Sabtu, 29 Desember 2018

Tembok itu Retak

Tembok nan kokoh
Bunga tumbuh di pesisirnya
Indah menghias dengan harumnya
Ia tetap diam.

Guntur membelah langit
Air jatuh dengan sengit
Panas matahari menusuk terik
Namun, ia tetap diam.

Suatu waktu, ia ambil sikap
Diamnya sudah tak tertahan
Kekuatannya telah melemah
Akhirnya, tembok itu retak.

Selasa, 06 November 2018

Kamp Tahanan Nirbaya


Kamp tahanan Nirbaya menjadi saksi dimana para tokoh-tokoh penting pernah ditahan disana, salah satunya ialah seorang jurnalis dan sastrawan, yaitu Mochtar Lubis. Beliau adalah salah satu panutan bagi jurnalis masa kini yang memiliki kekayaan idealisme. Lahir di Padang pada 7 Maret 1992, sejak zaman penjajahan Jepang dirinya sudah terjun kedalam dunia jurnalisme. 

Didalam buku Nirbaya: Catatan Harian Mochtar Lubis dalam Penjara Orde Baru dipaparkan naskah-naskah yang dicatat langsung oleh Mochtar Lubis semasa dirinya dipenjara selama dua bulan di Rumah Tahanan Nirbaya, Pondok Gede. Rata-rata naskah tersebut adalah surat-surat yang dikirimkan kepada istri tercintanya Halimah atau panggilan kesayangannya Hally. Di Nirbaya Mochtar Lubis bertemu dengan beberapa orang penting seperti : Kepala Staf Angkatan Udara, Marsekal Madya Udara TNI Omar Dhani, Menteri dalam pemerintahan Soekarno, yaitu Soebandrio, Ketua DEMA UI Hariman Siregar, dll. Rata-rata mereka yang ditahan di Nirbaya ini adalah tahanan politik diantaranya bekas-bekas orang kepercayaan Soekarno, orang-orang yang terkait dengan peristiwa Gestapu, dan juga orang-orang yang terkait dengan peristiwi Malari 1974 yaitu Mochtar Lubis dan Hariman Siregar. 

Ketika dirinya ditangkap pada pemerintahan order baru, ia dituduh terlibat dalam peristiwi Malari 1974 yang menyebabkan kerusuhan di Ibu Kota, Jakarta pada saat itu. Sepulang dari Paris, koran yang dipimpinnya yaitu Indonesia Raya dibredel oleh pemerintahan orde baru. Karena harian koran tersebut kerap dianggap mengkritik pemerintahan orde baru yang baru berjalan selama tujuh tahun tersebut. Tentu saja dirinya merasa mengapa memberikan kritik dan mencurahkan isi hati nuraninya demi kemajuan bangsanya para penguasa merasa gelisah. 

Kritik-kritik yang disampaikan Mochtar Lubis diantaranya terkait kasus modal asing yang masuk ke Indonesia pada saat itu, dimana pembangunan yang dijalankan oleh pemerintahan orde baru sangatlah boros dan tidak jelas manfaatnya, lalu proyek Taman Mini Indonesia Indah yang dianggap beliau sebagai proyek mercusuar untuk mempermudah praktik korupsi dikalangan para pejabat. Mochtar lubis juga kerap mengkritik kebanyakan para jurnalis saat itu yang prinsipnya adalah ABS, Asal Bapak Senang. Karena menurutnya seorang jurnalis memiliki tanggung jawab sebagai pengontrol sosial penguasa terhadap rakyatnya.

Didalam buku ini juga dijelaskan bagaimana didalam tahanan Nirbaya pemberian makanan oleh petugas sangatlah tidak manusiawi, apalagi para tahanan Gestapu. Rata-rata tahanan disini ditahan tanpa pengadilan yang jelas, dengan seenaknya pemerintahan orde baru memasukan mereka kebalik jeruji besi. Dibalik jeruji besi Mochtar Lubis selalu menyibukkan dirinya dengan kegiatan-kegiatan yang positif, yaitu : setiap pagi dirinya selalu melakukan kegiatan berlari, setelah itu membersihkan ruangan serta toilet, menulis surat kepada istrinya Hally, bermain volly dengan para tahanan lainnya, dan dimalam hari dirinya kerap membaca buku hingga tertidur.

Namun, dibalik sikapnya yang sangat berani melontarkan kritik-kritik tersebut. Mochtar Lubis amat sangat mencintai keluarganya. Dalam surat yang dikirimkan kepada istrinya sering kali menuliskan bahwa betapa rindu dirinya terhadap keluarganya> Apa boleh buat, dirinya harus dipenjara akibat dari niat baik demi kemajuan bangsanya. 

Setelah dua bulan berada di Nirbaya, akhirnya Mochtar Lubis bebas dan dapat menghirup udara segar. Hal ini dikarenakan pengadilan tidak dapat membuktikan bahwa dirinya terlibat dalam peristiwa Malari 1974. 

Apa yang bikin orang-orang berkuasa tak senang atau takut ada tulisan-tulisan saya? Saya sungguh heran. Saya tak berjuang dalam organisasi massa, saya tidak membina sesuatu massa. Saya hanya mencurahkan isi hati nurani dan pikiran-pikiran saya untuk kemajuan bangsa, perbaikan keadaan, mengoreksi apa saya rasa perlu dikoreksi, tapi orang-orang berkuasa selalu merasa gelisah menghadapi buah pikiran saya - Mochtar Lubis


Jumat, 07 September 2018

Anak Semua Bangsa, Bagian dari Tetralogi Pulau Buru

Anak Semua Bangsa adalah bagian dari karya Pram dalam Tetralogi Pulau Buru. Cerita di dalam buku ini adalah lanjutan dari Bumi Manusia. Keempat buku Pram dalam Tetralogi Pulau Buru akan membawa imajinasi para pembacanya kedalam suasana kolonial hingga akhirnya bagaimana Kebangkitan Nasional muncul di negeri ini.

Pada Bumi Manusia, pembaca akan diperkenalkan siapa itu tokoh Minke, Annelies, Nyai Ontosoroh, Jean Marais, dll. Pada bagian ini juga lebih fokus bagaimana proses perjalanan tokoh Minke dari seorang priyayi dan juga siswa H.B.S yang keturunan Pribumi namun berpendidikan Eropa, bertemu dengan Annelies hingga akhirnya menikah dan dipisahkan karena ketok palu pengadilan putih. Bertemu Nyai Ontosoroh yang semakin menguatkan keresehannya terhadap kondisi pribumi yang begitu terpuruk akibat dari hegemoni kolonial.

Pada bagian awal buku akan disajikan cerita Nyai Ontosoroh mengirimkan utusan bernama Panji Darman atau Jan Dapperste untuk memantau anaknya yaitu Annelies selama perjalanannya dari Jawa menuju Nederland yang berakhir tragis karena kematian Annelies. Nyai Ontosoroh sangat terpukul dan mengeluarkan sumpah serapah kepada keluarga Mellema yang telah membunuhnya secara perlahan, hingga Nyai berbicara pada Minke "Semua yang kolonial itu Iblis!".

Lalu kehadiran tokoh Khouw Ah Soe, pemuda cina dengan semangatnya mengembara keliling dunia demi kepentingan negaranya sendiri namun berakhir dengan kematian pula karena mati diperantauan dibunuh oleh bangsanya sendiri secara tragis.

Dibagian selanjutnya, pada suatu saat Jeans Marais memberikan nasihat kepada Minke untuk menulis dalam bahasa Melayu, bahasa bangsanya sendiri. Namun Minke bersikukuh untuk tetap menulis dalam Belanda. Terjadi perdebatan diantara keduanya hingga akhirnya Kommer semakin menguatkan perkataan Jeans Marais bahwa, untuk membangkitkan bangsa sendiri maka menulislah dengan bahasa mereka, sampaikan dengan bahasa yang mereka pahami. Bahkan perkataan yang paling menyakitkan bagi Minke dari Kommer adalah "Aku lebih mengenal bangsamu, daripada kau!".

Di Tulangan, Minke bertemu dengan petani yang dengan keras menolak tanahnya disewakan kepada Belanda. Ia adalah Trunodongso. Seorang petani yang berbeda dari petani lainnya, yang akhirnya dijadikan Tokoh oleh Minke dalam tulisannya untuk diberitakan dalam surat kabar. Alasannya pula untuk membuktikan kepada Kommer bahwa dirinya akan jauh lebih mengenal bangsanya sendiri.

Nyai Ontosoroh diingatkan lagi pada masa suramnya ketika mengetahui keponakannya dijual kepada Tuan Besar Gula yaitu Plikemboh. Keponakan Nyai yaitu Surati dijual oleh bapaknya sendiri yaitu Sastrokassier. Bagaimana tergambar pada zaman itu harta, keluarga, dan apapun boleh lenyap, tetapi jabatan harus tetap walau apapun itu yang dikorbankan. 

Setelah melewati segala yang telah dialami akhirnya Minke tersadar bahwa ia adalah bayi semua bangsa dari segala jaman yang harus menulis dalam bahasa bangsanya (Melayu) dan berbuat untuk manusia-manusia bangsanya. 

"Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari." - Nyai Ontosoroh kepada Minke

Selasa, 04 September 2018

Aku, Manusia Kelelawar


Diantara angka dua dan tiga
Mataku tetap dalam jaga
Ah, sulit sekali kau ku-pejam!

Melampaui kehidupan kelelawar
Menerjang gelap, tanpa menengok fajar.
Sudah tentu gulita menjadi kawan.

Tolong! Tolong! Tolong!
Kembalikan kemanusiaan ku!
Aku lelah menjadi manusia kelelawar.

Minggu, 02 September 2018

Media Mainstream, Titik Balik itu Ada!


Pada zaman Kakek & Nenek serta orang tua kita dahulu surat kabar adalah menu sarapan bagi mereka untuk mengetahui peristiwa apa yang telah terjadi pada kemarin hari dalam lingkup lokal maupun Internasional. Belum ada internet ataupun Smartphone seperti sekarang ini. Kabar-kabar hoax tidak menyebar luas secara cepat dalam hitungan menit.

Awal tahun 2000an internet hadir menawarkan kemudahan informasi bagi penggunanya, pertukaran informasi yang berbatas jarak dapat dipatahkannya. Surat-surat kabar pun tak mau ketinggalan zaman, mereka menghadirkan portal web untuk masyarakat meng-aksesnya. Dengan modal internet dan komputer, kita dapat dengan cepat mengetahui kabar perkembangan kabar lokal maupun internasional.

Tahun 2000 ke atas, muncul berbagai berbagai platform yang lebih menarik. Diawali oleh Friendster kemudian Facebook dan juga Twitter. Facebook dengan fitur chatting, Twitter dengan konsep mikro-blog yang dapat melakukan aktivitas Tweet 140 karakter yang menjadi ciri khasnya.

Tentunya perkembangan media sosial itu menjadi ladang bagi developer lainnya untuk mengembangkan platform yang lebih baik sehingga berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik bagi penggunanya. Kehadiran Smartphone juga kembali menyegarkan, karena platform itu tidak hanya ada di Komputer, mereka juga ada dalam genggaman smartphone.

Kehadiran media sosial tersebut menjadikan media surat-surat kabar itu menjadi tidak menarik. Bagaimana tidak, dalam tiap genggaman, semua orang dapat membagikan peristiwa disekitarnya dengan mudah, bahkan ke up-to-date-an media mainstream itu dikalahkan oleh media sosial.

Akibatpun timbul, netizen dengan mudahnya percaya kabar-kabar hoax yang ada di media sosial itu. Dengan saling share kabar-kabar itu tak dapat dihalangi persebarannya, dengan mudahnya meracuni otak orang dari satu ke yang lainnya.

Gejolak dalam lingkup masyarakat pun pecah tak dapat dihindarkan. Masyarakat awam menelan mentah-mentah informasi itu. Dari sini peran media mainstream sangat dibutuhkan dalam memberikan berita yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

Namun faktanya, banyak netizen kita pada saat ini lebih tertarik pada media sosial daripada media mainstream. Menjadi tantangan bagi media mainstream untuk menghadirkan berita-berita yang lebih berkualitas, yang isi-nya tidak politik melulu. Karena saya rasa netizen pada saat ini sudah mulai jenuh dengan berita-berita politik dan hoax yang mulai menjamur.
Tentunya dengan konten-konten yang lebih variatif serta edukatif media mainstream itu akan menemui titik baliknya kembali untuk menghadirkan kembali berita-berita yang dapat memberikan wawasan kepada para pembacanya. Dan untuk kita sebagai netizen harus dapat memilah informasi yang berlalu-lalang dalam smartphone kita.
 
Semoga kita tetap menjadi netizen yang bijak ya!
"Jari-mu adalah Harimau-mu"

Minggu, 26 Agustus 2018

Buya Hamka, dari Sudut Pandang Anak-nya


Halo! Kali ini saya akan review buku mengenai salah satu tokoh nasional Indonesia dan mungkin beberapa dari kita sudah mengenalnya. Ia adalah H. Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka). Buku ini berjudul "Ayah... : Kisah Buya Hamka" yang ditulis oleh anak kelimanya sendiri yaitu Irfan Hamka. Buya Hamka adalah sosok ulama dan sastrawan besar pada zamannya. Mungkin beberapa dari kita mengenal sosok Buya Hamka melalui buku-bukunya yang cukup populer seperti :  Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, Di Bawah Lindungan Ka'bah, dll.

Irfan Hamka sebagai anak dari Buya Hamka merasa perlu menulis buku ini sebagai kenangan tersendiri bagi dirinya yang telah dirasakan langsung sekaligus pengenalan terhadap para pembaca mengenai perjalanan hidup dari masa muda, dewasa, hingga menjadi seorang ulama, sastrawan, politisi, kepala dalam rumah tangga hingga akhir nafas Buya Hamka.

Di dalam buku ini terbagi menjadi sepuluh bagian yang terdiri dari:
1. Sejenak Mengenang Ayah
2. Ayah dan Masa Kecil Kami
3. Ayah Berdamai dengan Jin
4. Ayah, Ummi, dan Aku Naik Haji
5. Perjalanan Maut Ayah, Ummi, dan Aku
6. Ayah Seorang Sufi, di Mataku
7. Ayah dan Ummi, Teman Hidupnya
8. Si Kuning, Kucing Kesayangan Ayah
9. Ayah, Hasil Karya, dan Beberapa kisah
10. Ayah Meninggal Dunia

Pendidikan formal Buya Hamka sebenarnya hanya di Sekolah Desa itupun juga tidak tamat, Beliau lebih banyak memperdalam ilmunya melalui buku-buku dan juga belajar langsung kepada ulama-ulama besar di Sumatra, Jawa hingga ke Mekkah. Satu hal yang dapat mengantarkan beliau sampai ke Mekkah ialah karena merasa perlu memperdalam ilmunya dan memperbaiki bahasa arabnya setelah di kampungnya Buya ditolak menjadi seorang guru di Sekolah Muhammadiyah karena tidak memiliki ijazah atau diploma. Hingga pada masanya Buya Hamka mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir & Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama).

Beberapa hal unik yang menarik menurut saya seperti yang ada pada bagian ketiga dari sepuluh bagian, pada bagian ini dikenalkan tokoh gaib yaitu Innyiak Batungkek atau Kakek Bertongkat, diceritakan bagaimana Buya Hamka berkomunikasi hingga pada akhirnya berdamai dengan sosok jin yang mengganggu rumah barunya dan membuat seisi rumah heboh pada waktu itu.

Dibagian kedelapan ditampilkan bagaimana Buya benar-benar seorang muslim yang taat, kasih sayangnya tidak hanya kepada manusia. Kepada hewan dan tumbuhan pun juga dilakukannya, dibagian ini juga diceritakan sangat setianya seekor kucing (Si kuning) terhadap dirinya hingga akhir hayat Buya Hamka.

Dijelaskan pula dalam buku ini ketika itu Buya Hamka ditahan dalam penjara selama dua tahun empat bulan, ketika itu beliau berbeda pandangan mengenai kebijakan politik Demokrasi Terpimpin yang diterapkan Soekarno, namun ketika dipenjara beliau melahirkan sebuah buku yaitu Tafsir Al-Azhar.

Dalam karir politiknya Buya Hamka adalah anggota Partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) dan juga pernah menjabat sebagai Ketua MUI dan pada masa jabatannya beliau mengeluarkan fatwa yang kontroversial pada waktu itu mengenai fatwa haram bagi umat muslim merayakan natal. Pemerintah pada saat itu mendesak Buya Hamka untuk mencabut fatwa tersebut namun beliau lebih memilih untuk mundur dari jabatannya sebagai Ketua MUI.

Hal menarik lainnnya pula beliau pernah menolak tawaran dari Mentri Agama saat itu untuk menjadi Duta Besar Indonesia di Arab Saudi dan Gelar Jenderal Mayor Tituler yang ditawarkan oleh Jenderal A.H Nasution Mentri Pertahanan saat itu. Alasan beliau menolak tawaran itu tidak luput dari peran Ummi (Istri Buya Hamka) yang selalu memberikan saran kepada beliau.

Beberapa petuah yang saya tangkap dari beliau dari buku ini adalah seperti:

"Jika tidak suka dengan bukunya, jangan hancurkan bukunya. Balaslah dengan menulis"

Buya Hamka adalah sosok yang sangat penyabar dan penuh cinta, menurut saya pun sosok beliau sudah Paripurna untuk dikatakan sebagai seorang ulama. Sehingga dapat ditiru oleh generasi lanjut sekarang ini dan semoga akan muncul Buya Hamka lainnya yang akan memperbaiki negeri ini menjadi lebih baik.

Itulah beberapa yang dapat saya paparkan dari hasil membaca buku "Ayah... : Kisah Buya Hamka" karya Irfan Hamka sekaligus anak Buya Hamka. Buku ini juga sangat recommended karena bahasanya yang tidak berbelit-belit dan banyak hikmah yang dapat diambil. Sekian dan Terimakasih!

Jumat, 20 Juli 2018

Akal dan Hawa Nafsu

Manusia dan Hewan, Makhluk hidup yang sama-sama memiliki otak, yang dibedakannya adalah hewan tak berakal dan manusia berakal serta memiliki hawa nafsu.

Ketika akal mengendalikan seseorang secara penuh, maka hawa nafsu akan tunduk padanya. Sebaliknya, apabila hawa nafsu mengendalikan seseorang, maka akal akan tunduk padanya.

Dan kau berada yang dimana? Akalkah yang berkuasa atau hawa nafsu? Kau yang memilih. Karena orang lain hanya menilai dan diri sendiri yang memilih jalan. Kau punya hak! pahamilah jalan yang akan diambil sebelum memutuskan, tanggung konsekuensinya.

Jumat, 01 Juni 2018

Memaknai Pancasila, Bukan Menghapal

 
1 Juni 1945, Hari sakral dimana Dasar Negara ini diucap secara spontan oleh Soekarno. Dengan tegas dan lugas diucapkannya kelima point tersebut dan disambut decak kagum hadirin. Dihari itulah Pancasila lahir menjadi falsafah kehidupan sehari-hari bangsa hingga sekarang bagi Warga Negara Indonesia.

Bagaimana penerapan nilai-nilai Pancasila sampai hari ini? Apakah masyarakat sudah seutuhnya memahami isi kandungan dari kelima point tersebut? Mari kita lihat:

Berbicara sila ketiga pancasila mengenai Persatuan Indonesia. Menghadapi "Pesta Demokrasi" 2019 adalah tantangan bagi negara ini, belum juga 2019 tapi sekat sudah kembali terbentuk, saling coel antar petinggi partai sampai barisan simpatisan. Mungkin hal yang wajar dalam dunia politik.Tapi kembali lagi kita memaknai pancasila sebagai idelogi negara kita, dasar negara kita. Apakah sepatutnya tokoh nasional yang menjadi panutan malah memberikan contoh yang bersifat menimbulkan "Api" ditengah-tengah "Jerami"?. Sungguh sangat disayangkan, cari suara jangan segitunya kali pak :)

Lalu mengenai sila kedua yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab. Akhir-akhir ini presiden kita menerima massa aksi Kamisan ke Istana Negara. Aksi yang sudah berlangsung belasan tahun ini menuntut adanya tindakan dari Pemerintah mengenai para aktivis yang hilang entah kemana sampai sekarang. Mereka-mereka adalah pejuang HAM sejati. Pak Presiden, tolong jangan jadikan isu kemanusiaan ini dijadikan untuk kepentingan politik tahun depan. Semoga ini adalah niat baik bapak untuk menuntaskan kasus HAM yang tak pernah selesai akhirnya.

Maka dari itu, pemahaman mengenai Pancasila bagi Warga Negara sangat penting. Jangan kau hapal tapi tak paham makna dan isinya. Pejabat negara pun masih banyak yang dalam kehidupan sehari-harinya bertentangan dengan nilai-nilai pancasila. Anti-Pancasila bukan saja mengenai terorisme! Anti-Pancasila juga untuk mereka-mereka yang korup! Apakah kita siap menjadi generasi Z yang memahami kandungan dari Pancasila secara utuh?

Kutipan dari Mbah Sudjiwo:
"Mari kita tak menghafal Pancasila sebagaimana banyak orang tak hafal rumus kimia oksigen. Tapi setiap saat menghirupnya".

Selamat Hari Lahir Pancasila!
MERDEKA!


Sabtu, 26 Mei 2018

Laku Kerasnya Fake Account di Zaman Naw



Zaman Naw, Kalimat popular akhir-akhir musim ini. Sering dilontarkan kepada Generasi Z. Bukan itu yang ingin dibahas. Internet sepertinya sudah menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari, rasanya tiada hari tanpa internet. Arus informasi dengan mudahnya didapat dan disebar, informasi hubungan rumah tangga pun bisa jadi komersial. Bertukar kabar lebih mudah. Sambil berak chattingan jalan.

Anak-anak, Muda, maupun Tua sudah mengenal media sosial, media sosial sudah tidak bertembokan usia. Dari media sosial yang bisa sambil chat, ataupun yang bisa berbagi gambar. Membuat akunnya juga garibet-ribet amat, lebih cepet daripada bikin indomie. Namun ada beberapa masalah yang menjadi “penyakit” bagi warga netizen.

Fake Account ? Makin hari makin banyak akun-akun bodong yang gak jelas asal-usulnya. Bisa dibilang gapunya KTP Virtual. Hadir memberikan argumen-argumen yang paling berani, tapi gatau gimana pemiliknya di dunia real.

Apa mungkin ini cerminan masyarakat yang makin terdidik untuk bertindak lempar batu sembunyi tangan? Ya, begitudeh…

Wassalam…