Tampilkan postingan dengan label Review Buku. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Review Buku. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 19 September 2020

,

Usaha Dunia Menggoyahkan Angka Digdaya

Saat kita menjelaskan kepada Pemerintah lokal bahwa ada suatu kedai yang menjual bir beracun. Maka Pemerintah lokal akan menjawab "Ya, tapi sebelum kita menghancurkan kedai itu, coba kalian jelaskan secara spesifik apa yang harus dipakai sebagai gantinya" - Herman Daly

Walaupun sudah dipaparkan mengenai kekurangan PDB oleh banyak ahli terutama ekonom ekologi, namun tetap saja masih belum bisa menyadarkan para politisi dan ekonom untuk berhenti menggunakan indikator ini. Herman Daly mengatakan "Tak ada bir yang lebih sedap ketimbang bir beracun". Seakan-akan para politisi dan ekonom saat ini sedang dimabuk angka-angka pertumbuhan ekonomi dengan indikator PDB walaupun mereka tahu bahwa angka-angka ini memiliki banyak kekurangan.

Sejak 1970-an sudah banyak ekonom progresif, LSM, wadah pemikiran dan masyarakat sipil yang berusaha untuk menggulingkan PDB dan menggantinya dengan angka yang lebih baik dengan menambahkan ukuran-ukuran kesejahteraan ekonomi dan kemajuan yang nyata. Hal tersebut menjadi lumrah bagi lembaga-lembaga resmi terutama PBB dan Bank Dunia.

Upaya untuk menghasilkan indikator alternatif ini akhirnya berkembang menjadi debat publik internasional tentang skala dan arti kerusakan lingkungan serta kebijakan-kebijakan yang diperlukan untuk menanganinya. Pada tahun 1972 Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia (Konferensi Stockholm) menjadi awal perjuangan politik lingkungan hidup sampai saat ini. Walaupun tekanan dari gerakan lingkungan hidup semakin menguat, namun lobi-lobi industri kepada Pemerintah Amerika Serikat tetaplah menjadi batu sandungan. 

Perjuangan tersebut akhirnya melahirkan Protokol Kyoto pada 2005 yang saat ini menjadi satu-satunya kesepakatan global mengenai perubahan iklim. Walaupun Pemerintah Amerika Serikat tak pernah secara resmi menandatangani kesepakatan ini.  Beberapa negara pun akhirnya mengundurkan diri dari kesepakatan Kyoto ini, yaitu Brazil, China, India, Afrika Selatan, dan Kanada yang menandai bahwa semakin gelapnya kesepakatan ini dapat terlaksana.

Usaha pertama kali untuk merevisi PDB dilakukan oleh William Nordhaus dan James Tobin pada 1971. Mereka mengembangkan indeks yang disebut Measure of Economic Welfare (MEW). Selanjutnya sepanjang 1970an sampai 1980 ekonom Robert Eisner berusaha untuk perlunya perombakan neraca nasional AS. Penemuannya yang paling terkenal adalah Total Incomes System of Accounts (TISA) yang memperluas dan merevisi ukuran pendapatan nasional secara resmi.  Selanjutnya Herman Daly dan teolog John Cobb untuk pertama kalinya berusaha mengintegrasikan data ekonomi makro, sosial, dan ekonomi pada 1980an yang dinamakan Index of Sustainable Economic Welfare (ISEW).

Selain peneliti dan beberapa wadah pemikiran yang berusaha untuk menggantikan atau memperbaiki PDB. Negara dan lembaga-lembaga negara juga berusaha untuk melakukan revisi maupun mengubahnya. Kerajaan Bhutan mengenalkan "Kebahagiaan Nasional Bruto" pada 1972. Jigme Singye Wangchuck menyatakan bahwa negaranya akan melepaskan diri dari kebijakan ekonomi yang disetir oleh PDB untuk mengadopsi pendekatan yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Buddha.  University of Leicester pada 2006 dalam penelitiannya menemukan bahwa rakyat Bhutan termasuk orang-orang yang paling bahagia walaupun dengan angka PDB yang kecil. Kerajaan Bhutan menempati posisi kedelapan setelah negara-negara dengan angka PDB yang besar.

Bank Dunia juga berusaha memperkenalkan ukuran baru yaitu kesejahteraan sosial. Salah satu indikator yang diperkenalkan adalah simpanan bersih disesuaikan (adjusted net saving) atau genuine saving. Lalu salah satu lembaga di bawah PBB yaitu United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990 memperkenalkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) untuk menolak hegemoni PDB. Presiden Prancis, Nicolas Sarkozy pada 2009 memerintahkan untuk membentuk komisi untuk mengetahui indikator alternatif untuk membuat kebijakan selain menggunakan PDB. Komisi ini mengingatkan agar tidak memadukan semua pengukuran ini ke dalam satu angka tunggal (PDB). Komisi ini mengajukan konsep dasbor. Dimana PDB adalah satu angka tunggal yang menjelaskan kita sudah seberapa cepat melaju. Namun pengemudi yang waras juga harus mengetahui sisah bahan bakar yang tersedia, seberapa jauh mobil masih sanggup berjalan dan sudah seberapa jauh jarak yang ditempuh.

Walaupun begitu, ada beberapa negara yang menolak untuk menerima usulan ukuran alternatif ini. Salah satunya adalah Amerika Serikat. Menurut OECD apabila produksi dan jasa rumah tangga dimasukan ke dalam estimasi resmi maka AS akan dilampaui oleh negara-negara Eropa. Hal tersebut akan mempengaruhi impian ekonomi AS (American Dream). Selanjutnya China, yang memperkenalkan PDB hijau pada 2002. Perhitungan tersebut melibatkan biaya kerusakan lingkungan akibat industri. Namun saat pertama klainya laporan perhitungan tersebut diterbitkan, banyak pemerintahan lokal terutama daerah industri yang menyumbang polusi udara yang tinggi menolak untuk memberikan datanya. Mereka takut hal itu menjadi boomerang yang akhirnya menjatuhkan derajat mereka sebagai pemimpin daerah tersebut.

Sejak 1953, telah dibuatkan pedoman penghitungan PDB untuk internasional yaitu United Nations System of National Accounts (UNSNA , kritikan dari para ekonom ekologi dan pakar lingkungan progresif terus berdatangan. Namun para pengkaji di PBB melakukan serangan balik dengan menolak kritikan tersebut karena para pakar lingkungan itu terlalu memaksakan "ukuran normatif".  Mereka berpendapat bahwa sumber daya alam itu tak pernah dibeli, maka penilaian apapun yang diajukan akan bersifat artifisial dan kontroversial. Maka lebih baik tidak dihitung sama sekali, daripada dihitung tapi melenceng. 

Pada KTT Rio+ 20 Juni 2012, lembaga-lembaga keuangan di dunia menandatangani "deklarasi modal alam" yang berusaha mengintegrasikan penghitungan lingkungan ke dalam operasi keuangan mereka. Namun Greenpeace organisasi lingkungan dunia menyatakan menyatakan kegiatan tersebut akan bersifat spekulatif dan tidak selamanya bijaksana.  Karena mengukur yang tidak dapat diukur akan menjadi absurd dan menghasilkan kesimpulan yang bias. 

Maka dari itu, sampai saat ini PDB masih menjadi salah satu indikator yang sehat walafiat yang digunakan oleh lembaga-lembaga pemerintahan untuk membuat kebijakan yang berkaitan dengan ekonomi. Memang benar, angka itu benar-benar digdaya!

Bersambung...

"Hambatan utama dalam melahirkan perubahan sejati adalah bahwa badan-badan statistik di seluruh dunia dijalankan oleh para ekonom dan ahli statistik, yang dimana mereka bukanlah orang-orang yang nyaman dengan manusia." - Alex Michalos

Sumber: Sejarah dan Realitas Politik di Balik Angka Pertumbuhan Ekonomi, oleh: Lorenzo Fioramonti

Kamis, 06 Agustus 2020

,

Lahirnya Angka yang Digdaya - PDB


Penemuan PDB merupakan
"nuklir" bagi ilmu ekonomi - Alan Atkisson

Produk Domestik Bruto (PDB) yang awalnya disebut Produk Nasional Bruto (PNB), diciptakan oleh ekonom Amerika-Rusia Simon Kuznets dan kelompok kecil peneliti muda pada krisis ekonomi besar yang terjadi pada 1930 yang kita kenal sebagai Depresi Besar (Great Depression). Kuznets dan kelompoknya berusaha menciptakan sistem neraca nasional yang bertujuan untuk mengeluarkan Amerika dari Depresi Besar 1930.

Jauh sebelum Kuznets dan Kelompoknya menciptakan PDB, William Petty seorang dokter tentara inggris, diminta menjalankan sebuah survei sistematis mengenai kesejahteraan negara pada waktu itu Irlandia tahun 1652. Down Survey, penelitian tersebut dinamakan, berhasil menyajikan suatu pengukuran yang mengukur kekayaan sebuah negeri melalui analisis ekonomi yang sistematis.

Kuznets memodernisasi sistem pengukuran kekayaan negara. Pemikiran sederhana Kuznets mengenai PDB adalah "Satukanlah produksi perorangan, perusahaan dan pemerintah dalam satu angka tunggal". Memasuki perang dunia kedua pada 1940an, Pemerintah Amerika ingin memanfaatkan neraca nasional untuk mendukung perjuangan Amerika dalam Perang Dunia II. 

Pasca perang, Amerika dan sekutu keluar sebagai pemenang. Amerika memiliki struktur modal yang kuat, hal ini dipengaruhi oleh perhitungan PNB yang menjaga tingkat konsumsi sipil dalam negeri, tanpa adanya pengalihan penuh industri ke sektor militer. 

Pada 1950an PNB menjadi begitu dominan untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara. PBB pada 1953 mengeluarkan standar perhitungan yang terpengaruh dari metodologi PNB Kuznets. Karena keberhasilan PNB mengeluarkan Amerika dari Depresi Besar 1930 dan menjadi mesin perang Perang Dunia II, banyak elite politik dan pembuat opini saat itu tidak menyadari kelemahan angka-angka ini.

Setelah Perang Dunia II usai, muncul dua raksasa ekonomi dunia, yaitu Uni Soviet dan Amerika Serikat. Perang dingin berlangsung, Uni Soviet sebagai pimpinan blok sosialis menciptakan perhitungan tandingan untuk menandingi PNB, yaitu Produk Sosial Bruto dan Produk Material Neto.

1980an, Gorbachev selaku Presiden Uni Soviet kala itu menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi selama 1920 - 1980an yang dianggap resmi oleh Pemerintah Uni Soviet tumbuh sebesar 8.500 persen. Namun yang sebenarnya terjadi hanya tumbuh sebesar 400 - 500 persen saja. Maka dari itu, Gomkostat selaku badan statistik nasional Uni Soviet meminta bantuan kepada ahli statistik Amerika untuk membantu mereka melakukan transisi ke perhitungan PNB.

Dengan masuknya Uni Soviet ke dalam sistem PNB, angka itupun menjadi ukuran keberhasilan ekonomi yang diterima secara global. Pada 1991 PNB diubah menjadi PDB, Dari "Nasional", produk bruto menjadi "Domestik".

Seperti yang kita tahu, angka PNB merujuk pada seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh pendudukan suatu negara tanpa memedulikan barang dan jasa tersebut dihasilkan di dalam atau di luar perbatasan negara tersebut. Sedangkan PDB merujuk pada seluruh barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu negara tanpa memandang barang dan jasa tersebut dihasilkan oleh warga negara manapun.

Hal tersebut meningkatkan angka PDB yang di interpretasikan sebagai lonjakan ekonomi di negara berkembang. Namun kenyataannya angka-angka itu menjadi semu, dikarenakan peningkatan tersebut dipengaruhi oleh perusahaan-perusahaan multinasional. Hal ini menyembunyikan fakta mendasar "Negara-negara maju sedang mencuri sumber daya milik negara berkembang dan menyebutnya sebagai keuntungan bagi negara berkembang".

Dengan menerapkan kebijakan untuk mempertahankan PDB, sebuah negara tidak hanya akan mendapatkan manfaat ekonomi, tetapi status geopolitis juga ikut meningkat. Hal tersebut memaksakan negara-negara miskin ikut menerapkan perhitungan PDB, yang menjerumuskan negara tersebut ke jurang penyesuaian struktural dan reformasi makroekonomi, yang secara langsung didikte oleh IMF dan Bank Dunia.

Terjadilah sebuah paradoks "PDB dipaksakan juga ke negara-negara miskin, padahal Kuznets sendiri menyatakan bahwa pendekatan PDB jangan pernah diterapkan pada negara-negara yang amat bergantung pada struktur ekonomi informal"

Tak ada PDB, maka tak ada pesta...

Bersambung....

"Kesejahteraan tidak dapat diukur dengan uang atau diperdagangkan di pasar. Ini tentang keindahan lingkungan sekitar kita, kualitas kebudayaan kita, dan terutama, kekuatan hubungan kita. Memperbaiki rasa sejahtera masyarakat kita, saya yakin, merupakan tantangan utama politik di zaman kita" David Cameron (Konferensi Eropa Google Zeitgeist)

Sumber: Sejarah dan Realitas Politik di Balik Angka Pertumbuhan Ekonomi, oleh: Lorenzo Fioramonti

Sabtu, 04 Juli 2020

Who Moved My Cheese?

1*1bmPquZISCSs0tiLdZMgxw.jpeg (512×288)

Kisah Who Moved My Cheese? diciptakan oleh Spencer Johnson. Cerita ini diciptakan untuk membantu dirinya mengatasi perubahan yang terjadi pada hidupnya. Hal ini menyadarkan dirinya untuk bersikap serius dalam merespon perubahan yang terjadi disekitarnya agar mampu fleksibel mengikuti perubahan, bukan kaku menolak perubahan.

Cerita ini menggambarkan tentang labirin yang seperti kehidupan manusia dan tokoh Hem dan Haw dua orang kurcaci yang kompleks dengan akalnya dan Sniff dan Scury dua ekor tikus yang bertindak sederhana. Serta keju yang menggambarkan pekerjaan, organisasi, suatu hubungan, dll.

Kisah berawal dari sebuah labirin yang dihuni oleh Sniff dan Scury, dua ekor tikus yang dimana Sniff memiliki sifat mampu mengendus dengan baik dan Scury yang segera bergegas untuk bertindak. Lalu ada Hem dan Haw, dua orang kurcaci yang dimana Hem memiliki sifat kaku, menolak adanya perubahan dan Haw seorang yang mencari aman demi keberlangsungan hidupnya.

Keempat tokoh ini selalu mencari keju di lorong-lorong labirin yang gelap dan tak menentu. Selalu menggunakan metode trial and error dalam proses pencariannya. Suatu hari keempat tokoh ini sama-sama menemukan chees station c yang berisikan ladang keju besar. Selama berhari-hari mereka selalu kembali ke station tersebut. Tanpa disadari, persediaan keju semakin menipis. Sniff dan Scury menyadari hal tersebut, lalu segera keluar dari station itu dan kembali menyusuri labirin untuk menemukan ladang keju yang baru.

Sedangkan Hem dan Haw kaget ketika melihat persediaan keju di cheese station c yang telah habis. Mereka berdua kalang kabut dan mempertanyakan mengapa keju itu habis dan selalu kembali ke station itu dihari-hari berikutnya.

Sniff dan Scury berhasil menemukan ladang keju yang baru, sedangkan Hem dan Haw tetap meratapi nasib di station c. Sampai akhirnya Haw menyadari bahwa ia tidak bisa seperti itu terus, ia harus move on dan kembali menyusuri labirin yang tak menentu itu untuk kembali menemukan ladang keju agar tetap hidup.

Selama perjalanan menyusuri labirin, Haw selalu menuliskan motivasinya di dinding, dengan maksud apabila Hem berubah pikiran untuk keluar dari station c mampu menemukan jalan yang telah dilalui Haw. Akhirnya Haw menemukan ladang keju baru yang disana telah ada Sniff dan Scury.

Makna dari Cerita
Sniff dan Scury adalah dua ekor tikus yang bertindak sederhana untuk selalu menemukan keju. Sedangkan Hem dan Haw dua orang yang hanya berfokus pada masalah, bukan pada solusi ketika persediaan keju di cheese station c habis.

Walaupun pada akhirnya Haw menyadari hal tersebut dan akhirnya kembali untuk menyusuri labirin untuk menemukan keju. Bagi Haw, terlambat tidak terlalu buruk daripada tidak berubah sama sekali. Haw juga mengajari kita, bahwa menertawai kebodohan kita adalah jalan awal untuk melangkah maju.

Sedangkan Hem, seperti gambaran kebanyakan kita. Yang terkadang kaku, menolak perubahan yang terjadi di sekitar kita dan menyalahkan orang lain atas kehilangan/kegagalan yang kita rasakan. Takut untuk keluar dari zona nyaman.

Buku ini sangat layak bagi gue untuk dibaca dari semua kalangan dari anak-anak hingga dewasa, karena mengajari tentang bagaimana merubah cara pandang dalam melihat suatu perubahan yang terjadi. Apalagi di era globalisasi saat ini yang begitu masif, perubahan hampir terjadi setiap detik!

So, lo tertarik buat baca buku ini? Mari sama-sama temukan keju!

"Apa yang akan anda lakukan, jika anda tidak memiliki rasa takut? - Haw"

Kamis, 02 Juli 2020

Selusin Faktor Krisis Individu oleh Jared Diamond


Jared Diamond adalah profesor geografi di University of California, Los Angeles (UCLA). Beliau pemenang Pulitzer Price atas karya bukunya, yaitu Guns, Germs, and Steel (Bedil, Kuman dan Baja). Selain itu beliau juga menulis buku Upheavel: Bagaimana Negara Mengatasi Krisis dan Perubahan.

Dalam bukunya yang gue sebut terakhir itu, beliau membahas tentang tujuh negara (Amerika, Jerman, Finlandia, Jepang, Indonesia, Chile dan Australia) yang mampu menghadapi krisis masa lalunya. Sebelum menjelaskan bagaimana ketujuh negara itu bergejolak menghadapi krisis. Jared membawa kita pada bab pertamanya dengan mengenalkan krisis individu.

Menurut beliau, krisis individu dan krisis nasional memiliki selusin faktor yang hampir sama. Perbedaannya adalah krisis individu tidak memerlukan kesepakatan bersama yang dimana krisis negara membutuhkan hal tersebut.

Krisis dan tekanan untuk perubahan disebabkan karena faktor eksternal maupun internal. Sebagai contoh, faktor eksternal bagi krisis individu adalah seperti seseorang yang ditinggalkan oleh pasangannya atau dipecat dari pekerjaanya. Sedangkan faktor internalnya adalah seseorang yang tiba-tiba jatuh sakit.

Jared menekankan kata "selektif" agar seseorang individu berhasil mengatasi tekanan internal maupun eksternal. Maksud selektif disini adalah mencari tahu bagian mana dari identitasnya yang harus dibuang atau tidak berguna lagi dan bagian mana yang harus tetap dipertahankan.

Lalu, bagaimana kita mendefinisikan krisis? Asal-usul kata krisis adalah "crisis" yang diturunkan dari kata benda "krisis" dan kata kerja "krino" dalam bahasa Yunani yang memiliki arti: pemisahan, penentuan, pembedaan dan titik balik. Simpelnya ialah proses dimana merasakan diri kita menghadapi tantangan penting yang tidak dapat dilalui dengan metode yang biasa saja. Kita dipaksakan untuk menggunakan metode yang baru untuk menghadapi tantangan tersebut.

Terapi krisis yang telah dijalankan oleh banyak psikolog mengidentifikasi selusin faktor yang membuat seseorang mampu menghadapi krisis tersebut. Berikut beberapa faktor krisis yang dikemukan Jared dalam bukunya Upheavel: Bagaimana Negara Menghadapi Krisis dan Perubahan.

1. Pengakuan Seseorang Berada Dalam Krisis
Untuk menyelesaikan suatu masalah, maka harus ada pengakuan dalam diri bahwa dirinya sedang berada dalam masa krisis. Terkadang beberapa orang sulit menyadari bahwa dirinya dalam kondisi krisis bahkan butuh waktu yang cukup lama. Sehingga pengakuan seseorang berada dalam krisis adalah suatu langkah awal, yang tanpa itu tak akan ada kemajuan untuk menyelesaikan masalah.

2. Penerimaan Tanggung Jawab Pribadi
Setelah mengakui diri berada dalam kondisi krisis, seorang individu harus menerima tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahannya. Bukan malah mengkambingkan orang lain atas masalah yang menimpa kita. "Ya, aku punya masalah, orang lain harus bertanggung jawab atas masalahku". Alangkah lebih baiknya ubahlah mindset dalam kepala menjadi "Ya saya punya masalah, orang lain mungkin dapat membantu saya dalam menyelesaikan masalah ini. Tapi saya adalah satu-satunya orang yang bertanggung jawab atas masalah saya sendiri, bukan orang lain".

3. Membangun Pagar
Sudah mengakui bahwa diri berada dalam kondisis krisis dan sudah menerima tanggung jawab pribadi untuk menyelesaikannya, Selanjutnya pertanyakan dalam diri kita "Apa nilai-nilai dari dalam diri saya yang harus tetap dipertahankan? Apa nilai-nilai dalam diri saya yang harus diubah?". Dari pertanyaannya itulah kita telah membangun pagar untuk fokus merubah nilai-nilai yang harus diubah dalam diri kita.

4. Bantuan dari Orang Lain
"Tapi saya satu-satunya orang yang bertanggung jawab atas masalah saya sendiri, bukan orang lain" bukan berarti kita tidak membutuhkan bantuan orang lain. Jangan bohong pada diri sendiri bahwa kita sebenarnya membutuhkan orang lain untuk membantu kita menyelesaikan masalah, yang salah adalah kita menganggap orang lain adalah pemeran utama dalam drama penyelesaian masalah kita.

5. Orang Lain Sebagai Model
Krisis yang sedang kita hadapi, pastinya pernah dihadapi oleh orang lain. Maka dari itu pelajarilah bagaimana orang tersebut menyelesaikan krisis yang sedang kita hadapi saat ini. Namun, tidak menjiplak seutuhnya, hal tersebut akan dijelaskan pada faktor yang lain.

6. Kekuatan Ego
Kekuatan ego adalah rasa percaya diri yang lebih luas, yaitu ketika kita merasakan tentang diri sendiri, memiliki tujuan dan menerima diri sendiri apa adanya. Kita mampu secara mandiri dan bangga untuk menentukan jalan hidup kita sendiri, tidak peduli dengan persetujuan orang lain untuk keberlangsungan hidup kita. Dengan kekuatan ego tersebut akan dengan mudah mentolerir rasa frustasi dan menemukan solusi-solusi baru untuk mengatasi krisis kita.

7. Penilaian Diri yang Jujur
Kekuatan ego bukan menjadikan kita egosentris yang merasa kita adalah segala-galanya. Kita harus mampu menilai diri kita sendiri secara jujur. Seperti pepatah suku Baduy "Panjang jangan dipotong, pendek jangan disambung". Kalau perlu tertawai kebodohan kita dan lekas memperbaikinya. 

8. Pengalaman Krisis Sebelumnya
Tentunya kita tidak hanya sekali melalui krisis dalam kehidupan kita. Kesuksesan kita dalam mengatasi krisis di masa lalu akan membawa kita lebih percaya diri untuk menghadapi krisis yang kita hadapi saat ini. Kalau kata Tan Malaka "Terbentur, terbentur, terbentuk!". Dengan pengalaman krisis sebelumnya kita akan menganggap bahwa badai akan berlalu dan kita akan baik-baik saja.

9. Sabar
Mungkin faktor ini adalah hal yang paling sulit kita lakukan. Memang kesabaran tidak terbentuk semalam jadi, ia adalah hasil dari proses yang panjang. Untuk menghadapi krisis kita harus mampu menghadapi ketidakpastian, ambiguitas dan kegagalan pada usaha pertama dalam menangani krisis.

Seperti dalam kutipan Al-Quran "Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, jika kaum tersebut tidak berusaha merubahnya" (mohon koreksi kalau salah). Usaha pertama gagal, kedua gagal lagi, ketiga gagal lagi, coba terus sampai kita menemukan metode yang paling tepat. Ingat cerita Thomas Alfa Edison dalam proses penemuan lampunya? Mungkin bisa jadi contoh.

10. Fleksibilitas
Fleksibilitas adalah lawan dari kekakuan, Dimana fleksibilitas kita menganggap tidak hanya satu cara untuk menyelesaikan satu masalah. Sedangkan kekakuan menganggap bahwa hanya ada satu cara untuk menyelesaikan masalah. Apalagi di era yang semakin modern saat ini, teknologi dan budaya berkembang cepat. Maka dari itu diperlukan kepribadian yang fleksibel untuk mengatasi krisis diri.

11. Nilai Inti
Faktor ini menekankan untuk kita mengetahui nilai inti apa yang membentuk identitas kita, entah itu agama, budaya ataupun komitmen. Pada faktor 5, kita telah mengadopsi model orang lain untuk mengatasi krisis kita. Namun kita harus sadar, bagian mana yang harus kita ikuti dan bagian mana yang harus tetap kita pertahankan sebagai pembentuk identitas kita.

12. Bebas dari Kendala
Faktor yang terakhir kebebasan kita untuk memilih metode mana yang harus kita lakukan untuk mengatasi krisis kita dan tidak terikat tanggung jawab terhadap siapapun atas pilihan kita. Dengan begitu kita akan dengan mudah menemukan solusi dalam menangani krisis diri ini.

Itulah selusin faktor yang dikemukakan oleh Jared Diamond dalam bukunya yang gue baca. Menurut gue rasanya mustahil kita bisa menggunakan seluruh faktor yang telah dipaparkan dalam menangani krisis kita. Semoga apa yang gue tulis bisa jadi salah satu rujukan dalam menangani krisis diri yang sedang kita hadapi, apalagi saat ini lagi ramai-ramainnya membahas Quarter Life Crisis.

Jika adalah salah kata-kata atau maksud yang tidak sesuai dari bukunya, dengan senang hati gue persilahkan kalian untuk mengkoreksinya. Sebagai penutup, izinkan gue mengutip kutipan salah satu filsuf barat dalam buku ini:

"Apa yang tidak membunuh kita, membuat kita lebih kuat" - Nietzsche

Sabtu, 06 Juni 2020

Jejak Langkah, menuju Kesadaran Nasional


Setelah melalui Tetralogi Buru sebelumnya, yaitu Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa. Pram melanjutkannya dengan Jejak Langkah di seri ketiganya. Minke mulai menyadari kepentingan dirinya untuk bangsanya, yang belantara itu. Betawi menjadi daerah selanjutnya..

Sesampainya di Betawi, langsunglah Minke menuju STOVIA (School tot Opleiden Van Inlandsche Artsen), sekolah dokter Jawa di Betawi. Kesan pertama yang didapatnya adalah kecewa, karena para calon-calon dokter itu mengejeknya.

Karena saking sibuknya sekolah dokter, ketika waktu pesiar ia hanya mendatangi rumah Ibu Badrun untuk sekedar melepaskan pakaian jawanya. Pertemuan dengan Ang San Mei, membuat Minke jatuh hati, apalagi ia seorang Philogynik yang mengagumi kecantikan wanita. Menikahlah ia dengan Ang San Mei.

Takdir tak berpihak, Ang San Mei, wanita angkatan muda Tiongkok itu meninggal. Minke sungguh kehilangan gadis yang dicintainya. Ia bertekad untuk mewujudkan pesan almarhumah istrinya itu "kau calon dokter, sembuhkanlah bangsamu dari sakitnya, sembuhkan juga jiwanya. Berorganisasilah! karena dengan itu, bangsamu akan kuat, dengan kekuatan raksasa."

Setelah dikeluarkan dari sekolah dokter karena melanggar peraturan, mulailah Minke kembali pekerjaan lamanya, menulis dan juga mulai membangun organisasi. Syarikat Priyayi, organisasi pertama yang berhasil ia bentuk dan juga pertama sebagai representasi pribumi di bumi hindia. 

Tak hanya organisasi, surat kabar pun ia bentuk, "Medan Priyayi" sebagai wadah pribumi. Ditengah jalan Syarikat Priyayi melempem, lalu muncul Boedi Oetomo organisasi priyayi lainnya yang mewakilkan Jawa. Tak sepaham dengan organisasi dengan jiwa bangsa tunggal itu, bersama salah satu temannya, Thamrin Mohammad Thabrie dan Tjipto ia membentuk Syarikat Dagang Islamiyah (SDI). Tak main-main, anggotanya mencapai lima puluh ribu!

Berjalannya waktu, keberadaan SDI membuat para totok Eropa itu risih. Satu persatu permasalahan muncul, walaupun Minke dekat dengan Gubernur Jenderal Van Heutsz. Berselang beberapa tahun, Van Heutsz telah digantikan oleh Idenburg. Minke takpunya lagi seorang yang dapat melindunginya. Ia sadar harus mulai hati-hati menyebarkan berita melalui "Medan".

Pernikahannya dengan Prinses Kasiruta, salah satu anak raja di daerah Maluku yang dibuang ke Jawa, mampu mengisi kesibukan keseharianya. SDI terus berkembang seperti raksasa, masalah pun juga. Teman lama Minke, Robert Suurhof kembali muncul. Sebagai pengusik SDI dengan organisasi premannya, De Knijpers, T.A.I (Anti Inlander), De Zweeper. Walau begitu, Minke selalu aman karena orang-orang kepercayaan yang berada disampingnya, yaitu Wardi, Sandiman dan yang terakhir bergabung sebagai algojo seperti Panji Darman, Marko.

Diakhir cerita, salah satu orang kepercayaannya itu menerbitkan berita yang sangat kontroversial, sebuah kritikan keras terhadap Gubermen. "Gwoblok!" sahut Minke setelah membaca berita tersebut. Pagi itu ia dijemput dan ditahan oleh kepolisian Gubermen, tanpa pamit dengan Prinses Kasiruta, tanpa tahu ia akan dibawa kemana. Seakan-akan yang telah diperjuangkannya selama ini lenyap, seketika.

Sungguh miris nasib Minke, tapi tak ada perjuangan yang memprihatinkan bukan? Bagaimana nasib Minke selanjutnya? Rumah Kaca akan menjawabnya...

"Perdagangan adalah jiwa negeri, Tuan. Walaupun negeri tandus seperti Arab, kalau perdagangan berkembang subur, bangsanya bisa makmur. Biar negeri Tuan subur, kalau perdagangannya kembang kempis, semua ikut kembang kempis, bangsa tetap miskin. Negeri-negeri kecil besar karena perdagangannya, Negeri-negeri besar kecil karena menciut perdagangannya." - Sjeh Ahmad Badjened

Minggu, 31 Mei 2020

Tentang Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat


Dalam buku pengembangan diri yang mewakili generasi ini. Seorang blogger superstar menunjukan pada kita bahwa kunci untuk menjadi orang yang lebih kuat, lebih bahagia adalah dengan mengerjakan segala tantangan dengan lebih baik dan berhenti memaksa diri untuk menjadi "positif" di setiap saat.

Bodo amat? Mungkin yang tergambar dalam benak ketika membaca kalimat tersebut adalah sikap ogah, cuek, malas atau hal negatif lainnya. Bodo amat maksud Mark bukanlah cuek atas permasalahan yang ada, tetapi bodo amat dengan hal-hal yang tidak penting bagi kehidupan kita. Karena sejatinya ketidakpedulian seseorang adalah bentuk kepedulian, maka tidak ada orang yang tidak peduli sama sekali terhadap suatu hal.

Dengan gaya tulisannya yang cukup sinis namun ringan untuk dibaca, serta diberikan contoh tentang pengalaman hidupnya, sehingga ketika membacanya kita akan dapat dengan mudah membayangkan apa yang Mark sampaikan.

Isi buku ini tersaji dalam sembilan bab, yang masing-masing bab dituliskan secara sinis untuk menyadarkan pembacanya, namun juga diselingi komedi yang cukup menggelitik. Mungkin kebanyakan orang yang baca buku ini secara tidak sengaja akan berkata "iya juga ya!".

Inti dari kesembilan bab itu adalah masalah yang datang kepada kita, akan terus ada sampai kapanpun. Akan selalu ada masalah baru ketika kita menyelesaikan masalah sebelumnya. Menurut Mark kebahagiaan adalah ketika kita mampu menyelesaikan masalah tersebut.

Namun, kebanyakan dari generasi ini adalah berusaha menghindari permasalahan itu. Memang, kabur dari masalah itu melegakan, tapi hanya sesaat. Itu seperti bom waktu yang siap meledak kapanpun di masa yang akan datang.

Kalo yang gue tangkep, tulisan Mark dalam buku ini agak nyerempet-nyerempet ke prinsip stoicisme, yaitu jangan berusaha mengendalikan hal-hal yang berada di luar kendali kita. Maka Mark mengatakan "don't give a fuck" pada hal-hal tersebut. 

Singkatnya, buku ini akan ngebuka pemahaman kita bagaimana menjalani hidup yang baik. Terutama untuk tidak merasa insecure ataupun overthinking. Karena semua orang tidak istimewa, maka semua orang berhak hidup bahagia tanpa pengecualian.

"Dalam hidup ini, kita hanya punya kepedulian dalam jumlah yang terbatas. Makanya, anda harus bijaksana dalam menentukan kepedulian anda." - Mark Manson

Jumat, 22 Mei 2020

The Broker

Amazon.com: The Broker: A Novel eBook: Grisham, John: Kindle Store

Joel Backman, pada masa jayanya dikenal sebagai seorang power broker. Ia dipenjara karena dianggap telah menyimpan rahasia yang mengancam keamanan nasional (Amerika Serikat), ia memiliki perangkat lunak canggih yang mampu mengendalikan satelit Neptunus yang canggih, namun tidak diketahui negara mana yang memilikinya. Ia dihukum selama dua puluh tahun lamanya. 
Berselang enam tahun kemudian ia dibebaskan karena pengampunan hukuman yang diberikan oleh Arthur Morgan (Presiden Amerika Serikat) pada jam - jam terakhirnya sebelum meninggakan White House. Keputusan Morgan sangat kontroversial, hingga membuat gaduh publik.

Dibalik pemberian pengampunan tersebut, ada sosok Teddy Maynard, Direktur CIA (Central Intelligence Agency) yang memaksa Morgan untuk mengeluarkan keputusan tersebut. Maynard bersikeras agar Backman dapat segera dibebaskan.

Skenario telah dirancang oleh CIA. Backman akan diselundupkan ke luar negeri, diberi nama baru, identitas baru dan kehidupan yang baru di Italia, tepatnya di Bologna.

Setelah Backman mampu menikmati lingkungan hidupnya yang baru, CIA akan membocorkan keberadaannya kepada pihak - pihak intelejen yang memburunya, seperti Rusia, China, Arab Saudi dan Israel.

Dengan begitu CIA hanya tinggal ongkang-ongkang kaki untuk mengetahui siapa yang memiliki sistem satelit canggih tersebut. 

****

Novel ini keren sih, membahas tentang intelejen dan pelarian diri Backman yang dibalut begitu apik. Dengan latar tempat di Bologna, Italia. John Grisham mengulas satu demi satu secara detail kegiatan Backman selama di Italia.

Kebiasaan - kebiasaan orang italia seperti cara berpakaian hingga makanannya dijelaskan secara rapih. sehingga bagi pembaca mampu membayangkannya.

Karena latar belakangnya sebagai pelobi tingkat tinggi, Backman tak mudah untuk dibohongi oleh para agen CIA, salah satunya Luigi. Backman merancang satu demi satu strateginya untuk meloloskan diri dari Luigi, karena ia tahu ada yang aneh dari pengampunan hukumannya itu.

Rating untuk novel ini? 4,5 / 5, APIK!

Sabtu, 09 Mei 2020

Reformasi Pola Hidup Jepang

Buku Seikatsu Kaizen, karya Susy ONG
"Jepang? Oh negara maju itu. Kudengar negara itu maju karena pola hidupnya baik. Itulah keunggulan mereka, budaya tradisionalnya yang disiplin."

Matahari terbit, bunga sakura, Maria Ozawa, Nobita, Doraemon, dll adalah hal-hal yang identik dengan Jepang. Disiplin, itulah kata yang ada dibenak kepala ketika mendengar kata Jepang.

Kita terkagum-kagum akan budayanya, sistem kereta api yang tepat waktu, masyarakat yang disiplin, etos kerja yang tinggi, hingga tata kelola kota yang baik. Bahkan suatu waktu salah satu kota di Jepang terkena banjir, kita dapat melihat air yang menggenangnya sangatlah bersih.

Seikatsu Kaizen, buku hasil studi pustaka Susy ONG ke perpustakaan di Jepang pada 2014. Menceritakan perjalanan negara matahari terbit itu dari negeri yang tak beradab menjadi negeri yang seperti kita kenal sekarang.

Anggapan umum kita selama ini bahwa kedisiplinan Jepang berasal dari kebudayaan tradisionalnya, dipatahkan oleh buku ini. Abad ke-18, negeri sakura itu sangat tak beradab. Di kereta-kereta orang-orang bertelanjang dada, berganti baju di tempat umum, bahkan ada yang bersenggama dengan pelacur di depan umum.

Pada abad itu pula Jepang tertutup dari dunia luar, negara sekutu meminta kekaisaran untuk membuka pasar agar mereka bisa berdagang disana. Perlahan-lahan pasar dibuka, dan kesadaran muncul bahwa selama ini negeri sakura tertinggal jauh pada segi peradaban dan teknologi dari dunia barat.

Karena kesadaran itu, rekayasa budaya dilakukan. Satu persatu Undang-undang bermunculan yang diterbitkan kekaisaran. Seluruh rakyat diminta untuk bekerja dengan giat dan hidup hemat. Rekayasa agama pun dilakukan, Shinto adalah agama yang dinasionalisasikan dari ajaran Buddha, untuk menghormati para kaisar terdahulu yang telah berjasa kepada negeri Jepang.

Modernisasi menjadi kunci penting. Peran masyarakat juga menjadi sangat penting dalam proses pembaharuan Jepang. Karena apa gunanya beribu-ribu undang-undang diterbitkan apabila tak diterapkan secara konkret bersama-sama.

Melihat hasilnya saat ini, sepertinya bukan tidak mungkin dalam puluhan bahkan seratus tahun ke depan Indonesia mampu menjadi negeri yang makmur dan tertib. Tentu hanya mimpi jika tak dilakukan secara konkret, kita mulai dari diri sendiri. Karena nyatanya kita hanya mampu menerbitkan undang-undang, tetapi belum bisa menjalankannya dengan baik.

Seikatsu Kaizen menjadi buku yang rekomended, penulisan ringan dengan isi yang punya bobot. Covernya juga manis, bagus buat dijadiin pajangan hehe.

Sabtu, 04 April 2020

The Murder of Roger Ackroyd, 1926

Review buku] Pembunuhan Atas Roger Ackroyd, Yang Maha Plot-Twist ...
Cover buku
Pembunuhan atas Roger Ackroyd merupakan salah satu karya novelis ternama Inggris, yaitu Agatha Christie. Buku ini terbit pada tahun 1926 yang menceritakan kehidupan di desa King's Abbot di Inggris yang berlatar belakang di tahun 1920-an.

Pada awal-awal cerita kita akan disajikan penggambaran tentang desa King's Abbot, dimana masyarakat di sana suka sekali bergosip. Salah satunya Caroline, kakak dari Dr. Sheppard (dokter di desa King's Abbot), tanpa keluar rumah pun ia akan mengetahui seluruh informasi di desa entah itu dari Mrs. Garnet ataupun tukang susu di desa itu.

Narator dalam novel ini adalah Dr.Sheppard, ia menceritakan tentang gambaran desanya. Di sana terdapat dua rumah besar milik masyarakat kaya desa tersebut, yaitu King's Paddock milik keluarga Mr. Ferrars dan Frenly Park milik keluarga Roger Ackroyd.

King's Abbot digemparkan dengan kematian Mrs. Ferrars, sang dokter menganggap ia telah mati akibat overdosis Veronal (obat tidur). Misteri bermunculan satu persatu.

Lalu dua hari esokannya, Mr. Ackroyd meninggal dengan belati tertusuk di badannya setelah kunjungan Dr. Sheppard kerumahnya malam itu. Dr. Sheppard mendapatkan telefon kerumahnya, sang penelfon mengaku sebagai Parker (penjaga rumah Mr. Ackroyd).

Misteri kematian Mr. Ackroyd pun menjadi teka-teki, kepolisian pun mengadakan investigasi. Kebanyakan bukti memberatkan kepada Ralph Paton, anak tiri Mr. Ackroyd. Namun, Mrs. Flora merasa bahwa bukan dialah yang membunuh Mr. Ackroyd.

Tak disangka bagai petaka bagi sang pembunuh, di King's Abbot telah kehadiran warga baru yaitu mantan detektif yang telah pensiun. Ia adalah Hercule Poirot, orang Belgia yang memiliki reputasi baik dalam memecahkan masalah besar.

Mrs. Flora memohon kepada Mr. Poirot untuk mencari kebenaran siapa pembunuh sebenarnya Mr. Ackroyd, sang detektif merekrut Dr. Sheppard sebagai asistennya untuk bersama memecahkan misteri pembunuhan tersebut.

Berjalannya waktu demi waktu, dengan keterangan dari segala saksi dan juga bantuan dari Dr. Sheppard. Gambaran pelaku akhirnya sedikit demi sedikit terbentuk. Di akhir cerita, kita akan dikejutkan pelaku sebenarnya. Seakan tak yakin setelah membaca lembar demi lembar dari novel ini.

Satu kata untuk Agatha Christe, salut! ia berhasil membawa pembacanya memasuki plot demi plot yang berakhir dengan twist yang baik. 

Buku ini bisa dibaca lewat e-book pakai aplikasi Ipusnas persembahan dari Perpustakaan Nasional RI. Merci!

Senin, 05 Agustus 2019

Dunia Sophie: Para Filosof Alam

Hasil gambar untuk pra socrates
 
Sebelumnya kita sudah membahas surat orang misterius yang dikirimkan untuk Sophie mengenai “Mitos-mitos”. Kita sudah membaca mengenai bagaimana masyarakat Skandinavia memahami fenomena alam dengan mitos-mitos yang telah beredar, yaitu tentang Thor dan juga Freyja yang dianggap sebagai Dewa dan Dewi kesuburan.

Namun dari beberapa kalangan mulai mempertanyakan mengenai mitos-mitos tersebut. Yaitu para Filsuf yang bermazhab Milethus, mereka ingin penjelasan mengenai fenomena alam tidak melalui cerita-cerita khayalan, tetapi yang mereka ingin dapatkan adalah jawaban yang rasional, yang dapat diterima oleh akal sehat manusia. Maka dari itu banyak orang yang menyebutkan para filosof alam atau filosof Pra-Socrates (sebelum Socrates). 

Thales, Anaximander, Anaximenes
Pertanyaan-pertanyaan pada zaman itu seperti “Apakah zat dasar yang membentuk segala sesuatu?”, “Apakah air dapat berubah menjadi anggur?”, “Bagaimana air dapat menghidupkan seekor katak?”.

Thales adalah filsuf alam yang mengungkapkan segala sesuatu itu berasal dari air. Ia mengungkapkan  pernyataan itu ketika  air surut dari delta di sungai nil, setelah surut maka tumbuhlah pepohonan dan keluarnya cacing dari tanah. Maka sampailah pemikiran Thales bahwa air adalah zat dasar yang membentuk segala sesuatu.

Selanjutnya Anaximander, filsuf alam ini membantah pernyataan Thales bahwa air adalah sumber dari segala sesuatu. Bagi dirinya sesuatu yang telah ada berasal dari sesuatu yang tak terbatas. Air tidak memenuhi pernyataan itu karena api tidak memiliki unsur air, maka sifat air terbatas. Baginya pasti ada sesuatu zat dasar yang tak terbatas sehingga zat tersebut menjadi zat dasar untuk membentuk segala sesuatu.

Anaximenes adalah filsuf alam sekaligus murid dari Thales, tentu saja ia sudah memahami tentang pernyataan Thales bahwa segala sesuatu berasal dari air. Namun ia punya pemikirannya yang berbeda, ia tetap mengakui bahwa air adalah sumber kehidupan. Namun yang menjadi zat dasar bukanlah air, namun udara. Menurutnya Air adalah udara yang diperas maka ia akan menjadi hujan, ketika udara diperas lebih keras lagi maka akan menjadi tanah.  Udara yang dijernihkan adalah api.

Maka kesimpulan dari pernyataan Anaximenes adalah air, tanah, api adalah sumber kehidupan. Tetapi zat dasar untuk membentuk ketiga unsur itu adalah udara.

Parmenides
Orang Elea di Italia Selatan mulai tertarik untuk mencari jawaban tentang apa yang dicari oleh orang Milethus , salah satunya yang paling terkenal adalah Parmenides. Menurutnya segala sesuatu itu berubah secara terus menerus  sesuai apa yang dirasakan oleh indranya, tetapi baginya indranya itu menangkap secara tidak tepat. Maka bagi Parmenides tidak ada perubahan yang factual.

Kamu pasti pernah mendengar kalimat “Aku baru percaya kalau sudah melihatnya”. Parmenides pun tidak akan percaya walaupun sudah melihatnya. Jika disuruh memilih kepada indra atau akalnya ia harus percaya, maka ia lebih memilih untuk percaya kepada akalnya. Ia adalah orang yang rasionalis yang lebih mengutamakan akal budi daripada perasaan atau penangkapan indranya.

Heraclitus
Rekan sezamannya Heraclitus yang berasal dari Ephesus  di Asia Kecil. Baginya alam selalu berubah secara terus menerus, karena itu sifat paling mendasar dari alam. “Segala sesuatu terus mengalir” kata Heraclitus. Kita tidak akan masuk ke dalam sungai yang sama, ketika kita masuk ke dalam sungai untuk kedua kalinya, maka kita atau sungainya telah berubah.

Bagi Heraclitus, dunia itu dicirikan oleh adanya kebalikan. Ada sakit maka ada sehat, jika kita tidak mengenal kesedihan maka kita tidak akan tahu rasanya bahagia. Yang baik maupun buruk punya tempat masing-masing, tanpa pengaruh kedua hal tersebut maka dunia ini tidak akan pernah ada.

Maka dari segala perubahan yang terus terjadi pada alam, menurut Heraclitus ada satu “entitas” atau kesatuan yang menjadi sumber dari segala sesuatu, dinamakannya Tuhan atau “Logos”.

Kedua filsuf itu antara Parmenides dan Heraclitus mempunyai pendapat yang berbeda. 

Parmenides
  • Segala sesuatu tidak dapat berubah
  • Yang lebih percaya kepada akal budinya atau rasionalismenya, sedangkan
Heraclitus
  • Segala sesuatu mengalir terus atau berubah
  • Yang lebih percaya pada penangkapan indranya.
Empedocles
Ada seorang jenius yang mampu membuat kesimpulan dari kedua filsuf yang silang pendapat itu, ia adalah Empedocles dari Sicilia.

Bagi Empedocles mereka berdua betul dalam satu hal namun salah dalam penegasan yang lain. Penyebab dari pertentangan dua filsof itu adalah sama-sama mengemukakan adanya hanya satu unsur. Kesenjangan antara apa yang dikemukakan akal dan apa “yang dapat kita lihat dengan mata kita sendiri” tidak akan dapat disatukan.

Air jelas tidak dapat berubah menjadi ikan atau kupu-kupu. Air murni akan tetap menjadi air murni, maka dalam hal ini Parmenides benar, bahwa tidak ada yang berubah.

Namun kita harus tetap harus percaya dengan apa yang indra kita lihat bahwa alam itu berubah, maka ia sependapat juga dengan Heraclitus. Namun yang salah dari Heraclitus ia hanya menaruh satu unsur saja. Karena tidak mungkin air akan berubah menjadi seekor ikan.

Maka dari itu Empedocles percaya bahwa segala sesuatu yang ada di dunia terdiri dari empat unsur, yaitu: air, api, tanah, dan udara. Segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah pencampuran dari keempat unsur ini. Namun ketika sebatang bunga atau seekor binatang mati, maka keempat unsur itu tadi akan berpisah dan menyatu lagi menjadi bentuk yang lain.

Kita ibaratkan seperti lukisan, kita hanya membutuhkan warna merah, hijau, biru untuk menghasilkan warna yang lain.

Empedocles percaya bahwa ada dua kekuatan yan bekerja di alam, yaitu cinta dan perselisihan. Cinta mengikat segala sesuatu, sedangkan perselisihan memisahkannya.

Anaxagoras
Filsuf lain yang tidak setuju bahwa air adalah sumber dari segalanya ialah Anaxagoras,dan dia juga tidak setuju bahwa air, tanah, api, dan udara dapat membentuk tulang. ia adalah filsuf pertama yang terdengar dari Athena.

Menurut ia, adalah partikel-partikel kecil yang membentuk segala sesuatu, seperti ketika kita meminum susu maka terdapat partikel yamg paling kecil dari susu yang menjadi bahan dasar untuk membentuk tulang.

Sampai saat ini para filsuf sudah sampai pada adanya partikel-partikel kecil yang akan berakhir bahwa terdapat unsur paling kecil dari sebuah benda yang kita kenal sampai saat ini dan ditemukan oleh seorang filsuf. Terima kasih.

Senin, 29 Juli 2019

Dunia Sophie: Mitos-mitos

Hasil gambar untuk mitos thor

Sophie yang akhir-akhir ini sering mendapatkan surat dari orang misterius itu, jadi mulai terbiasa dan terbuka pikirannya tentang untuk apa ia ada di dunia ini? dan dari mana asalnya dunia ini? Sore itu Sophie mendapatkan amplop coklat untuk dirinya, ya orang misterius itu mengirimkan surat lagi dan memberikan les filsafat seperti biasanya.

Gambaran Mitologis Dunia

Kita dari kecil sudah sering mendengarkan mitos-mitos mengenai apapun, dan hal tersebut sudah terjadi ribuan tahun lalu di zaman yunani kuno. Kita akan mengambil salah satu contoh mitos yang beredar di Skandinavia ratusan tahun lalu yaitu tentang Thor.
Bangsa Viking di Norwegia kala itu mengenal mitos tentang adanya Thor, seorang dewa yang menaiki kuda dan memiliki palu ajaib. Mereka percaya bahwa Thor adalah dewa kesuburan. Ketika halilintar lewat di atas langit, yang mereka percayai adalah Thor dengan mengendarai kudanya sedang melintasi langit, setelah kilat itu menyalak maka hujan pun akan turun dan membasahi bumi sehingga tanaman-tanaman akan tumbuh subur.

Diluar itu, bangsa viking percaya bahwa mereka hidup dibayang-bayangi oleh kekuatan jahat. Mereka membaginya menjadi tiga alam, manusia hidup di alam tengah-tengah atau Midgard. Para dewa yang baik hidup di alam dalam yaitu Asgard, dan para raksasa jahat hidup di alam luar yaitu Utgard. 

Mitos yang paling dikenal kala itu ialah Syair Thrym. Diceritakan ketika Thor terbangun dari tidurnya dan mendapati palunya sudah tidak ada. Ia segera mendatangi ajudannya yang bernama Loki dan berprasangka bahwa palunya telah dicuri oleh raksasa jahat Thrym. Loki langsung mendatangi Freyja yang dikenal sebagai dewi kesuburan yang memiliki sayap, untuk meminjam sayapnya dan terbang menuju Jotunheim, istana para raksasa.
Sesampainya di Jotunheim, Loki menanyakan kepada Thrym mengenai palu Thor yang dicuri olehnya, raksasa itu mengakui telah mencuri palu Thor dan telah dikubur di bawah tujuh lapisan bumi. Thrym sebagai pimpinan para raksasa memberikan syarat kepada Loki apabila palu Thor ingin dikembalikan maka kerajaan para dewa harus menyerahkan Freyja untuk dinikahinya.

Sesampainya di Utgard Loki segera memberi tahu kepada Freyja agar segera mengenakan gaun pengantin dan menikahi Thrym. Tentu ini kabar buruk, karena apabila Freyja menikahi raja raksasa itu maka tumbuh-tumbuhan di bumi tidak akan tumbuh. Namun apabila ia tidak menikahi raja raksasa maka palu Thor tidak akan kembali, padahal palu itu salah satu senjata untuk melawan para raksasa.

Lalu dewa Heimdall mendapatkan sebuah gagasan agar Thor didandani layaknya seorang wanita untuk menyamar sebagai Freyja. Pada hari pernikahan Thrym mulai curiga karena ketika hidangan disuguhkan, mempelai wanita ini makan banyak sekali daging kambing dan bir, lalu ketika ia melihat dibalik pakaiannya matanya amatlah merah. Namun Loki mampu meyakinkan kepada Thrym bahwa wanita ini adalah Freyja.

Ketika Thrym menyuruh anak buahnya untuk mengambil palu dan menaruhnya, dengan segera Thor bangkit dan mengambil palu itu dan membunuh para raksasa yang hadir saat acara pernikahan itu. Dengan kembalinya palu tersebut maka tumbuhan di bumi kembali subur.

Makna dari Semua itu

Mitos-mitos itu menggambarkan tentang keseimbangan antara kekuatan baik dan jahat yang tak mampu dijelaskan kepada manusia saat itu, sehingga lahirlah mitos itu untuk menjelaskan secara mudah kepada orang-orang. Maka kala itu lahirlah ritual-ritual agar tumbuh-tumbuhan mereka dapat tumbuh subur, yaitu dengan menyerahkan daging kambing kepada para dewa-dewa untuk menambah kekuatannya sehingga mampu melawan para raksasa jahat.

Kehadiran Para Filosof

Orang-orang yang tidak mempercayai kebenaran dari mitos itu ialah para filosof yang selalu mempertanyakan tentang suatu peristiwa yang terjadi di dunia, dan mereka ingin mengetahui penjelasannya secara alamiah, bukan dari kekuatan supranatural. Maka dari itu para filosof mencari jawaban-jawaban tersebut dan ingin membuktikan kepada orang-orang secara ilmiah sehingga mitos-mitos tersebut dapat dipatahkan.

Kita di Indonesia juga sering mendengar mitos yang serupa bukan? seperti para petani yang melakukan ritual Wiwitan yang dilakukan petani di Kulonprogo. Kehadiran mitos-mitos itu menurutku niatnya baik namun kita juga harus menangkapnya secara rasional, seperti "Kalau menyapu tidak bersih nanti dapet jodoh bewokan", "Jangan bangun kesiangan, nanti rejekinya dipatok ayam". Mitos-mitos itu punya tujuan yang baik untuk mengingatkan kita ke arah yang lebih baik.

Maka dari itu kuharapkan kita semua mampu lebih bijak ketika mendengarkan cerita-cerita sehingga kita dapat melihat "inti" dari cerita tersebut. Salam!

Minggu, 28 Juli 2019

Dunia Sophie: Pengertian Filsafat hingga Makhluk Aneh

https://static.republika.co.id/uploads/images/inpicture_slide/-ilustrasi-manusia-_190218104104-727.png

 Apakah Filsafat Itu?

Mungkin kita kerap berpikir mengapa ada orang yang mempelajari filsafat, mengapa ia mempelajarinya? Apakah bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari? Filsafat masih dianggap tabu bagi sebagian orang, mungkin karena dari berfilsafat kurang menghasilkan uang atau efek langsung bagi dirinya.

Pernahkah kamu melihat orang yang mengoleksi koin-koin kuno? Namun tidak semua orang tertarik untuk mengoleksi koin kuno. Setiap orang memiliki ketertarikannya masing-masing. Seperti ini, apabila aku menyukai sebuah kamera analog, apakah aku harus memaksakan orang lain untuk menyukainya juga? Itu tidak mungkin. Lalu adakah ketertarikan semua orang pada satu hal?

Mungkin ketika kamu menanyakan pada orang yang sedang kedinginan, ia akan tertarik pada selimut untuk menghangatinya atau ketika kamu tanyakan kepada orang yang sedang kesepian maka ia akan tertarik untuk ditemani orang lain. Namun ketika semua hal itu telah terpenuhi, apakah mungkin ketertarikan itu terus ada?

Manusia tidak hanya membutuhkan nasi semata, karena sudah pasti setiap orang membutuhkan nasi untuk makan, dan tiap manusia membutuhkan cinta dan perhatian. Namun ada hal yang paling dasar dibutuhkan oleh setiap orang, yaitu mengapa kita ada di dunia dan siapakah kita?

Maka seperti itulah filsafat bekerja, selalu menanyakan untuk mengetahui keberadaan sesuatu. Bukan penghargaan yang dicari dalam berfilsafat, namun kebijaksanaan dalam menjalani hidup adalah tujuan utama dari mempertanyakan hidup ini.

Makhluk Aneh

Jika kamu membaca postinganku Dunia Sophie: Topi Pesulap. Kita bagaikan seekor kutu yang berada di bulu-bulu kelinci yang tiba-tiba muncul di topi seorang pesulap. Ketika lahir, kita berada diujung bulu-bulu tersebut untuk mengetahui bagaimana sang pesulap mampu mengelabui para penonton dan memunculkan seekor kelinci di topinya yang sebelumnya kosong.

Mari kita bermain dengan pikiran kita. Pagi itu Ayah, ibu, dan anaknya sedang sarapan di meja makan. Ketika ibu sedang sibuk di dapur untuk memasak, sang ayah dengan tiba-tiba saja melayang di udara dan menunjukannya kepada si anak. Anak kecil itu tentu akan berteriak "wah ayah terbang, hebat!" lalu sambil bertepuk tangan dengan senangnya. Ketika ibu kembali ke meja makan, si anak memberitahukan kepada ibunya bahwa ayah baru saja melayang-layang di udara. Bagi ibu, hal tersebut adalah mustahil dapat dilakukan oleh seorang manusia, karena ia sudah tahu bahwa manusia tidak bisa melayang-layang begitu saja.

Tiba-tiba saja ayah melakukan aksinya lagi melayang-layang. Bagaimana respon ibu? sudah pasti kaget bahkan pingsan! Mengapa terjadi dua respon yang berbeda antara ibu  dengan si anak? Karena si anak belum mengetahui bahwa manusia tidak bisa terbang sedangkan ibu sudah terbiasa mengetahui bahwa manusia itu tidak bisa terbang. TERBIASA! ya memang karena terbiasa maka kita akan menghentikan pertanyaan-pertanyaan dan menganggap bahwa dunia ini biasa-biasa saja.

Maka dari itu seorang filsuf itu layaknya anak kecil, ia melihat dunia dan seisinya dengan cara yang tidak biasa. Baginya banyak hal yang harus dicari jawabannya, karena dengan begitu kita mampu menggali apa yang menjadi rahasia di dunia dan menggalinya sampai ke dasar-dasarnya. 

Pesan untuk Kita Semua

Menjadi terbiasa memang baik terkadang, namun lihatlah suatu hal dengan cara yang tidak biasa. Ketika orang lain melihat sebuah gelas dari sebelah timur, maka lihatlah juga dari sisi sebelah barat atau arah lainnya. Mungkin terdapat hiasan-hiasan tersembunyi dari apa yang kita ketahui sebelumnya.

Kamis, 25 Juli 2019

Dunia Sophie: Topi Pesulap


Pernahkah kamu melihat atau menonton di internet pertunjukan seorang pesulap mengeluarkan seekor kelinci dari topinya yang sebelumnya telah diperlihatkan bahwa tidak ada kelinci di dalamnya? Tentunya kita telah tahu bahwa pesulap itu hanya melakukan sebuah trik tipuan, tidak serta merta secara ajaib kelinci itu muncul. Kita sebagai manusia pada umumnya tentu akan bertanya-tanya "bagaimana pesulap itu melakukan triknya?". Tapi apakah kelinci itu akan bertanya-tanya seperti kita, bagaimana ia tiba-tiba ia bisa muncul di dalam topi itu?

Umpamakan topi pesulap adalah alam semesta dan kita berada dibalik bulu-bulu kelinci. Kita terlahir berada di ujung bulu tersebut dan mempertanyakan segala sesuatu. Apakah bayi ketika lahir telah memiliki pengalaman? tentu belum. Ketika bayi itu tumbuh menjadi anak-anak kita akan melihat bagaimana ia akan takjub ketika melihat seekor anjing dan meneriakinya "guk guk", mungkin kita sebagai orang dewasa akan berkata dalam hati "hei, sudahlah itu hanya seekor anjing", karena orang dewasa sudah terbiasa melihat seekor anjing dalam hidupnya sedangkan bagi anak kecil anjing itu adalah hal yang baru dilihatnya sehingga ia penasaran dan ingin tahu. Semakin tumbuh anak kecil itu menjadi dewasa maka ia akan belajar "bagaimana melewati seekor anjing tanpa menarik perhatiannya.". Itulah yang terjadi, semakin tumbuh seseorang menjadi dewasa maka rasa penasarannya akan semakin berkurang, karena dunia menjadi biasa dan kita yang berada di ujung bulu kelinci akan masuk lebih dalam ke bulu-bulu kelinci yang nyaman.

Itulah yang menjadi pekerjaan rumah untuk aku, kamu, dan kita. Menaiki kembali bulu-bulu kelinci itu sampai keujungnya dan menerangkan diri kita kembali dengan rasa ingin tahu yang lebih luas dan meninggalkan kenyamanan yang mematikan rasa ingin tahu kita

Mari kita naiki bulu-bulu itu bersama-sama.

Minggu, 12 Mei 2019

Review Buku Negeri di Ujung Tanduk

Judul: Negeri di Ujung Tanduk
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Gramedia Pustaka Tama
Jumlah Halaman: 359

Awalnya ngga ada niatan untuk baca buku ini, tapi entah apa yang menuntun gue untuk akhirnya baca buku ini. Di cover belakang buku ini tertulis "Sekuel NEGERI PARA BEDEBAH" sedangkan gue belum baca buku Negeri Para Bedebah. Jadi, semoga gue masih paham sama alur cerita dari Negeri di Ujung Tanduk ini yoww.

Isi Buku
Thomas merupakan seorang ahli ekonomi yang membuka jasa konsultasi di negeri ini. Thomas juga membuka unit baru dalam bisnis jasanya, yaitu jasa konsultan politik. Mungkin bagi para politikus yang ingin memenangi pemilihan entah itu Pemilihan Eksekutif ataupun Pemilihan Legislatif, dapat menggunakan jasa Thomas. Karena dirinya telah terbukti memenangi pemilihan Gubernur di dua daerah.

Alur cerita berjalan dari Thomas melakukan kegiatan pertarungan untuk menantang petarung dari Hongkong, yaitu Lee.  Thomas melakukan pertarungan tersebut di salah satu hotel bintang lima yang ada di Makau. Bermula dari Makau inilah adegan demi adegan layaknya film action dimulai.

Kejadian demi kejadian berlangsung, dari penculikan yang dilakukan pasukan anti teror Hongkong di atas kapal yacht hingga aksi pelarian yang begitu menegangkan.

Isi yang ada di buku ini juga hampir mirip sama di dunia nyatanya sih, tentang kegiatan aparat yang korup. Manis di depan layar televisi padahal aslinya busuk. Thomas sebagai konsultan politik salah satu calon kandidat presiden harus mengeluarkan seluruh kemampuannya untuk menumbangkan lawan politiknya yang bermain secara 'kotor'. Bagi Thomas melawannya dengan cara kotor juga tidak ada salahnya. 

Bahasa yang dipake sama Tere Liye di buku ini simpel dan ngga bertele-tele. Jadi para pembacanya dapat dengan mudah memahami isi cerita dari buku ini. Namun yang kurang adalah plotnya yang kalo dimasukin ke dalam film menurut gue bakal ngebosenin dan gampang ketebak banget. Mungkin yang bakal jadi obat dari bosen itu ya aksi pelarian dan aksi-aksi menegangkan lainnya yang disajiin dalam buku ini.

Kesimpulan yang gue ambil, Tere Liye menyampaikan pesan kepada pembacanya agar lebih peduli terhadap kondisi negeri ini. Terlihat dari kata-kata yang ada di cover belakang, yaitu

Di Negeri di Ujung Tanduk
Para penipu menjadi pemimpin, para pengkhianat menjadi pujaan
Bukan karena tidak ada lagi yang memiliki teladan
Tapi mereka memutuskan menutup mata dan memilih hidup bahagia sendiri

Nilai keseluruhan dari gue untuk buku ini adalah 8/10. Walaupun plotnya yang gampang ketebak dan begitu-gitu aja. Tapi penggunaan bahasa dan juga pesan yang pengen disampaikan dapet sih.

Sekian, Wassalam.
Happy reading hooman!

Minggu, 14 April 2019

Rindu, Menuju Tanah Suci


"Apalah arti memiliki, ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami" - Tere Liye - Rindu

Mendengarkan kata rindu sebagian orang akan berkhayal tentang kisah sepasang kekasih yang tak kunjung bertemu. Namun, Tere Liye mengemas kata "Rindu" menurut hemat gue dalam buku ini ialah, rindu diri seseorang atas keteguhan hatinya dalam menjawab kegelisahan hidupnya. Rindu kepada-Nya yang maha mengetahui dunia dan segala isinya. Falsafah hidup banyak tertanam di dalam buku ini.

Buku ini berlatar waktu tahun 1938, sebagian umat muslim di Nusantara kala itu melaksanakan kegiatan Ibadah Haji. Di zaman itu perjalanan haji masih menggunakan kapal laut, belum ada pesawat komersil seperti saat ini. Setelah baca, gue jadi flashback buku Buya Hamka yang pergi haji pake kapal laut juga. Pelabuhan Batavia, Banda Aceh, Kolombo adalah pelabuhan yang wajib dilabuhi kapal yang hendak menuju Jeddah, Arab.
Waktu satu dua hari tidak cukup untuk kapal mengarungi samudra luas, tentu kapal bagai kampung terapung di dalamnya. Para penumpang mau tidak mau, sungkan tak sungkan, harus saling mengenali agar perjalanan berminggu-minggu itu tidak membosankan.

Di atas kapal Blitar Holland, para penumpang membawa pertanyaan masing di kepalanya mengenai hidup. Dari mengenang masa lalu yang kelam sehingga merasa pantaskah dirinya menginjak tanah suci? Lalu, dendam kepada orang yang seharusnya disayangi (orang tua), hingga akhirnya dendam itu lumat dengan mudah karena ketulusan maaf. Takdir yang tak pernah tertukar dan akan datang kepada pemiliknya. Serta bagaimana melihat suatu kejadian jangan hanya dari satu sisi saja (ini bikin ingat pesan yang ada di buku Rembulan Tenggelam di Wajahmu karya Tere Liye). Semua pertanyaan itu dapat dijawab oleh Gurutta. Siapa sangka, Gurutta yang mampu menjawab semua pertanyaan itu, malah tidak mampu menjawab pertanyaan batinnya sendiri. Ia merasa, setelah menulis tentang kemerdekaan adalah hak segala bangsa, apakah pantas dirinya disebut pengecut ketika ia sendiri tidak terjun langsung ke medan perang. Dalam kasus ini tergambarkan, seorang ulama juga manusia biasa seperti umumnya, memiliki pertanyaan yang dirinya sendiri tak bisa menjawab Malah, jawaban itu didapat dari Ambo Uleng, kelasi kapal yang baru belajar agama beberapa hari di atas kapal.

Anna dan Elsa, dua kakak beradik yang membuat suasana kapal selalu dipenuhi gelak tawa. Ayah mereka Daeng Andipati, pengusaha dan orang terpelajar yang dipandang di daerahnya, Makasar. Gurutta, Ulama besar di Makasar yang sudah tidak diragukan lagi kemahsyurannya. Ambo Uleng, pemuda pendiam yang mendaftarkan diri menjadi kelasi bukan untuk mendapatkan uang, ia hanya ingin pergi sejauh mungkin untuk mengubur kenangannya. Mbah kakung dan mbah putri, dua lanjut usia yang amat romatis. Bonda Upe, guru mengaji anak-anak di atas kapal. Bapak Soerjaningrat dan Mangoenkoesoemo, dua terpelajar yang menjadi guru dadakan di atas kapal. Kapitein Phillips, Ruben, dan Chef Lars, totok Belanda yang melayani mereka di atas kapal, dan Sergeant Lucas, tentara Kerajaan Belanda yang penuh dengan kekhawatiran terhadap Gurutta.

Terima kasih Tere Liye atas karyanya, terima kasih perpustakaan kampus atas pinjaman bukunya, Dankjewel Blitar Holand atas perjalanannya!

"Saat kita memutuskan memaafkan seseorang, bukan persoalan orang itu salah dan kita benar. Apakah orang itu jahat atau aniaya. Bukan! Kita memutuskan memaafkan seseorang karena kita berhak atas kedamaian di dalam hati. (Halaman 374)"

Sabtu, 06 April 2019

Rembulan Tenggelam di Wajahmu

Rembulan Tenggelam di Wajahmu - Tere Liye
Tutup mata kita. Tutup pikiran kita dari carut marut kehidupan. Mari berpikir takjim sejenak. Bayangkan saat ini ada satu malaikat bersayap indah datang kepada kita, lantas lembut berkata "Aku memberikan kau kesempatan hebat. Lima pertanyaan untuk bertanya tentang rahasia kehidupan, dan aku akan menjawabnya langsung sekarang. Lima pertanyaan, lima jawaban. Apakah pertanyaan pertamamu?"

Diatas adalah penggalan kalimat di sampul belakang novel ini. Lagi-lagi awalnya gua pikir buku ini akan ngebahas roman remaja. Tapi, ternyata isinya ngebahas tentang kehidupan, yang dimana ada beberapa pertanyaan yang sering orang-orang tanya juga dalam kehidupannya.

Awal-awal gue sempet bingung sama alur cerita di novel ini, tapi kok makin nge-twist ya plotnya? Namun, terbayar sudah pertanyaan gue itu sesudah selesai baca buku ini. 

Tokoh utama dari novel ini adalah Reihan atau Ray. Anak yatim-piatu yang sudah terdidik keras di Panti Asuhannya. Reihan sering kali melawan bapak panti, bukan tanpa alasan Reihan melawan. Reihan melawan karena bapak pengurus panti itu akan berlagak sok suci di depan para dermawan yang akan memberikan donasi, berharap agar mendapatkan donasi, dan uang tersebut digunakannnya untuk naik haji. Karena sikap melawannya, Reihan sudah biasa terkena cambuk rotan oleh bapak pengurus panti tersebut. Akhirnya, suatu hari Reihan merencanakan untuk melarikan diri dari Panti Asuhan tersebut agar dirinya dapat hidup bebas tanpa kekangan dari bapak pengurus panti.

Setelah melakukan pelarian tersebut, dimulailah kisah asam manis kehidupan Reihan di lingkungan yang amat keras. Dimulai dari terminal, lapau-lapau tempat judi, rumah singgah, bertemu Plee merencanakan untuk merampok berlian seribu karat, membangun imperium bisnisnya hingga bertemunya dengan sosok wanita di gerbong makan. 

Ada lima pertanyaan yang diajukan Rey kepada seorang yang berjawah menyenangkan, dan akan dijawab lima pertanyaan tersebut dengan penjelasan sangat rinci. 

Pertanyaan pertama, apakah kita memang tidak pernah memiliki kesempatan untuk memilih saat akan dilahirkan?

Pertanyaan kedua, apakah hidup ini adil?

Pertanyaan ketiga, kenapa langit tega mengambil kebahagiaan seseorang? Kenapa takdir menyakitkan itu harus terjadi?
 
Pertanyaan keempat, setelah mendapatkan semuanya, kenapa hidup ini terasa kosong, hampa?

Pertanyaan kelima, kenapa aku harus merasakan sakit yang berkepanjangan? kenapa langit tidak mengambilku saat ini juga sehingga tidak merasakan sakit seperti ini?

Dengan amat rinci, seorang yang berjawah menyenangkan itu menjelaskan jawaban kepada Rey atas lima pertanyaan itu.
Setelah mendapatkan jawaban atas lima pertanyaan itu, Ray akan mendapatkan waktu lima hari untuk memperbaiki segalanya. Untuk menyiapkan bekal perjalanan jauh yang abadi.

Terima kasih kepada Perpustakaan Kampus yang telah menyediakan dan meminjamkan buku ini kepada gua.

Sekian, Wassalamualaikum!

Mengapa Tuhan memudahkan jalan bagi orang orang jahat? Mengapa Tuhan justru mengambil kebahagiaan dari orang-orang baik? Itulah bentuk keadilan langit yang tidak akan pernah kita pahami secara sempurna. Beribu wajahnya. Berjuta bentuknya. Hanya satu cara untuk berkenalan dengan bentuk-bentuk itu. Selalulah berprasangka baik. Aku tahu kata-kata ini tetap saja sulit dimengerti. Aku sederhanakan bagimu, Ray. Maksudnya adalah selalulah berharap sedikit. Ya, berharap sedikit, memberi banyak. Maka kau akan siap menerima segala bentuk keadilan tuhan.
- Seorang yang berwajah menyenangkan

Sabtu, 23 Maret 2019

Empat Dunia dalam Satu Wadah (BUMI)

Novel terakhir kali yang gua baca adalah Tetralogi Pulau Buru-nya Mas Pram a.k.a Pramoedya Ananta Toer dengan judul Anak Semua Bangsa, yang mau baca tulisan gua tentang buku tersebut, silahkan cek, Anak Semua Bangsa, Bagian dari Tetralogi Pulau Buru.

Dan akhirnya beberapa hari kebelakang gua berkesempatan untuk membaca novel kembali yaitu BUMI, karangan penulis Tere Liye yang buku-bukunya sering banget best seller. Don't judge a book by it's cover, ya kalimat itu yang pantas menjadi tamparan buat gua. Karena awalnya gua kira novel ini akan membahas tentang segala masalah percintaan, namun setelah membaca novel ini, semua perkiraan gua hanyalah labeling yang tidak patut untuk ditiru, hehe. 

 

Novel ini mengisahkan seorang remaja yang bernama Raib, usianya 15 tahun. Memiliki dua ekor kucing yaitu si putih dan si hitam. Awalnya Raib merasa kehidupannya normal seperti remaja lainnya, namun semua berubah ketika dirinya menyadari keanehan itu pada saat umur 15 tahun.

Pada saat berumur 22 bulan, Raib dapat menghilang hanya dengan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan dan semua itu baru ia sadari ketika dirinya tumbuh menjadi remaja. Sejak kecil Raib memang sudah memiliki kucing yaitu si putih dan si hitam, kedua kucing itu didapat atas kado ulang tahunnya yang ke-9. Namun, kedua orang tuanya hanya mengetahui kalau Raib hanya memiliki satu ekor kucing, yaitu si putih. 

Selain si hitam dan si putih, Raib juga memiliki teman di sekolahnya yaitu Seli. Mereka berdua sering menghabiskan waktu bersama di sekolah. Adapula Ali yang terkenal murid paling susah diatur di sekolah namun memiliki otak yang brilian. Seli dan Raib sering kali merasa sebal terhadap Ali atas tindakannya yang membuat emosi tak tertahan. Oiya, ada juga Miss Keriting yaitu guru Matematika mereka di sekolah yang terkenal karena galak.

Semua masalah dimulai pada saat peristiwa gardu listrik dekat kantin meledak, dari peristiwa tersebut segala petualangan dalam cerita di novel ini semakin membuat pembacanya penasaran untuk segera menyelesaikan novel ini.

Ada hal yang gue bisa ambil dari cerita fiksi karangan Tere Liye ini, bahwa:

Kekuasaan yang didasarkan pada kekuatan tanpa diimbangi dengan pengetahuan dan kebijaksanaan. Maka, akan berakhir menjadi keserakahan. Dan balas dendam adalah reaksi manusia yang paling buruk.

Dan ada satu kalimat dari Miss Keriting a.k.a Miss Selena yang keren menurut gua, yaitu:
 Apapun yang terlihat, boleh jadi tidak seperti yang kita lihat. Apapun yang hilang, boleh jadi tidak lenyap seperti yang kita duga. Ada banyak sekali jawaban dari tempat-tempat yang hilang - Tere Liye
Yang keren lagi adalah, nama keluarga Ilo ternyata merujuk pada kata Ilo, Vey, Ou atau I Love You yang disingkat menjadi Ily yang juga anak dari Ilo.

Akhirnya, pada siapapun yang punya novel lanjutan dari ini yaitu, BULAN. Maka, berlapang dadalah untuk meminjamkannya kepada gua, hehe.

Sekian!

Kamis, 07 Februari 2019

Memahami Makna Hidup sebagai Alasan untuk Tetap Hidup.


Viktor Emil Frankl adalah seorang psikoterapis dari Wina yang juga korban dari Holocaust. Ia mendirikan aliran Logoterapi yang biasa disebut mazhab ketiga psikoterapi dari Wina. Dirinya merasakan betapa mengerikannya keadaan kamp konsentrasi dibawah pengawasan serdadu Nazi. Dalam penderitaannya di dalam kamp konsentrasi, Viktor E. Frankl banyak melihat keadaan psikologi para tahanan yang kehidupan sehari-harinya penuh penyiksaan dan penindasan. Di dalam kamp Viktor menyadari bahwa manusia terdiri dari dua jenis, yaitu : ras baik dan ras buruk.

Dalam bukunya yang berjudul "Optimisme di Tengah Tragedi" yang terdiri dari tiga bagian, yaitu : bagian (1) menceritakan pengakuan dirinya selama berada di kamp konsentrasi Auschwitz, Bavaria, dan Dachau. Bagian (2) menguraikan apa itu Logoterapi dan di bagian (3) merupakan catatan tambahan dari edisi sebelumnya.

Menurut gue yang sebagai orang awam dalam bidang psikoterapi, psikologi atau apapun sebutannya, cukup bagus dibaca untuk kalian yang sedang dilanda galau, penderitaan yang berkepanjangan, dan lain-lain. Karena di buku ini diceritakan bahwa dalam kondisi penderitaan yang paling dalam pun, seorang manusia mampu menemukan makna hidupnya dan memiliki alasan untuk hidup. Itulah yang mendasari berdirinya aliran Logoterapi, yang berasal dari kata "logos" memiliki arti makna.

Bahwa setelah gue baca buku ini, gue menjadi paham bahwa harapan-harapan yang gagal terjadi dapat menyebabkan hal yang fatal, seperti contoh yang gue ambil dari buku, ada seorang tahanan yang berharap pada natal tahun itu akan ada kabar bahwa peperangan akan segera berakhir dan mereka dapat bebas. Berjalannya waktu, mendekati hari natal tidak terdengar kabar baik kalau peperangan akan segera usai, tahanan tersebut kondisi kesehatannya semakin menurun, dan sampai hari natal tidak ada kabar tentang perdamaian, kondisi tahanan tersebut sudah dalam keadaan koma. Dan sehari setelah natal tahanan tersebut meninggal. Dari cerita tersebut gue ambil kesimpulan bahwa mereka yang hanya memiliki harapan belum pasti, akan hancur oleh harapannya sendiri.

Lalu, bagaimana dengan mereka yang mampu bertahan hingga akhirnya bebas? Mereka adalah yang tidak berpangku pada harapan, tetapi merekalah yang mencari makna dari penderitaannya tersebut. Menurut buku ini ada tiga cara untuk mencari makna hidup, yaitu: (1) dengan perbuatan, (2) mengalami sesuatu, (3) menyikapi penderitaan yang tidak dapat dihindari. Maksud dari yang pertama adalah, seperti contoh melakukan tugas yang diperintahkan oleh atasan, yang kedua adalah mengalami sesuatu seperti melalui kebaikan, keindahan, mengenal manusia lain dengan mencintainya. Dan yang ketiga adalah menyikapi penderitaan yang tak dapat kita hindari, seperti contoh, seseorang yang dari kecilnya sudah tuna netra, dirinya akan menemukan makna hidup dibalik penderitaannya itu. Dibalik penderitaannya itu ia dapat lebih memaknai hidup dan lebih bertanggung jawab. Namun, bukan berarti untuk menemukan makna hidup kita harus menderita. Penderitaan tersebut hanya salah satu cara dan apabila penderitaan tersebut dapat dihindari, maka lebih baik untuk menhindari penderitaan tersebut.

Diceritakan juga di buku ini bagaimana para tahanan yang akan masuk ke dalam kamp konsentransi akan mengalami tiga fase psikologi, yaitu: pada fase pertama, para tahanan akan merasakan shock, karena disana mereka akan melihat penyiksaan dan pembunuhan secara kejam dengan mata kepalanya sendiri. Hal tersebut tentunya tidak normal di dalam kehidupan yang normal. Fase kedua adalah menjadi apatis, hal ini disebabkan karena sudah terbiasa melihat kejadian mengerikan tersebut di dalam kamp, mereka akan menjadi apatis dan biasa-biasa saja melihat penyiksaan seperti itu. Karena tujuan utama mereka sekarang adalah bagaimana mereka dapat bertahan hidup. Dan fase ketiga, keadaan psikologi para tahanan setelah keluar dari kamp. Mereka yang berharap selama penahanan untuk keluar dan mengharapkan orang-orang yang mereka cintai masih hidup dan dapat memulai hidup seperti sebelumnya akan merasakan penderitaan yang mungkin lebih dalam setelah mereka kembali kerumahnya dan mengetahui kabar bahwa orang-orang yang mereka cintai telah lenyap di kamar-kamar gas ataupun tempat pembakaran.

Jadi, kesimpulan singkat yang gue ambil dari buku ini adalah mari pahami makna hidup ini, jangan bertanya pada kehidupan apa makna hidup ini, karena kehidupan yang akan bertanya pada kita, untuk apa kau hidup. Maka kebahagiaan akan menghampiri kita. Karena ketika kebahagiaan menjadi tujuan, ia akan lenyap. Karena kebahagiaan hadir atas dedikasi yang bermakna dari seseorang kepada orang lain. Kebahagiaan adalah hasil dari dedikasi tersebut.

Ada satu kutipan dari filsuf Jerman yang gue suka dari buku ini, yaitu:
"He who has a why to live for can bear almost any how." - Nietzsche

Selasa, 06 November 2018

Kamp Tahanan Nirbaya


Kamp tahanan Nirbaya menjadi saksi dimana para tokoh-tokoh penting pernah ditahan disana, salah satunya ialah seorang jurnalis dan sastrawan, yaitu Mochtar Lubis. Beliau adalah salah satu panutan bagi jurnalis masa kini yang memiliki kekayaan idealisme. Lahir di Padang pada 7 Maret 1992, sejak zaman penjajahan Jepang dirinya sudah terjun kedalam dunia jurnalisme. 

Didalam buku Nirbaya: Catatan Harian Mochtar Lubis dalam Penjara Orde Baru dipaparkan naskah-naskah yang dicatat langsung oleh Mochtar Lubis semasa dirinya dipenjara selama dua bulan di Rumah Tahanan Nirbaya, Pondok Gede. Rata-rata naskah tersebut adalah surat-surat yang dikirimkan kepada istri tercintanya Halimah atau panggilan kesayangannya Hally. Di Nirbaya Mochtar Lubis bertemu dengan beberapa orang penting seperti : Kepala Staf Angkatan Udara, Marsekal Madya Udara TNI Omar Dhani, Menteri dalam pemerintahan Soekarno, yaitu Soebandrio, Ketua DEMA UI Hariman Siregar, dll. Rata-rata mereka yang ditahan di Nirbaya ini adalah tahanan politik diantaranya bekas-bekas orang kepercayaan Soekarno, orang-orang yang terkait dengan peristiwa Gestapu, dan juga orang-orang yang terkait dengan peristiwi Malari 1974 yaitu Mochtar Lubis dan Hariman Siregar. 

Ketika dirinya ditangkap pada pemerintahan order baru, ia dituduh terlibat dalam peristiwi Malari 1974 yang menyebabkan kerusuhan di Ibu Kota, Jakarta pada saat itu. Sepulang dari Paris, koran yang dipimpinnya yaitu Indonesia Raya dibredel oleh pemerintahan orde baru. Karena harian koran tersebut kerap dianggap mengkritik pemerintahan orde baru yang baru berjalan selama tujuh tahun tersebut. Tentu saja dirinya merasa mengapa memberikan kritik dan mencurahkan isi hati nuraninya demi kemajuan bangsanya para penguasa merasa gelisah. 

Kritik-kritik yang disampaikan Mochtar Lubis diantaranya terkait kasus modal asing yang masuk ke Indonesia pada saat itu, dimana pembangunan yang dijalankan oleh pemerintahan orde baru sangatlah boros dan tidak jelas manfaatnya, lalu proyek Taman Mini Indonesia Indah yang dianggap beliau sebagai proyek mercusuar untuk mempermudah praktik korupsi dikalangan para pejabat. Mochtar lubis juga kerap mengkritik kebanyakan para jurnalis saat itu yang prinsipnya adalah ABS, Asal Bapak Senang. Karena menurutnya seorang jurnalis memiliki tanggung jawab sebagai pengontrol sosial penguasa terhadap rakyatnya.

Didalam buku ini juga dijelaskan bagaimana didalam tahanan Nirbaya pemberian makanan oleh petugas sangatlah tidak manusiawi, apalagi para tahanan Gestapu. Rata-rata tahanan disini ditahan tanpa pengadilan yang jelas, dengan seenaknya pemerintahan orde baru memasukan mereka kebalik jeruji besi. Dibalik jeruji besi Mochtar Lubis selalu menyibukkan dirinya dengan kegiatan-kegiatan yang positif, yaitu : setiap pagi dirinya selalu melakukan kegiatan berlari, setelah itu membersihkan ruangan serta toilet, menulis surat kepada istrinya Hally, bermain volly dengan para tahanan lainnya, dan dimalam hari dirinya kerap membaca buku hingga tertidur.

Namun, dibalik sikapnya yang sangat berani melontarkan kritik-kritik tersebut. Mochtar Lubis amat sangat mencintai keluarganya. Dalam surat yang dikirimkan kepada istrinya sering kali menuliskan bahwa betapa rindu dirinya terhadap keluarganya> Apa boleh buat, dirinya harus dipenjara akibat dari niat baik demi kemajuan bangsanya. 

Setelah dua bulan berada di Nirbaya, akhirnya Mochtar Lubis bebas dan dapat menghirup udara segar. Hal ini dikarenakan pengadilan tidak dapat membuktikan bahwa dirinya terlibat dalam peristiwa Malari 1974. 

Apa yang bikin orang-orang berkuasa tak senang atau takut ada tulisan-tulisan saya? Saya sungguh heran. Saya tak berjuang dalam organisasi massa, saya tidak membina sesuatu massa. Saya hanya mencurahkan isi hati nurani dan pikiran-pikiran saya untuk kemajuan bangsa, perbaikan keadaan, mengoreksi apa saya rasa perlu dikoreksi, tapi orang-orang berkuasa selalu merasa gelisah menghadapi buah pikiran saya - Mochtar Lubis