Senin, 24 Februari 2020

Aku Menua

Waktu berjalan dengan normalnya, tapi rasanya cepat sekali. Hari ini umurku bertambah, kepala dua dengan buntut dua pula.

Pagi ini, hujan turun seperti hari-hari kemarin. Udara sejuk mengisi teduh setiap sudut ruang dalam kamarku. Terima kasih Tuhan atas apa yang telah aku terima sampai hari ini, semoga aku tetap selalu bersyukur atas apa yang Engkau berikan padaku.

Terima kasih juga untuk orang-orang yang telah mengajariku banyak hal dan pernah hadir dalam hidupku, semoga kalian sehat selalu.

Selamat hari Senin!

Jumat, 21 Februari 2020

Bahagia, Kita yang Tentukan

Hasil gambar untuk senyum indonesia
src img: mldspot.com

Hasil ujian yang buruk padahal sudah belajar semaksimal mungkin, tidak mendapatkan apresiasi atas apa yang telah kita kerjakan, tidak mendapatkan pekerjaan yang bergengsi, tidak memiliki gadget terkini, sakit yang tak kunjung sembuh.

Beberapa masalah di atas adalah sekian contoh dari sumber depresi kita, manusia. Apalagi mereka yang hidup di kota metropolitan, yang kehidupannya penuh dengan gengsi antara satu individu dengan individu lainnya. Kebahagiaan selalu dikejar, tetapi dalam pengejarannya lupa untuk bahagia.

Stoicism adalah salah satu aliran filsafat yang berfokus pada etika. Aliran ini lahir di kota Athena pada abad ke-3 SM, diambil dari bahasa Yunani yang artinya beranda. Stoicism mengajarkan tentang kesedihan atau kebahagiaan adalah hasil dari persepsi kita sendiri.

"Nothing either good nor bad but thinking makes it so." - Shakespeare.

Hidup ini terdiri atas dua hal, yaitu hal yang bisa kita kontrol dan hal diluar kontrol kita. Pikiran, sikap, yang diucap adalah hal yang masih bisa kita kontrol. Sedangkan takdir (harta, tahta, cinta) adalah hal yang berada di luar kontrol kita.

Kita sering terlalu fokus memikirkan yang berada di luar kontrol kita, angan-angan tentang masa depan yang kita impikan. Nyatanya, terkadang ekspektasi berbanding terbalik dengan realitanya. Kita bersedih karena angan-angan masa lalu.

Umur kita hanya sebatas jagung, sedangkan alam semesta telah ada dari berjuta-juta tahun lalu. Ada hukum alam yang tak dapat kita bantah yaitu takdir. Nasib buruk akan selalu ada, seorang Nabi pun tidak selalu bernasib baik.

Maka dari mana kebahagiaan sesungguhnya? Kebahagiaan sesungguhnya berasal dari persepsi kita atas apa yang kita terima (takdir). agama pun mengajarkan bersyukur atas segala apa yang kita terima.

Seorang tukang parkir yang berpenghasilan pas-pasan dan bersyukur atas apa yang didapatkannya mungkin lebih bahagia dibandingkan seorang direktur sebuah perusahaan besar yang memiliki penghasilan lebih dari cukup tapi selalu merasa kurang atas apa yang didapatkannya.

Orang lain boleh menganggap kita gagal untuk saat ini, tapi kebahagiaan kita tergantung atas persepsi kita melihat kejadiannya, bukan persepsi orang lain. Orang lain saja belum tentu bahagia atas persepsinya, mengapa kita harus mengikutinya?

Karena bahagia adalah pilihan, mari lanjutkan hidup kembali!