Sabtu, 06 Juni 2020

Jejak Langkah, menuju Kesadaran Nasional


Setelah melalui Tetralogi Buru sebelumnya, yaitu Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa. Pram melanjutkannya dengan Jejak Langkah di seri ketiganya. Minke mulai menyadari kepentingan dirinya untuk bangsanya, yang belantara itu. Betawi menjadi daerah selanjutnya..

Sesampainya di Betawi, langsunglah Minke menuju STOVIA (School tot Opleiden Van Inlandsche Artsen), sekolah dokter Jawa di Betawi. Kesan pertama yang didapatnya adalah kecewa, karena para calon-calon dokter itu mengejeknya.

Karena saking sibuknya sekolah dokter, ketika waktu pesiar ia hanya mendatangi rumah Ibu Badrun untuk sekedar melepaskan pakaian jawanya. Pertemuan dengan Ang San Mei, membuat Minke jatuh hati, apalagi ia seorang Philogynik yang mengagumi kecantikan wanita. Menikahlah ia dengan Ang San Mei.

Takdir tak berpihak, Ang San Mei, wanita angkatan muda Tiongkok itu meninggal. Minke sungguh kehilangan gadis yang dicintainya. Ia bertekad untuk mewujudkan pesan almarhumah istrinya itu "kau calon dokter, sembuhkanlah bangsamu dari sakitnya, sembuhkan juga jiwanya. Berorganisasilah! karena dengan itu, bangsamu akan kuat, dengan kekuatan raksasa."

Setelah dikeluarkan dari sekolah dokter karena melanggar peraturan, mulailah Minke kembali pekerjaan lamanya, menulis dan juga mulai membangun organisasi. Syarikat Priyayi, organisasi pertama yang berhasil ia bentuk dan juga pertama sebagai representasi pribumi di bumi hindia. 

Tak hanya organisasi, surat kabar pun ia bentuk, "Medan Priyayi" sebagai wadah pribumi. Ditengah jalan Syarikat Priyayi melempem, lalu muncul Boedi Oetomo organisasi priyayi lainnya yang mewakilkan Jawa. Tak sepaham dengan organisasi dengan jiwa bangsa tunggal itu, bersama salah satu temannya, Thamrin Mohammad Thabrie dan Tjipto ia membentuk Syarikat Dagang Islamiyah (SDI). Tak main-main, anggotanya mencapai lima puluh ribu!

Berjalannya waktu, keberadaan SDI membuat para totok Eropa itu risih. Satu persatu permasalahan muncul, walaupun Minke dekat dengan Gubernur Jenderal Van Heutsz. Berselang beberapa tahun, Van Heutsz telah digantikan oleh Idenburg. Minke takpunya lagi seorang yang dapat melindunginya. Ia sadar harus mulai hati-hati menyebarkan berita melalui "Medan".

Pernikahannya dengan Prinses Kasiruta, salah satu anak raja di daerah Maluku yang dibuang ke Jawa, mampu mengisi kesibukan keseharianya. SDI terus berkembang seperti raksasa, masalah pun juga. Teman lama Minke, Robert Suurhof kembali muncul. Sebagai pengusik SDI dengan organisasi premannya, De Knijpers, T.A.I (Anti Inlander), De Zweeper. Walau begitu, Minke selalu aman karena orang-orang kepercayaan yang berada disampingnya, yaitu Wardi, Sandiman dan yang terakhir bergabung sebagai algojo seperti Panji Darman, Marko.

Diakhir cerita, salah satu orang kepercayaannya itu menerbitkan berita yang sangat kontroversial, sebuah kritikan keras terhadap Gubermen. "Gwoblok!" sahut Minke setelah membaca berita tersebut. Pagi itu ia dijemput dan ditahan oleh kepolisian Gubermen, tanpa pamit dengan Prinses Kasiruta, tanpa tahu ia akan dibawa kemana. Seakan-akan yang telah diperjuangkannya selama ini lenyap, seketika.

Sungguh miris nasib Minke, tapi tak ada perjuangan yang memprihatinkan bukan? Bagaimana nasib Minke selanjutnya? Rumah Kaca akan menjawabnya...

"Perdagangan adalah jiwa negeri, Tuan. Walaupun negeri tandus seperti Arab, kalau perdagangan berkembang subur, bangsanya bisa makmur. Biar negeri Tuan subur, kalau perdagangannya kembang kempis, semua ikut kembang kempis, bangsa tetap miskin. Negeri-negeri kecil besar karena perdagangannya, Negeri-negeri besar kecil karena menciut perdagangannya." - Sjeh Ahmad Badjened

0 komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah, sebelum komentar itu dilarang