bahwa kita sebenarnya membutuhkan orang lain untuk membantu kita menyelesaikan masalah, yang salah adalah kita menganggap orang lain adalah pemeran utama dalam drama penyelesaian masalah kita.

5. Orang Lain Sebagai Model
Krisis yang sedang kita hadapi, pastinya pernah dihadapi oleh orang lain. Maka dari itu pelajarilah bagaimana orang tersebut menyelesaikan krisis yang sedang kita hadapi saat ini. Namun, tidak menjiplak seutuhnya, hal tersebut akan dijelaskan pada faktor yang lain.

6. Kekuatan Ego
Kekuatan ego adalah rasa percaya diri yang lebih luas, yaitu ketika kita merasakan tentang diri sendiri, memiliki tujuan dan menerima diri sendiri apa adanya. Kita mampu secara mandiri dan bangga untuk menentukan jalan hidup kita sendiri, tidak peduli dengan persetujuan orang lain untuk keberlangsungan hidup kita. Dengan kekuatan ego tersebut akan dengan mudah mentolerir rasa frustasi dan menemukan solusi-solusi baru untuk mengatasi krisis kita.

7. Penilaian Diri yang Jujur
Kekuatan ego bukan menjadikan kita egosentris yang merasa kita adalah segala-galanya. Kita harus mampu menilai diri kita sendiri secara jujur. Seperti pepatah suku Baduy "Panjang jangan dipotong, pendek jangan disambung". Kalau perlu tertawai kebodohan kita dan lekas memperbaikinya. 

8. Pengalaman Krisis Sebelumnya
Tentunya kita tidak hanya sekali melalui krisis dalam kehidupan kita. Kesuksesan kita dalam mengatasi krisis di masa lalu akan membawa kita lebih percaya diri untuk menghadapi krisis yang kita hadapi saat ini. Kalau kata Tan Malaka "Terbentur, terbentur, terbentuk!". Dengan pengalaman krisis sebelumnya kita akan menganggap bahwa badai akan berlalu dan kita akan baik-baik saja.

9. Sabar
Mungkin faktor ini adalah hal yang paling sulit kita lakukan. Memang kesabaran tidak terbentuk semalam jadi, ia adalah hasil dari proses yang panjang. Untuk menghadapi krisis kita harus mampu menghadapi ketidakpastian, ambiguitas dan kegagalan pada usaha pertama dalam menangani krisis.

Seperti dalam kutipan Al-Quran "Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, jika kaum tersebut tidak berusaha merubahnya" (mohon koreksi kalau salah). Usaha pertama gagal, kedua gagal lagi, ketiga gagal lagi, coba terus sampai kita menemukan metode yang paling tepat. Ingat cerita Thomas Alfa Edison dalam proses penemuan lampunya? Mungkin bisa jadi contoh.

10. Fleksibilitas
Fleksibilitas adalah lawan dari kekakuan, Dimana fleksibilitas kita menganggap tidak hanya satu cara untuk menyelesaikan satu masalah. Sedangkan kekakuan menganggap bahwa hanya ada satu cara untuk menyelesaikan masalah. Apalagi di era yang semakin modern saat ini, teknologi dan budaya berkembang cepat. Maka dari itu diperlukan kepribadian yang fleksibel untuk mengatasi krisis diri.

11. Nilai Inti
Faktor ini menekankan untuk kita mengetahui nilai inti apa yang membentuk identitas kita, entah itu agama, budaya ataupun komitmen. Pada faktor 5, kita telah mengadopsi model orang lain untuk mengatasi krisis kita. Namun kita harus sadar, bagian mana yang harus kita ikuti dan bagian mana yang harus tetap kita pertahankan sebagai pembentuk identitas kita.

12. Bebas dari Kendala
Faktor yang terakhir kebebasan kita untuk memilih metode mana yang harus kita lakukan untuk mengatasi krisis kita dan tidak terikat tanggung jawab terhadap siapapun atas pilihan kita. Dengan begitu kita akan dengan mudah menemukan solusi dalam menangani krisis diri ini.

Itulah selusin faktor yang dikemukakan oleh Jared Diamond dalam bukunya yang gue baca. Menurut gue rasanya mustahil kita bisa menggunakan seluruh faktor yang telah dipaparkan dalam menangani krisis kita. Semoga apa yang gue tulis bisa jadi salah satu rujukan dalam menangani krisis diri yang sedang kita hadapi, apalagi saat ini lagi ramai-ramainnya membahas Quarter Life Crisis.

Jika adalah salah kata-kata atau maksud yang tidak sesuai dari bukunya, dengan senang hati gue persilahkan kalian untuk mengkoreksinya. Sebagai penutup, izinkan gue mengutip kutipan salah satu filsuf barat dalam buku ini:

"Apa yang tidak membunuh kita, membuat kita lebih kuat" - Nietzsche

Selasa, 30 Juni 2020

Pelajaran dari One-Punch Man

t_5d70e50cdb772.jpg (700×442)

One-Punch Man
adalah serial manga Jepang yang menceritakan superhero bernama Saitama. Ia memiliki kekuatan pukulan yang tiada banding. Sesuai judulnya, ia mampu mengalahkan musuhnya hanya dengan sekali pukulan.

Keinginannya menjadi pahlawan hanyalah untuk bersenang-senang. Pertemuannya dengan Genos yang setelah itu diangkat menjadi muridnya, membuat Saitama bertemu dengan banyak pahlawan yang tergabung dalam Asosiasi Pahlawan.

Ternyata keinginan untuk bersenang-senang itu tak ia dapatkan, karena kekuatannya yang terlalu over power tak ada monster ataupun lawan yang dapat menandinginya.

Pelajaran yang Didapat

1. Niat Baik Saja Tidak Cukup
Asosiasi pahlawan adalah perkumpulan para pahlawan yang bertugas untuk mengamankan kota dari serangan para monster. Terdapat kelas-kelas untuk pahlawan mulai dari kelas S yang paling tinggi hingga kelas C yang paling rendah. Para pahlawan saling bersaing untuk meningkatkan peringkatnya ataupun naik kelas. Maka tak heran, terkadang satu sama lain dari mereka saling menjatuhkan. 

Tak berbeda jauh dalam kehidupan kita, di sekeliling kita sering terjadi hal serupa. Saling menjatuhkan satu sama lain hanya demi reputasi di muka umum atau sanjungan dari orang-orang dengan menghalalkan segala cara. Ternyata niat baik saja tidak cukup jika tidak dibarengi akhlak yang baik.

2. Konsistensi
Sebelum menjadi sangat kuat, Saitama hanya orang biasa. Kekuatannya itu didapatkan setelah ia melakukan push up ratusan kali, pola makan yang baik dan mengelola emosinya. Hal tersebut dilakukannya tidak dalam jangka waktu yang sebentar, ia melakukannya secara konsisten setiap hari.

Ditengah proses ia sempat merasakan kejenuhan, tapi karena tekadnya yang kuat, ia mampu melawan kejenuhan tersebut dan tetap konsisten pada latihannya.

3. Menjadi Terlalu Kuat Tak Menjamin Kebahagiaan
Banyak orang yang mendambakan kekuatan yang super pada dirinya, namun Saitama menjadi gambaran bahwa terlalu kuat tidak menjamin seseorang akan bahagia.

Karena kekuatannya yang super itu, Saitama merasa jenuh karena tidak ada yang mampu menyainginya. Ia telah kehilangan tantangan dalam dirinya. Hanya sekali pukulan, lawannya akan langsung kalah. Sepertinya, tantangan merupakan salah satu faktor kebahagiaan seseorang ketika mampu melaluinya bukan?

4. Kebohongan adalah Utang di Masa Depan
King adalah salah satu pahlawan kelas S, ia dikenal sebagai pahlawan terkuat. Alih-alih terkuat, ternyata selama ini King berlindung pada kebohongannya. Orang-orang hanya mengetahui King telah mengalahkan banyak monster, nyatanya dibalik itu semua ada sosok Saitama yang selalu melindunginya tanpa diketahui orang lain.

Di satu momen, ada monster yang sedang mencari King untuk mengetes kekuatannya. Mengetahui hal itu, King ketakutan karena ia sadar bahwa sebenarnya ia tidak dapat berkelahi maupun memiliki kekuatan yang super. Atas rasa itulah ia merasa terbebani dalam hidupnya, apalagi orang-orang selalu mengharapkan bantuannya.

Selain itu, layaknya film Joker, muncul sosok Garou murid dari Silverfang yang tumbuh menjadi begitu kuat. Luka masa kecilnya yang dikucilkan dari lingkungan sekitarnya, Garou berhasrat untuk menjadi monster yang menjadi simbol ketakutan. Mirip-mirip sama Joker bukan?

Mungkin itu saja beberapa pelajaran yang dapat kita ambil dari serial One-Punch Man ini. Mungkin ada beberapa yang gue enggak tangkep, mungkin kalian bisa menambahkannya. Bye!

Senin, 22 Juni 2020

Macam - macam Sesat Pikir


Image

Seringkali ketika dalam berargumen kita memaksakan prinsip-prinsip untuk menarik kesimpulan yang tidak relevan atau menggunakan kata-kata yang memiliki makna lebih dari satu. Hal tersebut dikarenakan adanya sesat pikir dalam proses berpikir kita.

Sesat pikir adalah penalaran atau argumentasi yang sebenarnya tidak logis, salah arah dan menyesatkan. Secara sadar atau tidak sadar, kita sering melakukan ini dalam kehidupan sehari-hari. 

Kenapa seseorang memberikan argumen? Seseorang memberikan argumen karena untuk membuktikan bahwa kesimpulan yang ia tarik dari suatu informasi adalah benar. Namun sebuah argumen ada kemungkinan untuk gagal dalam mencapai maksudnya. Maka dapat dikatakan sebagai kegagalan argumen.

Ada dua kemungkinan kegagalan argumen, yaitu:

1. Argumen tersusun atas premis dengan proporsi yang salah.
Premis 1: Ani membunuh nyamuk yang menggitnya
Premis 2: Membunuh adalah sifat yang keji
Kesimpulan : Ani seseorang yang sangat keji

2. Argumen tersusun atas premis yang tidak berhubungan dengan kesimpulan yang dicari.
Premis 1: Ayam bisa dimakan
Premis 2: Bebek bisa dimakan
Kesimpulan: Ayam dan bebek adalah unggas

Setiap kekeliruan akan menimbulkan argumen yang salah. Ada dua macam argumen yang salah, yaitu:
1. Kekeliruan relevansi
2. Ambiguitas penalaran

Kekeliruan Relevansi

Kekeliruan relevansi terjadi dikarenakan ruang lingkup suatu argumentasi terdiri atas premis2 yang scr logis tidak relevan dengan kesimpulan yang dicari. Ada beberapa macam kekeliruan relevansi:

a) Argumentum ad Baculum
Pembenaran argumen atas dasar kekuasaan. Contoh: dalam sebuah peradilan, sidang dinyatakan batal demi hukum setelah adanya "surat sakti".

b) Argumentum ad Hominem
Argumen yang pada umumnya menunjukan penyerangan terhadap kepribadian seseorang. Contoh:
-Apa yang bisa dipercaya darinya kalau mukanya saja jelek.
-Seorang pegawai tidak dapat promosi jabatan karena pernah memberikan kritik terhadap atasannya

c) Argumentum ad Ignorantiam
Argumen yang sulit untuk dibuktikan kebenaran atau kesalahannya. 
Contoh:
- Karma is real
- Seorang dukun telah menyantet korbannya

d) Argumentum ad Misericordiam
Argumentasi yang berdasarkan pada rasa kasihan untuk membenarkannya.
Contoh:
- Seorang mahasiswa diluluskan oleh dosennya dikarenakan sudah melebihi batas studinya, padahal skripsinya belum sesuai dengan kaidah ilmiah.

e) Argumentum ad Populum
Kekeliruan yang dianggap oleh masyarakat umum benar.
Contoh:
- Seorang warga mengkritik jokowi, ia di anggap kadrun. Seorang warga mengkritik anies, ia dianggap neo-komunis.

f) Argumentum ad Verecundiam
Argumen yang keliru namun dianggap benar karena dinyatakan oleh pakar yang dikagumi, namun tidak sesuai dengan kepakarannya.
Contoh:
Seorang ahli biologi menyatakan pendapatnya yang keliru tentang perekonomian.

g) Accident
Kejadian yang terjadi pada kasus2 khusus, namun dianggap berlaku umum, padahal tidak relevan.
Contoh:
- Ani merelakan utang budi terhadapnya karena budi sedang tertimpa masalah. Bukan berarti setiap utang harus direlakan.

h) Converse Accident
Dalam beberapa kasus tertentu, beberapa orang cenderung memusatkan perhatiannya pada hal yang sudah dianggap populer.
Contoh:
- Seorang polisi diberikan kewenengan memegang senjata api, bukan berarti polisi dapat menggunakan senjata api seenaknya.

i) False Cause
Ada dua kemungkinan orang keliru dalam menyimpulkan terjadinya peristiwa:

1) No Causa Pro Causa
Kesalahan pikir menganggap sesuatu menjadi sebab, padahal bukan sebab yang sebenarnya.
Contoh: Kesedihan orang lain dianggap menjadi sebab nilai akademiknya turun.

2) Post Hoc Ergo Propter Hoc
Suatu peristiwa dapat dijadikan sebab untuk peristiwa lainnya, padahal hanya kebetulan.
Contoh: Negara China melakukan pembantaian terhadap suku Uighur, maka peranakan China di Indonesia adalah pembantai yang kejam.

j) Petitio Principi
Mempertanyakan premis2 yang sudah dianggap benar oleh umum.
Contoh: Kebebasan berpendapat adalah hak setiap warga negara, realitasnya banyak pendapat yang dibatasi kebebasannya.

k) Complex Question
Sebuah pertanyaan yang sulit untuk dijawab.
Contoh: Apabila ada sebuah pertanyaan yang menawarkan jawaban "ya" dan "tidak", jawaban "ya" belum tentu benar, karena jawaban "tidak" bisa saja benar.

l) Ignoratio Elenchi
Merupakan kesimpulan yang tidak relevan dari argumen yang dimaksudkan khusus. Contoh: Seorang narasumber menjabarkan tentang pentingnya edukasi seks bagi anak, wartawan mengambil kesimpulan narasumber mendukung seks bebas.

Sumber: Dasar-dasar Logika (Eugenius Sumaryono)

Sabtu, 06 Juni 2020

Jejak Langkah, menuju Kesadaran Nasional


Setelah melalui Tetralogi Buru sebelumnya, yaitu Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa. Pram melanjutkannya dengan Jejak Langkah di seri ketiganya. Minke mulai menyadari kepentingan dirinya untuk bangsanya, yang belantara itu. Betawi menjadi daerah selanjutnya..

Sesampainya di Betawi, langsunglah Minke menuju STOVIA (School tot Opleiden Van Inlandsche Artsen), sekolah dokter Jawa di Betawi. Kesan pertama yang didapatnya adalah kecewa, karena para calon-calon dokter itu mengejeknya.

Karena saking sibuknya sekolah dokter, ketika waktu pesiar ia hanya mendatangi rumah Ibu Badrun untuk sekedar melepaskan pakaian jawanya. Pertemuan dengan Ang San Mei, membuat Minke jatuh hati, apalagi ia seorang Philogynik yang mengagumi kecantikan wanita. Menikahlah ia dengan Ang San Mei.

Takdir tak berpihak, Ang San Mei, wanita angkatan muda Tiongkok itu meninggal. Minke sungguh kehilangan gadis yang dicintainya. Ia bertekad untuk mewujudkan pesan almarhumah istrinya itu "kau calon dokter, sembuhkanlah bangsamu dari sakitnya, sembuhkan juga jiwanya. Berorganisasilah! karena dengan itu, bangsamu akan kuat, dengan kekuatan raksasa."

Setelah dikeluarkan dari sekolah dokter karena melanggar peraturan, mulailah Minke kembali pekerjaan lamanya, menulis dan juga mulai membangun organisasi. Syarikat Priyayi, organisasi pertama yang berhasil ia bentuk dan juga pertama sebagai representasi pribumi di bumi hindia. 

Tak hanya organisasi, surat kabar pun ia bentuk, "Medan Priyayi" sebagai wadah pribumi. Ditengah jalan Syarikat Priyayi melempem, lalu muncul Boedi Oetomo organisasi priyayi lainnya yang mewakilkan Jawa. Tak sepaham dengan organisasi dengan jiwa bangsa tunggal itu, bersama salah satu temannya, Thamrin Mohammad Thabrie dan Tjipto ia membentuk Syarikat Dagang Islamiyah (SDI). Tak main-main, anggotanya mencapai lima puluh ribu!

Berjalannya waktu, keberadaan SDI membuat para totok Eropa itu risih. Satu persatu permasalahan muncul, walaupun Minke dekat dengan Gubernur Jenderal Van Heutsz. Berselang beberapa tahun, Van Heutsz telah digantikan oleh Idenburg. Minke takpunya lagi seorang yang dapat melindunginya. Ia sadar harus mulai hati-hati menyebarkan berita melalui "Medan".

Pernikahannya dengan Prinses Kasiruta, salah satu anak raja di daerah Maluku yang dibuang ke Jawa, mampu mengisi kesibukan keseharianya. SDI terus berkembang seperti raksasa, masalah pun juga. Teman lama Minke, Robert Suurhof kembali muncul. Sebagai pengusik SDI dengan organisasi premannya, De Knijpers, T.A.I (Anti Inlander), De Zweeper. Walau begitu, Minke selalu aman karena orang-orang kepercayaan yang berada disampingnya, yaitu Wardi, Sandiman dan yang terakhir bergabung sebagai algojo seperti Panji Darman, Marko.

Diakhir cerita, salah satu orang kepercayaannya itu menerbitkan berita yang sangat kontroversial, sebuah kritikan keras terhadap Gubermen. "Gwoblok!" sahut Minke setelah membaca berita tersebut. Pagi itu ia dijemput dan ditahan oleh kepolisian Gubermen, tanpa pamit dengan Prinses Kasiruta, tanpa tahu ia akan dibawa kemana. Seakan-akan yang telah diperjuangkannya selama ini lenyap, seketika.

Sungguh miris nasib Minke, tapi tak ada perjuangan yang memprihatinkan bukan? Bagaimana nasib Minke selanjutnya? Rumah Kaca akan menjawabnya...

"Perdagangan adalah jiwa negeri, Tuan. Walaupun negeri tandus seperti Arab, kalau perdagangan berkembang subur, bangsanya bisa makmur. Biar negeri Tuan subur, kalau perdagangannya kembang kempis, semua ikut kembang kempis, bangsa tetap miskin. Negeri-negeri kecil besar karena perdagangannya, Negeri-negeri besar kecil karena menciut perdagangannya." - Sjeh Ahmad Badjened

Minggu, 31 Mei 2020

Tentang Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat


Dalam buku pengembangan diri yang mewakili generasi ini. Seorang blogger superstar menunjukan pada kita bahwa kunci untuk menjadi orang yang lebih kuat, lebih bahagia adalah dengan mengerjakan segala tantangan dengan lebih baik dan berhenti memaksa diri untuk menjadi "positif" di setiap saat.

Bodo amat? Mungkin yang tergambar dalam benak ketika membaca kalimat tersebut adalah sikap ogah, cuek, malas atau hal negatif lainnya. Bodo amat maksud Mark bukanlah cuek atas permasalahan yang ada, tetapi bodo amat dengan hal-hal yang tidak penting bagi kehidupan kita. Karena sejatinya ketidakpedulian seseorang adalah bentuk kepedulian, maka tidak ada orang yang tidak peduli sama sekali terhadap suatu hal.

Dengan gaya tulisannya yang cukup sinis namun ringan untuk dibaca, serta diberikan contoh tentang pengalaman hidupnya, sehingga ketika membacanya kita akan dapat dengan mudah membayangkan apa yang Mark sampaikan.

Isi buku ini tersaji dalam sembilan bab, yang masing-masing bab dituliskan secara sinis untuk menyadarkan pembacanya, namun juga diselingi komedi yang cukup menggelitik. Mungkin kebanyakan orang yang baca buku ini secara tidak sengaja akan berkata "iya juga ya!".

Inti dari kesembilan bab itu adalah masalah yang datang kepada kita, akan terus ada sampai kapanpun. Akan selalu ada masalah baru ketika kita menyelesaikan masalah sebelumnya. Menurut Mark kebahagiaan adalah ketika kita mampu menyelesaikan masalah tersebut.

Namun, kebanyakan dari generasi ini adalah berusaha menghindari permasalahan itu. Memang, kabur dari masalah itu melegakan, tapi hanya sesaat. Itu seperti bom waktu yang siap meledak kapanpun di masa yang akan datang.

Kalo yang gue tangkep, tulisan Mark dalam buku ini agak nyerempet-nyerempet ke prinsip stoicisme, yaitu jangan berusaha mengendalikan hal-hal yang berada di luar kendali kita. Maka Mark mengatakan "don't give a fuck" pada hal-hal tersebut. 

Singkatnya, buku ini akan ngebuka pemahaman kita bagaimana menjalani hidup yang baik. Terutama untuk tidak merasa insecure ataupun overthinking. Karena semua orang tidak istimewa, maka semua orang berhak hidup bahagia tanpa pengecualian.

"Dalam hidup ini, kita hanya punya kepedulian dalam jumlah yang terbatas. Makanya, anda harus bijaksana dalam menentukan kepedulian anda." - Mark Manson

Jumat, 22 Mei 2020

The Broker

Amazon.com: The Broker: A Novel eBook: Grisham, John: Kindle Store

Joel Backman, pada masa jayanya dikenal sebagai seorang power broker. Ia dipenjara karena dianggap telah menyimpan rahasia yang mengancam keamanan nasional (Amerika Serikat), ia memiliki perangkat lunak canggih yang mampu mengendalikan satelit Neptunus yang canggih, namun tidak diketahui negara mana yang memilikinya. Ia dihukum selama dua puluh tahun lamanya. 
Berselang enam tahun kemudian ia dibebaskan karena pengampunan hukuman yang diberikan oleh Arthur Morgan (Presiden Amerika Serikat) pada jam - jam terakhirnya sebelum meninggakan White House. Keputusan Morgan sangat kontroversial, hingga membuat gaduh publik.

Dibalik pemberian pengampunan tersebut, ada sosok Teddy Maynard, Direktur CIA (Central Intelligence Agency) yang memaksa Morgan untuk mengeluarkan keputusan tersebut. Maynard bersikeras agar Backman dapat segera dibebaskan.

Skenario telah dirancang oleh CIA. Backman akan diselundupkan ke luar negeri, diberi nama baru, identitas baru dan kehidupan yang baru di Italia, tepatnya di Bologna.

Setelah Backman mampu menikmati lingkungan hidupnya yang baru, CIA akan membocorkan keberadaannya kepada pihak - pihak intelejen yang memburunya, seperti Rusia, China, Arab Saudi dan Israel.

Dengan begitu CIA hanya tinggal ongkang-ongkang kaki untuk mengetahui siapa yang memiliki sistem satelit canggih tersebut. 

****

Novel ini keren sih, membahas tentang intelejen dan pelarian diri Backman yang dibalut begitu apik. Dengan latar tempat di Bologna, Italia. John Grisham mengulas satu demi satu secara detail kegiatan Backman selama di Italia.

Kebiasaan - kebiasaan orang italia seperti cara berpakaian hingga makanannya dijelaskan secara rapih. sehingga bagi pembaca mampu membayangkannya.

Karena latar belakangnya sebagai pelobi tingkat tinggi, Backman tak mudah untuk dibohongi oleh para agen CIA, salah satunya Luigi. Backman merancang satu demi satu strateginya untuk meloloskan diri dari Luigi, karena ia tahu ada yang aneh dari pengampunan hukumannya itu.

Rating untuk novel ini? 4,5 / 5, APIK!

Sabtu, 09 Mei 2020

Reformasi Pola Hidup Jepang

Buku Seikatsu Kaizen, karya Susy ONG
"Jepang? Oh negara maju itu. Kudengar negara itu maju karena pola hidupnya baik. Itulah keunggulan mereka, budaya tradisionalnya yang disiplin."

Matahari terbit, bunga sakura, Maria Ozawa, Nobita, Doraemon, dll adalah hal-hal yang identik dengan Jepang. Disiplin, itulah kata yang ada dibenak kepala ketika mendengar kata Jepang.

Kita terkagum-kagum akan budayanya, sistem kereta api yang tepat waktu, masyarakat yang disiplin, etos kerja yang tinggi, hingga tata kelola kota yang baik. Bahkan suatu waktu salah satu kota di Jepang terkena banjir, kita dapat melihat air yang menggenangnya sangatlah bersih.

Seikatsu Kaizen, buku hasil studi pustaka Susy ONG ke perpustakaan di Jepang pada 2014. Menceritakan perjalanan negara matahari terbit itu dari negeri yang tak beradab menjadi negeri yang seperti kita kenal sekarang.

Anggapan umum kita selama ini bahwa kedisiplinan Jepang berasal dari kebudayaan tradisionalnya, dipatahkan oleh buku ini. Abad ke-18, negeri sakura itu sangat tak beradab. Di kereta-kereta orang-orang bertelanjang dada, berganti baju di tempat umum, bahkan ada yang bersenggama dengan pelacur di depan umum.

Pada abad itu pula Jepang tertutup dari dunia luar, negara sekutu meminta kekaisaran untuk membuka pasar agar mereka bisa berdagang disana. Perlahan-lahan pasar dibuka, dan kesadaran muncul bahwa selama ini negeri sakura tertinggal jauh pada segi peradaban dan teknologi dari dunia barat.

Karena kesadaran itu, rekayasa budaya dilakukan. Satu persatu Undang-undang bermunculan yang diterbitkan kekaisaran. Seluruh rakyat diminta untuk bekerja dengan giat dan hidup hemat. Rekayasa agama pun dilakukan, Shinto adalah agama yang dinasionalisasikan dari ajaran Buddha, untuk menghormati para kaisar terdahulu yang telah berjasa kepada negeri Jepang.

Modernisasi menjadi kunci penting. Peran masyarakat juga menjadi sangat penting dalam proses pembaharuan Jepang. Karena apa gunanya beribu-ribu undang-undang diterbitkan apabila tak diterapkan secara konkret bersama-sama.

Melihat hasilnya saat ini, sepertinya bukan tidak mungkin dalam puluhan bahkan seratus tahun ke depan Indonesia mampu menjadi negeri yang makmur dan tertib. Tentu hanya mimpi jika tak dilakukan secara konkret, kita mulai dari diri sendiri. Karena nyatanya kita hanya mampu menerbitkan undang-undang, tetapi belum bisa menjalankannya dengan baik.

Seikatsu Kaizen menjadi buku yang rekomended, penulisan ringan dengan isi yang punya bobot. Covernya juga manis, bagus buat dijadiin pajangan hehe.

Kamis, 07 Mei 2020

Perjalanan Pangeran

Daerah-Daerah Misterius di Pegunungan Himalaya, Salah Satunya ...
Pegunungan Himalaya
Alkisah pada ribuan tahun lampau, hidup seorang raja di bawah kaki pegunungan Himalaya, Nepal. Hari itu ia amat kegirangan, karena putranya telah lahir ke dunia. Jauh-jauh hari sebelum hari kelahiran putranya, sang raja telah memiliki ide besar untuk putranya yang kelak akan menjadi seorang Pangeran. Sang raja menginginkan ketika hidup nanti, sang anak tak akan dibiarkan merasakan penderitaan sedikitpun.

Berjalannya waktu sang anak telah tumbuh menjadi seorang Pangeran gagah. Kehidupannya penuh dengan kegelimangan harta istana, kesusahan tiada hinggap pada dirinya. Hal tersebut menjadikan dirinya sebagai seorang Pangeran yang judes. Lambat laun, beberapa hari terakhir Pangeran merasakan hidupnya begitu membosankan dan tak bernilai.

Suatu malam, ia meminta kepada salah seorang pelayan istana untuk membawanya berkeliling desa setempat. Selama menyusuri pedesaan tersebut, sang Pangeran begitu kaget melihat penderitaan warga setempat. Selama ini yang ia kenal hanya kebahagiaan istana yang begitu megah.

Sekembalinya ke istana, Pangeran merasa begitu gelisah dan menjadi banyak pikiran. Dalam keadaan seperti itu, ia menyalahkan ayahnya atas apa yang telah diperbuat kepadanya. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, sang Pangeran memiliki ide besar seperti ayahnya, namun dengan arah yang berbeda.

Ide besar itu adalah ia ingin melepaskan seluruh kemewahan istana yang ada pada dirinya dan pergi meninggalkan istana. Ia ingin merasakan penderitaan yang belum pernah ia alami. Hidup dari rasa kasihan dan tidur di emperan jalan pasar yang dekil dan bau.

Sampai suatu ketika, Pangeran merasa tak menemukan pencerahan yang ia cari dari penderitaan tersebut. Baginya, penderitaan begitu menyebalkan. Tak jauh berbeda seperti kekayaan yang tanpa tujuan. Ide besar itu rasanya sia-sia. Ia mulai memikirkan ide besar lain untuk menemukan pencerahan yang dicarinya.

Akhirnya ia memutuskan untuk mandi dan pergi ke sebuah pohon besar, yang dibawahnya ia dapat merenungkan diri. Selama 49 hari di bawah pohon itu, ia mulai menemukan pencerahan yang dicarinya. Dalam pikirnya ia merenung "Orang kaya menderita karena kekayaannya, orang miskin menderita karena ketidakpunyaannya, seorang yatim menderita karena ketiadaan orang tuanya, seorang yang cinta dunia menderita karena kenikmatan dunia."

Dari hasil renungan itu ia menyimpulkan bahwa penderitaan tak dapat dihindarkan, mulai sekarang ia akan belajar bagaimana caranya untuk tidak menolak penderitaan tersebut.

Sumber: The Subtle Art of Not Giving a Fuck (book)

Sabtu, 02 Mei 2020

Berangkat dari Ketidaktahuan


Aristoteles pernah mengemukakan pemikirannya bahwa pada dasarnya, manusia ingin tahu. Namun pemikiran Socrates bertentangan dengan pemikiran Aristoteles, ia mengatakan orang paling bijak adalah ia yang tidak tahu.

Suatu hari murid Socrates bertanya pada Oracle dari Delphi, nenek tua yang diyakini sebagai perpanjangan dewa Apollo. Murid itu bertanya "Wahai Oracle, siapakah manusia yang paling bijak di muka bumi ini?", lalu Oracle menjawab "Socrates, ia adalah manusia paling bijak di muka bumi."

Setelah mendengar jawaban dari Oracle, sang murid langsung menceritakannya kepada Socrates. ia kaget mendengar cerita tersebut. Sebagai seorang "Sophist" yang terkenal akan kebijaksanaan dan sikap skeptisnya, Socrates ingin membuktikan pernyataan Oracle kepada muridnya itu.

Maka dari itu Socrates mencari orang yang lebih "bijak" dari dirinya untuk memberikan sanggahan atas pernyataan Oracle. Setelah melalui perjalanan yang panjang, Socrates menarik kesimpulan bahwa orang yang paling bijak adalah ia yang tidak tahu.

Jika dilihat sekilas, pendapat Socrates dan Aristoteles adalah sebuah kontradiksi. Socrates mengatakan yang paling bijak adalah ia yang tidak tahu. Sedangkan Aristoteles mengatakan pada dasarnya, manusia ingin tahu.

Mungkin ada baiknya kita ambil kesimpulan, sebelum memenuhi nafsu keingintahuan seperti kata Aristoteles. Sebaiknya kesadaran Socrates yaitu merasa tidak tahu lebih didahulukan, agar kita bisa menerima pengetahuan dengan sebaik-baiknya.

Seperti kata salah satu pembicara dalam seminar sebelum memulai seminarnya mengatakan "kalian lihat gelas ini? Jika terisi air dan ditambahkan air lagi, ia akan luber. Agar terisi dengan baik, maka kosongkan dahulu gelas ini."

Pecahkan saja gelasnya, biar ramai!
Selamat Hari Pendidikan Nasional!

Sumber: Paradoks Sokratik