Senin, 07 Oktober 2019

Aksi Massa, Tan Malaka

Hasil gambar untuk aksi massa


"Aksi massa tidak mengenal fantasi kosong seorang putch atau seorang anarkis atau tindakan berani dari seorang pahlawan. Aksi massa berasal dari orang banyak untuk memenuhi kehendak ekonomi dan politik mereka.." - Tan Malaka

Tan Malaka

Namanya seolah terlupakan dari sejarang perjuangan Indonesia. Selama ini dirinya dianggap sebagai seorang pemeberontak dengan garakan radikal komunis tanpa pernah kita ketahui latar belakang, pemikiran, serta upayanya menghalau imperialisme Barat di Indonesia.

Moh. Yamin menyebut Tan Malaka sebagai "Bapak Republik Indonesia:. Lalu Jenderal A.H Nasution mengatakan "..nama Tan Malaka juga harus tercatat sebagai tokoh militer Indonesia untuk selama-lamanya".

Buku ini ditulis Tan pada tahun 1926, dan ketika itu dirinya sedang mengasingkan diri ke Singapura dan menggunakan nama Hasan Ghozali.

Bagi Tan Malaka untuk mewujudkan Republik Indonesia haruslah dari sebuah revolusi. Segala bentuk kompromi dengan kaum kolonial Belanda adalah sebuah tindakan yang salah.

Revolusi

Revolusi itu bukan sebuah ide yang luar biasa, dan istimewa, serta bukan lahir atas perintah seorang manusia yang luar biasa. Tujuan revolusi adalah untuk menentukan kelas mana yang akan memegang kekuasaan negeri, politik, dan ekonomi dan revolusi itu dijalankan dengan "kekerasan".

Alasan Tan Malaka menulis buku Aksi Massa ini adalah penolakannya terhadap rencana pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 18 Juni 1926 yang dinilainya terlalu sembrono dan sama sekali tidak mempertimbangkan dasar-dasar aksi massa.

Putch

Putch adalah satu aksi gerombolan kecil yang bergerak diam-diam dan tak berhubungan dengan rakyat banyak. Gerombolan itu biasanya hanya membuat rancangan menurut kemauan dan kecakapan sendiri tanpa memedulikan perasaan dan sanggunpan massa. 

Tukang putch lupa bahwa revolusi timbul dengan sendirinya sebagai hasil dari berbagai macam keadaan. Ketika para tukang putch ini keluar secara tiba-tiba pada saat yang belum tiba, maka massa tidak akan memberikan pertolongan kepada mereka. Bukan karena massa bodoh, tetapi massa hanya berjuang untuk kebutuhan yang terdekatan dan sesuai dengan kepentingan politik dan ekonomi.

Imperalisme

Tan Malaka sangat anti terhadap imperialisme yang dilakukan oleh negara barat pada negara kolonialisasinya. Karena imperialisme melakukan pemerasan terhadap pribumi demi kemajuan di eropa sana.

Secara ekonomis, Tan menjelaskan wujud-wujud penjajahan, yaitu, perampokan terang-terangan yang dilakukan oleh Portugis dan Spanyol, monopoli yang dilakukan oleh Belanda, setengah monopoli yang dilakukan oleh inggris, dan persaingan bebas yang dilakukan oleh Amerika.

Dalam buku ini dibeberkan mengenai Imperialisme yang telah terjadi di negeri-negeri jajahan pada saat itu, pertama, imperialisme biadab, imperalisme ini telah dilakukan oleh Portugis dan Spanyol di negeri jajahannya, mereka menghancurkan kekuasaan politik di negeri jajahanya untuk menjalankan pemerintahan yang sewenang-wenang, Spanyol menerapkan ini di Filipina. Kedua, imperialisme autokratis, imperialisme ini hampir sama dengan yang pertama, negara yang menerapkan model ini adalah Belanda. Ketiga, imperialisme setengah liberal, si penjajah telah memberikan kekuasaan kepada si terjajah namun terbatas. Inggris menerapakan ini di India. Keempat, imperialisme liberal, dimana kemerdekaan sudah diberikan kepada tuan tanah dan borjuis bumiputra, Amerika menerapkan ini di Filipina.

Dari kegiatan imperialisme yang dibawa negara-negara barat ke negera jajahannya mengakibatkan kemiskinan dan penghisapan yang luar biasa, kemerdekaan kaum bumiputra terenggut atas nama modernitas Barat.

Tujuan

Dari semua yang telah saya baca, Tan mengajak untuk para tiap-tiap orang di negeri yang terjajah ini untuk sadar atas kemerdekaannya sendiri. Ia membeberkan secara lengkap tentang sejarah Indonesia dari masa Kerajaan Majapahit hingga perjuangan Diponegoro di Semarang.

Tan juga menjelaskan tentang kegagalan beberapa organisasi karena tidak memiliki tujuan yang kuat atau terombang-ambing arahnya, seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, dan De Indonesische Studieclub yang akhirnya kesemua itu tak mampu mencapai cita-citanya.

Pada bagian akhir Khayalan Seorang Revolusioner (hlm.138) ia mengajak untuk rakyat di negeri-negeri terjajah untuk meninggalkan cerita-cerita takhayul yang semakin membawa ke arah kegelapan. Kata Tan "Pujilah kepintaran timur pemilik batinnya sendiri, kegaiban, dan kekeramatan timur, bilamana anda suka. Semuanya itu sebenarnya merupakan asal mula dari kesengsaraan dan penyiksaan diri, mematikan semangat kerja dalam masyarakat yang tak layak bagi pergaulan manusia."

Tan juga mengajakan jika ingin menjadi murid Barat atau manusia, hendaklah merdeka dengan memakai senjata Barat yang rasional. Apabila sudah dapat memakainya, barulah ia dapat menciptakan sebuah pergaulan hidup yang baru dan rasional. Dengan senjata Barat itu, maka bersama massa, kita berderap menuntuk hak dan kemerdekaan.

"Tegakkanlah keadilan meskipun langit akan runtuh!" - Tan Malaka
 

Minggu, 06 Oktober 2019

Tanda Tanya

Dalam tanda tanya
Meratapi cermin di sudut kamar
Itulah rupaku yang terlihat
Mencari makna

Hampir seperempat abad sudah
Bahagia disertai tawa
Tangis diliputi sedih

Namun, apa?
Apa makna dibalik semua itu?
Hanya terlewati begitu saja?
Tanpa meninggalkan suatu jejak?

Pernah ku terlena dalam pujian
Merasa layak menjadi seorang tuan
Kalau hidup hanya untuk seperti itu
Mudah saja, lakukan pencitraan

Pernah ku terhina dalam cacian
Dimatikan oleh sumpah serapah
Kalau hanya menerima dengan mentah
Mati saja ditelan dunia

Ah!
Tibalah pada akhirnya
Aku masih didalam tanda tanya

Kamis, 03 Oktober 2019

Penjelmaan

Nona, malam tadi kau tak terlihat di langit sana
Tak juga menjadi bunga tidur di lelap malam
Dan pagi ini wangimu menghilang di taman
Hendaklah aku bertanya
Pada rumput yang tak bernyawa

Termangu aku di atas bangku tua
Dengan teh berbalut gelas kaca
Pikiran semakin pergi kemana-mana
Amboi! hilang bentuk segala purwa rupa

Matahari meninggi menjauhi singgasana
Jawaban tak juga hadir di kepala
Hanya kebingungan yang berkelana
Mati suri di tengah suasana

Tiba-tiba saja aku merasakan kehadiran engkau
Seperti air yang mengisi seluruh permukaan danau
Kau telah berubah, menjelma jadi dupa
Harumnya merasuki seluruh rupa

Gemuruh lonceng telah berbunyi
Suara bisingnya memecah sunyi
Kini waktunya telah tiba
Untuk segera menghampirimu nona

Nona, aku datang dengan itikad baik
Maka pengharapan pun juga sama, berakhir baik
Tapi jika pahit sekalipun yang kudapati
Akan kupahami
Akan kumengerti
Setidaknya aku telah berusaha
Karena urusan rasa tak bisa dipaksa

Awan hitam datang menyergap
Cahaya kilat merobek gelap
Bising guntur memecah senyap
Hujan datanglah!
Temani aku agar tak lenyap.

Hatta mengenai Ekonomi Sosialis Indonesia

Hasil gambar untuk persoalan ekonomi sosialis 
 


Bung Hatta, salah satu tokoh intelektual Indonesia yang pernah juga memimpin bangsa ini ketika semangat revolusi kala itu sedang gencar-gencarnya. Salah satu semangat revolusi pada saat itu di bidang ekonomi adalah Nasionalisasi korporasi-korporasi peninggalan kolonial yang juga menjadi semangat dekolonialisasi di segala lini. Hatta yang juga dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia sampai pada saat ini.

Berbicara tentang ekonomi sosialis, Undang-Undang Dasar 1945 telah mengakomodir itu, salah satu contoh pasalnya terdapat pada Pasal 33 yang berbunyi "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan"

Dalam bukunya Persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia, Hatta menyumbangkan pikirannya untuk mewujudkan ekonomi Indonesia yang sosialis, yang mampu bermanfaat bagi seluruh masyarakat. Ia memaparkan tentang ideologi dan juga rintangan yang akan dihadapi dalam merealisasikan hal tersebut.

Menurut Hatta, Sosialisme berkembang di Indonesia dikarenakan adanya tiga pertemuan, yaitu: perjuangan kelas, tolong menolong, dan gotong royong. Ketiga pokok tersebut diambil dari sosialisme ilmiah oleh Karl Marx, Sosialisme Islam, dan Sosialisme keindonesiaan.

Hatta mengatakan bahwa nilai-nilai sosialisme dalam kehidupan bangsa ini telah ada sejak dahulu, apa yang terjadi di desa-desa merupakan contohnya. Seperti kata pepatah "berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, sedih sama diderita, gembira sama dirasa". Sebelum sosialisme barat masuk ke Indonesia, masyarakat desa telah menerapkan prinsip sosialisme itu sendiri. Seperti penggunaan lahan sawah yang dikelola oleh sebuah badan di desa tersebut. Tanah-tanah di desa itu dibagikan kepada setiap kepala keluarga, luasnya disesuaikan dengan kebutuhan harian keluarga itu. Apabila keluarga itu pindah ke desa lain, maka hak atas tanahnya akan diberikan kepada penghuni baru di desa itu.

Hatta juga melihat sikap individualisme dan kapitalisme internasional yang berkembang saat itu sangat mengancam kehidupan rakyat Indonesia, maka ia memberikan pemaparan bagaimana individualisme nasional bersatu di bawah payung kooperasi nasional, untuk kepentingan rakyat banyak.

Baginya untuk menciptakan ekonomi yang sosialis di Indonesia perlu dilakukan dari tingkat atas sampai ke bawah. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat, dibutuhkan kooperasi desa yang di dalamnya dapat memenuhi kebutuhannya masing-masing, pada tingkat menengah para pemilik modal pribumi membentuk kooperasi-kooperasi untuk menghadang kapitalisme internasional yang ingin meraih keuntungan sebanyak-banyaknya di negeri ini. Lalu tingkat paling atas yaitu adanya peran negara sebagai kooperasi nasional yang mampu menghadirkan kesejahteraan bagi rakyatnya, contoh kooperasi nasional yang harus dipegang negara adalah di bidang minyak dan gas karena penting untuk hajat hidup orang banyak.

Hatta memaparkan untuk terciptanya ekonomi yang sosialis dengan cara negara hadir untuk menguasai kooperasi kooperasi asing yang ada di dalam negeri, sambil berjalannya waktu negara juga memberikan pemahaman tentang ekonomi sosialis kepada rakyatnya. Ketika rakyat-rakyat secara kompeten telah matang untuk menjalaninya, maka negara harus mengembalikan usaha-usaha tersebut kepada kooperasi-kooperasi yang lebih kecil, seperti yang disebutkan di atas yaitu kooperasi desa yang terkecil sampai kooperasi kelas menengah yang dimiliki para pemodal pribumi.

Intinya adalah, tujuan dari ekonomi sosialis ini untuk kepentingan hidup orang banyak yang tujuan utamanya bukan untuk mencari keuntungan semata, yang tidak menghisap rakyat. Ide kooperasi yang ditawarkan Hatta juga menjadi antitesis bagi kapitalisme barat yang sangat menyentralkan modal, sehingga modal yang besar hanya dikuasai oleh sedikit kaum, tanpa tersebar ke kaum-kaum lainnya.

”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” (Pasal 33 Ayat 3)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kembali ke Pasal 33 UUD 1945", https://nasional.kompas.com/read/2011/12/22/02061513/kembali.ke.pasal.33.uud.1945?page=all. D
”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” (Pasal 33 Ayat 3)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kembali ke Pasal 33 UUD 1945", https://nasional.kompas.com/read/2011/12/22/02061513/kembali.ke.pasal.33.uud.1945?page=all.

Seni dalam Berbicara

https://ecs7.tokopedia.net/img/cache/700/product-1/2019/4/23/11269917/11269917_a4f98502-7d3b-49d3-8256-b5f1a3660bda_700_700.jpg
"Ketika komunikasi menjadi hal yang penting untuk bersaing, pakar komunikasi Oh Su Hyang mengeluarkan buku yang sangat berarti. Selain berisi tentang pengalaman pengembangan diri, buku ini juga membahas tentang teknik komunikasi, persuasi, dan negosiasi."

Buku Bicara itu Ada Seninya adalah buku terjemahan yang aslinya adalah The Secrets Habits to Master Your Art of Speaking yang ditulis oleh Oh Su Hyang seorang pakar komunikasi dari Korea. Bagi penulis, bicara adalah senjata untuk menggapai masa depan. Buku ini menjelaskan bagaimana berkomunikasi yang baik, entah itu dalam sebuah forum, presentasi, atau komunikasi antar manusia.

Namun bagaimana berbicara yang baik? Apakah dengan artikulasi yang jelas? atau berbicara tanpa tarikan napas? Bagi Oh Su Hyang, bicara yang baik adalah yang mampu menggetarkan hati para pendengarnya. Bagi siapapun yang mampu menggetarkan hati para pendengarnya, ialah sang juara.

Lalu apakah komunikasi yang baik itu bawaan dari lahir? Di dalam buku ini dijelaskan bahwa komunikasi yang baik adalah bawaan lahir untuk beberapa orang, namun bagi mereka yang terlahir tidak memiliki bakat tersebut dapat melatihnya secara konsisten. Oh Su Hyang membedah dengan memberikan contoh orang-orang hebat di dunia dalam berbicara di depan umum. Seperti Barack Obama yang berpidato ketika kampanye untuk pencalonannya sebagai Presiden atau Steve Jobs dalam mempresentasikan produknya.

Adapula yang harus diingat, bahwa 'banyak bicara' berbeda dengan 'bicara dengan kualitas'. Untuk berpidato selama 3 menit membutuhkan waktu 3 minggu persiapan, untuk 10 menit pidato maka membutuhkan 10 minggu persiapan. Namun untuk berpidato selama 1 jam hanya perlu melakukan saat itu tanpa persiapan. Oh Su Hyang memberi sentilan bahwa pidato yang berkualitas bukan dilihat dari lamanya waktu, namun isi yang disampaikan dapat tersalurkan, karena audiens akan mendengar apa yang mereka ingin dengarkan..

"Long run, long learn" salah satu kutipan yang gue suka dari buku ini, bahwa untuk berlari jauh membutuhkan belajar yang konsisten. Untuk meningkatkan kualitas dalam komunikasi adalah dengan mengembangkan wawasan dari media apapun. Sehingga akan tercipta komunikasi yang tidak kering.

Buku ini cocok untuk semua kalangan untuk mereka yang ingin belajar serta meningkatkan kemampuan komunikasinya terhadap antar orang atau di depan umum sekalipun. Sehingga setelah membaca buku ini maka kepercayaan diri kalian akan tumbuh dengan sendirinya, dengan diimbagi latihan.

"Berbicaralah layaknya seorang pemimpi, maka mimpimu akan menjadi kenyataan."

Selasa, 01 Oktober 2019

Sistem Pendidikan Nasional di Era Bung Karno dan Reformasi


Senin, 30 September 2019 telah berlangsung diskusi membahas tentang Perumusan Sistem Pendidikan Nasional di Era Kepemimpinan Bung Karno dan Reformasi, di Taman Teletubbies, Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Pada diskusi kali ini yang menjadi pemantik adalah bung Frans Tulus H dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) UNJ dan sahabat Ilham Fauzan dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) UNJ.

Argumentasi pemantik dari bung Frans Tulus H.

Menyoroti SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) yang digunakan oleh Orde Lama, dimana jika ditarik kesimpulan pada situasi kondisi Negara kita saat itu ialah tuntutan Revolusi Indonesia. Memuat mengenai Nation dan Character Building. Di sini masih erat dengan membina Manusia Indonesia Baru yang berakhlak tinggi. Dikarenakan, pasca-tumbang Imperialisme, Kolonialisme, dsb. Tujuan yang diorientasikan ialah untuk mencapai masyarakat sosialis Indonesia dan tak terlupa tentunya semangat NEFO dimana tertera secara khusus pada Pasal 18 Penetapan Presiden RI No. 19 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila.

Menurut bung Frans TH, apa substansi pada saat ini? SISDIKNAS hari ini sudah cukup usang. Menginjak 16 tahun, tak satupun menaruh perhatian membenahi dan duduk sama-sama membenahinya. Seperti, SISDIKNAS hari ini atau yang dirumuskan nantinya harus memuat situasi kondisi Negara yang menjadi urgensi saat ini. Jika memakai diksi regulasi pada Orde Lama ialah “Apa tuntutan negara dewasa ini?” Apakah hanya tanggap perubahan zaman tanpa tahu sektor mana yang akan menjadi pusat pembinaan. Pasal 1 ayat 2 UU No. 20 Tahun 2003 memang sudah disinggung mengenai perubahan zaman. Namun, bagaimana cara lalu apa yang diharapkan dari SISDIKNAS hari ini untuk kedepannnya. Manusia Indonesia apa yang akan diciptakan?

Sebagai Penutup, dari bung Frans TH ialah jangan berfokus saja dengan program-program yang terkesan normatif seperti Program dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan Digitalisasi Sekolah dsb. tanpa membenahi terlebih dulu Pijakan yaitu SISDIKNAS itu sendiri.

Argumentasi pemantik dari sahabat Ilham Fauzan,

Mengawali dari Aliran-aliran Filsafat Pendidikan yang tentunya banyak seperti Filsafat Pendidikan yang Humanistik. Seperti kita ketahui era-era modernisme harus ditanggapi secara baik. Menyinggung mengenai desentralisasi pendidikan sebagai khas dari pendidikan di Era-Reformasi. Dengan adanya desentralisasi pendidikan, apakah sudah dari rakyat untuk rakyat dalam pengelolaan pendidikan? Menyinggung mengenai kondisi dilapangan mengenai keberadaan posisi Guru sebagai pendidik dalam praktik RPP (Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran) lalu penilaian kepada peserta didik.

Menurut sahabat Ilham Fauzan, perlunya standar evaluasi pendidikan ditingkatkan lagi agar bagaimana kita tahu seberapa jauh kualitasnya pendidikan diiringi pertanggungjawaban yang transparan dari pihak terkait. Jika ditelisik, pada SISDIKNAS yang digunakan hari ini sudah jelas diatur khusus mengenai evaluasi pendidikan pada pasal 57 – pasal 59 UU No. 20 Tahun 2003.

Pusaran argumentasi dari peserta diskusi, menyinggung hal:
1. Pola Instruksi Hierarkis seperti banyaknya Guru masih copy-paste mengenai RPP.
2. Pola Penilaian kepada Peserta Didik.
3. Adanya salah Menyikapi Teknologi menjadi segalanya dalam Pendidikan.
4. Indonesia hari ini hanya mampu merumuskan UU/ SISDIKNAS saja, namun sulit dalam penerapan.
5. Ujian Nasional yang diselenggarakan sampai saat ini apa efektif?
6. Perbandingan Sistem Pendidikan diawali dari Finlandia, lalu Kuba sebagai Altenatif tandingan.