Minggu, 31 Mei 2020

Tentang Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat


Dalam buku pengembangan diri yang mewakili generasi ini. Seorang blogger superstar menunjukan pada kita bahwa kunci untuk menjadi orang yang lebih kuat, lebih bahagia adalah dengan mengerjakan segala tantangan dengan lebih baik dan berhenti memaksa diri untuk menjadi "positif" di setiap saat.

Bodo amat? Mungkin yang tergambar dalam benak ketika membaca kalimat tersebut adalah sikap ogah, cuek, malas atau hal negatif lainnya. Bodo amat maksud Mark bukanlah cuek atas permasalahan yang ada, tetapi bodo amat dengan hal-hal yang tidak penting bagi kehidupan kita. Karena sejatinya ketidakpedulian seseorang adalah bentuk kepedulian, maka tidak ada orang yang tidak peduli sama sekali terhadap suatu hal.

Dengan gaya tulisannya yang cukup sinis namun ringan untuk dibaca, serta diberikan contoh tentang pengalaman hidupnya, sehingga ketika membacanya kita akan dapat dengan mudah membayangkan apa yang Mark sampaikan.

Isi buku ini tersaji dalam sembilan bab, yang masing-masing bab dituliskan secara sinis untuk menyadarkan pembacanya, namun juga diselingi komedi yang cukup menggelitik. Mungkin kebanyakan orang yang baca buku ini secara tidak sengaja akan berkata "iya juga ya!".

Inti dari kesembilan bab itu adalah masalah yang datang kepada kita, akan terus ada sampai kapanpun. Akan selalu ada masalah baru ketika kita menyelesaikan masalah sebelumnya. Menurut Mark kebahagiaan adalah ketika kita mampu menyelesaikan masalah tersebut.

Namun, kebanyakan dari generasi ini adalah berusaha menghindari permasalahan itu. Memang, kabur dari masalah itu melegakan, tapi hanya sesaat. Itu seperti bom waktu yang siap meledak kapanpun di masa yang akan datang.

Kalo yang gue tangkep, tulisan Mark dalam buku ini agak nyerempet-nyerempet ke prinsip stoicisme, yaitu jangan berusaha mengendalikan hal-hal yang berada di luar kendali kita. Maka Mark mengatakan "don't give a fuck" pada hal-hal tersebut. 

Singkatnya, buku ini akan ngebuka pemahaman kita bagaimana menjalani hidup yang baik. Terutama untuk tidak merasa insecure ataupun overthinking. Karena semua orang tidak istimewa, maka semua orang berhak hidup bahagia tanpa pengecualian.

"Dalam hidup ini, kita hanya punya kepedulian dalam jumlah yang terbatas. Makanya, anda harus bijaksana dalam menentukan kepedulian anda." - Mark Manson

Jumat, 22 Mei 2020

The Broker

Amazon.com: The Broker: A Novel eBook: Grisham, John: Kindle Store

Joel Backman, pada masa jayanya dikenal sebagai seorang power broker. Ia dipenjara karena dianggap telah menyimpan rahasia yang mengancam keamanan nasional (Amerika Serikat), ia memiliki perangkat lunak canggih yang mampu mengendalikan satelit Neptunus yang canggih, namun tidak diketahui negara mana yang memilikinya. Ia dihukum selama dua puluh tahun lamanya. 
Berselang enam tahun kemudian ia dibebaskan karena pengampunan hukuman yang diberikan oleh Arthur Morgan (Presiden Amerika Serikat) pada jam - jam terakhirnya sebelum meninggakan White House. Keputusan Morgan sangat kontroversial, hingga membuat gaduh publik.

Dibalik pemberian pengampunan tersebut, ada sosok Teddy Maynard, Direktur CIA (Central Intelligence Agency) yang memaksa Morgan untuk mengeluarkan keputusan tersebut. Maynard bersikeras agar Backman dapat segera dibebaskan.

Skenario telah dirancang oleh CIA. Backman akan diselundupkan ke luar negeri, diberi nama baru, identitas baru dan kehidupan yang baru di Italia, tepatnya di Bologna.

Setelah Backman mampu menikmati lingkungan hidupnya yang baru, CIA akan membocorkan keberadaannya kepada pihak - pihak intelejen yang memburunya, seperti Rusia, China, Arab Saudi dan Israel.

Dengan begitu CIA hanya tinggal ongkang-ongkang kaki untuk mengetahui siapa yang memiliki sistem satelit canggih tersebut. 

****

Novel ini keren sih, membahas tentang intelejen dan pelarian diri Backman yang dibalut begitu apik. Dengan latar tempat di Bologna, Italia. John Grisham mengulas satu demi satu secara detail kegiatan Backman selama di Italia.

Kebiasaan - kebiasaan orang italia seperti cara berpakaian hingga makanannya dijelaskan secara rapih. sehingga bagi pembaca mampu membayangkannya.

Karena latar belakangnya sebagai pelobi tingkat tinggi, Backman tak mudah untuk dibohongi oleh para agen CIA, salah satunya Luigi. Backman merancang satu demi satu strateginya untuk meloloskan diri dari Luigi, karena ia tahu ada yang aneh dari pengampunan hukumannya itu.

Rating untuk novel ini? 4,5 / 5, APIK!

Sabtu, 09 Mei 2020

Reformasi Pola Hidup Jepang

Buku Seikatsu Kaizen, karya Susy ONG
"Jepang? Oh negara maju itu. Kudengar negara itu maju karena pola hidupnya baik. Itulah keunggulan mereka, budaya tradisionalnya yang disiplin."

Matahari terbit, bunga sakura, Maria Ozawa, Nobita, Doraemon, dll adalah hal-hal yang identik dengan Jepang. Disiplin, itulah kata yang ada dibenak kepala ketika mendengar kata Jepang.

Kita terkagum-kagum akan budayanya, sistem kereta api yang tepat waktu, masyarakat yang disiplin, etos kerja yang tinggi, hingga tata kelola kota yang baik. Bahkan suatu waktu salah satu kota di Jepang terkena banjir, kita dapat melihat air yang menggenangnya sangatlah bersih.

Seikatsu Kaizen, buku hasil studi pustaka Susy ONG ke perpustakaan di Jepang pada 2014. Menceritakan perjalanan negara matahari terbit itu dari negeri yang tak beradab menjadi negeri yang seperti kita kenal sekarang.

Anggapan umum kita selama ini bahwa kedisiplinan Jepang berasal dari kebudayaan tradisionalnya, dipatahkan oleh buku ini. Abad ke-18, negeri sakura itu sangat tak beradab. Di kereta-kereta orang-orang bertelanjang dada, berganti baju di tempat umum, bahkan ada yang bersenggama dengan pelacur di depan umum.

Pada abad itu pula Jepang tertutup dari dunia luar, negara sekutu meminta kekaisaran untuk membuka pasar agar mereka bisa berdagang disana. Perlahan-lahan pasar dibuka, dan kesadaran muncul bahwa selama ini negeri sakura tertinggal jauh pada segi peradaban dan teknologi dari dunia barat.

Karena kesadaran itu, rekayasa budaya dilakukan. Satu persatu Undang-undang bermunculan yang diterbitkan kekaisaran. Seluruh rakyat diminta untuk bekerja dengan giat dan hidup hemat. Rekayasa agama pun dilakukan, Shinto adalah agama yang dinasionalisasikan dari ajaran Buddha, untuk menghormati para kaisar terdahulu yang telah berjasa kepada negeri Jepang.

Modernisasi menjadi kunci penting. Peran masyarakat juga menjadi sangat penting dalam proses pembaharuan Jepang. Karena apa gunanya beribu-ribu undang-undang diterbitkan apabila tak diterapkan secara konkret bersama-sama.

Melihat hasilnya saat ini, sepertinya bukan tidak mungkin dalam puluhan bahkan seratus tahun ke depan Indonesia mampu menjadi negeri yang makmur dan tertib. Tentu hanya mimpi jika tak dilakukan secara konkret, kita mulai dari diri sendiri. Karena nyatanya kita hanya mampu menerbitkan undang-undang, tetapi belum bisa menjalankannya dengan baik.

Seikatsu Kaizen menjadi buku yang rekomended, penulisan ringan dengan isi yang punya bobot. Covernya juga manis, bagus buat dijadiin pajangan hehe.

Kamis, 07 Mei 2020

Perjalanan Pangeran

Daerah-Daerah Misterius di Pegunungan Himalaya, Salah Satunya ...
Pegunungan Himalaya
Alkisah pada ribuan tahun lampau, hidup seorang raja di bawah kaki pegunungan Himalaya, Nepal. Hari itu ia amat kegirangan, karena putranya telah lahir ke dunia. Jauh-jauh hari sebelum hari kelahiran putranya, sang raja telah memiliki ide besar untuk putranya yang kelak akan menjadi seorang Pangeran. Sang raja menginginkan ketika hidup nanti, sang anak tak akan dibiarkan merasakan penderitaan sedikitpun.

Berjalannya waktu sang anak telah tumbuh menjadi seorang Pangeran gagah. Kehidupannya penuh dengan kegelimangan harta istana, kesusahan tiada hinggap pada dirinya. Hal tersebut menjadikan dirinya sebagai seorang Pangeran yang judes. Lambat laun, beberapa hari terakhir Pangeran merasakan hidupnya begitu membosankan dan tak bernilai.

Suatu malam, ia meminta kepada salah seorang pelayan istana untuk membawanya berkeliling desa setempat. Selama menyusuri pedesaan tersebut, sang Pangeran begitu kaget melihat penderitaan warga setempat. Selama ini yang ia kenal hanya kebahagiaan istana yang begitu megah.

Sekembalinya ke istana, Pangeran merasa begitu gelisah dan menjadi banyak pikiran. Dalam keadaan seperti itu, ia menyalahkan ayahnya atas apa yang telah diperbuat kepadanya. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, sang Pangeran memiliki ide besar seperti ayahnya, namun dengan arah yang berbeda.

Ide besar itu adalah ia ingin melepaskan seluruh kemewahan istana yang ada pada dirinya dan pergi meninggalkan istana. Ia ingin merasakan penderitaan yang belum pernah ia alami. Hidup dari rasa kasihan dan tidur di emperan jalan pasar yang dekil dan bau.

Sampai suatu ketika, Pangeran merasa tak menemukan pencerahan yang ia cari dari penderitaan tersebut. Baginya, penderitaan begitu menyebalkan. Tak jauh berbeda seperti kekayaan yang tanpa tujuan. Ide besar itu rasanya sia-sia. Ia mulai memikirkan ide besar lain untuk menemukan pencerahan yang dicarinya.

Akhirnya ia memutuskan untuk mandi dan pergi ke sebuah pohon besar, yang dibawahnya ia dapat merenungkan diri. Selama 49 hari di bawah pohon itu, ia mulai menemukan pencerahan yang dicarinya. Dalam pikirnya ia merenung "Orang kaya menderita karena kekayaannya, orang miskin menderita karena ketidakpunyaannya, seorang yatim menderita karena ketiadaan orang tuanya, seorang yang cinta dunia menderita karena kenikmatan dunia."

Dari hasil renungan itu ia menyimpulkan bahwa penderitaan tak dapat dihindarkan, mulai sekarang ia akan belajar bagaimana caranya untuk tidak menolak penderitaan tersebut.

Sumber: The Subtle Art of Not Giving a Fuck (book)

Sabtu, 02 Mei 2020

Berangkat dari Ketidaktahuan


Aristoteles pernah mengemukakan pemikirannya bahwa pada dasarnya, manusia ingin tahu. Namun pemikiran Socrates bertentangan dengan pemikiran Aristoteles, ia mengatakan orang paling bijak adalah ia yang tidak tahu.

Suatu hari murid Socrates bertanya pada Oracle dari Delphi, nenek tua yang diyakini sebagai perpanjangan dewa Apollo. Murid itu bertanya "Wahai Oracle, siapakah manusia yang paling bijak di muka bumi ini?", lalu Oracle menjawab "Socrates, ia adalah manusia paling bijak di muka bumi."

Setelah mendengar jawaban dari Oracle, sang murid langsung menceritakannya kepada Socrates. ia kaget mendengar cerita tersebut. Sebagai seorang "Sophist" yang terkenal akan kebijaksanaan dan sikap skeptisnya, Socrates ingin membuktikan pernyataan Oracle kepada muridnya itu.

Maka dari itu Socrates mencari orang yang lebih "bijak" dari dirinya untuk memberikan sanggahan atas pernyataan Oracle. Setelah melalui perjalanan yang panjang, Socrates menarik kesimpulan bahwa orang yang paling bijak adalah ia yang tidak tahu.

Jika dilihat sekilas, pendapat Socrates dan Aristoteles adalah sebuah kontradiksi. Socrates mengatakan yang paling bijak adalah ia yang tidak tahu. Sedangkan Aristoteles mengatakan pada dasarnya, manusia ingin tahu.

Mungkin ada baiknya kita ambil kesimpulan, sebelum memenuhi nafsu keingintahuan seperti kata Aristoteles. Sebaiknya kesadaran Socrates yaitu merasa tidak tahu lebih didahulukan, agar kita bisa menerima pengetahuan dengan sebaik-baiknya.

Seperti kata salah satu pembicara dalam seminar sebelum memulai seminarnya mengatakan "kalian lihat gelas ini? Jika terisi air dan ditambahkan air lagi, ia akan luber. Agar terisi dengan baik, maka kosongkan dahulu gelas ini."

Pecahkan saja gelasnya, biar ramai!
Selamat Hari Pendidikan Nasional!

Sumber: Paradoks Sokratik