Selasa, 30 April 2019

Antediluvium


Aku adalah hujan yang tak memahami angin
Aku adalah kapal yang tak memahami laut
Aku adalah api yang tak memahami abu

Biarkan semua arah ini tanpa tujuan
 seakan tak bertuan
Bawa terbang bersama camar-camar
Agar terlihat samar-samar.

Sabtu, 27 April 2019

Lupa


Ah, aku sering berpikir tentang kebaikan
Namun aku sendiri yang lupa berbuat
Ah, aku sering mengutuk kejahatan
Namun aku sendiri yang sedang berbuat
Ah, aku yang senang sekali mendikte seseorang
Namun aku sendiri yang tak mau didikte orang

Amboi!

Hati kecil sering menegur
Tapi emosi membawanya kabur
Hai dunia yang temaram
Apakah aku baik-baik saja?



Kamis, 18 April 2019

Kata yang Tak Terucap


Sore itu dikala air langit turun.
Kau dengan ikhlas menuntun.
Menuntunku dalam pelukanmu
Membawaku dalam keadaan semu.

Laju gerbong besi membelah rel.
Di dalamnya ada aku yang sedang rewel.
Memecah keheningan dalam keramaian.
Ya, aku menangis dalam belaian.

Saat itu juga kau menjadi perhatian.
Semua mata tertuju padamu perlahan.
Maaf, bukan bermaksud membuatmu susah.
Tapi aku merasakan nafas yang payah.

Aku tahu, kau berusaha menenangkan-ku.
Nyatanya tetap saja aku membuat gaduh.
 Namun, andai saja aku sudah dapat berbicara saat itu.
Akan kukatakan padamu.
Bahwa, aku sayang padamu bu.

Didedikasikan kepada : Ibu yang gendong bayinya di commuter line.

Minggu, 14 April 2019

Rindu, Menuju Tanah Suci


"Apalah arti memiliki, ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami" - Tere Liye - Rindu

Mendengarkan kata rindu sebagian orang akan berkhayal tentang kisah sepasang kekasih yang tak kunjung bertemu. Namun, Tere Liye mengemas kata "Rindu" menurut hemat gue dalam buku ini ialah, rindu diri seseorang atas keteguhan hatinya dalam menjawab kegelisahan hidupnya. Rindu kepada-Nya yang maha mengetahui dunia dan segala isinya. Falsafah hidup banyak tertanam di dalam buku ini.

Buku ini berlatar waktu tahun 1938, sebagian umat muslim di Nusantara kala itu melaksanakan kegiatan Ibadah Haji. Di zaman itu perjalanan haji masih menggunakan kapal laut, belum ada pesawat komersil seperti saat ini. Setelah baca, gue jadi flashback buku Buya Hamka yang pergi haji pake kapal laut juga. Pelabuhan Batavia, Banda Aceh, Kolombo adalah pelabuhan yang wajib dilabuhi kapal yang hendak menuju Jeddah, Arab.
Waktu satu dua hari tidak cukup untuk kapal mengarungi samudra luas, tentu kapal bagai kampung terapung di dalamnya. Para penumpang mau tidak mau, sungkan tak sungkan, harus saling mengenali agar perjalanan berminggu-minggu itu tidak membosankan.

Di atas kapal Blitar Holland, para penumpang membawa pertanyaan masing di kepalanya mengenai hidup. Dari mengenang masa lalu yang kelam sehingga merasa pantaskah dirinya menginjak tanah suci? Lalu, dendam kepada orang yang seharusnya disayangi (orang tua), hingga akhirnya dendam itu lumat dengan mudah karena ketulusan maaf. Takdir yang tak pernah tertukar dan akan datang kepada pemiliknya. Serta bagaimana melihat suatu kejadian jangan hanya dari satu sisi saja (ini bikin ingat pesan yang ada di buku Rembulan Tenggelam di Wajahmu karya Tere Liye). Semua pertanyaan itu dapat dijawab oleh Gurutta. Siapa sangka, Gurutta yang mampu menjawab semua pertanyaan itu, malah tidak mampu menjawab pertanyaan batinnya sendiri. Ia merasa, setelah menulis tentang kemerdekaan adalah hak segala bangsa, apakah pantas dirinya disebut pengecut ketika ia sendiri tidak terjun langsung ke medan perang. Dalam kasus ini tergambarkan, seorang ulama juga manusia biasa seperti umumnya, memiliki pertanyaan yang dirinya sendiri tak bisa menjawab Malah, jawaban itu didapat dari Ambo Uleng, kelasi kapal yang baru belajar agama beberapa hari di atas kapal.

Anna dan Elsa, dua kakak beradik yang membuat suasana kapal selalu dipenuhi gelak tawa. Ayah mereka Daeng Andipati, pengusaha dan orang terpelajar yang dipandang di daerahnya, Makasar. Gurutta, Ulama besar di Makasar yang sudah tidak diragukan lagi kemahsyurannya. Ambo Uleng, pemuda pendiam yang mendaftarkan diri menjadi kelasi bukan untuk mendapatkan uang, ia hanya ingin pergi sejauh mungkin untuk mengubur kenangannya. Mbah kakung dan mbah putri, dua lanjut usia yang amat romatis. Bonda Upe, guru mengaji anak-anak di atas kapal. Bapak Soerjaningrat dan Mangoenkoesoemo, dua terpelajar yang menjadi guru dadakan di atas kapal. Kapitein Phillips, Ruben, dan Chef Lars, totok Belanda yang melayani mereka di atas kapal, dan Sergeant Lucas, tentara Kerajaan Belanda yang penuh dengan kekhawatiran terhadap Gurutta.

Terima kasih Tere Liye atas karyanya, terima kasih perpustakaan kampus atas pinjaman bukunya, Dankjewel Blitar Holand atas perjalanannya!

"Saat kita memutuskan memaafkan seseorang, bukan persoalan orang itu salah dan kita benar. Apakah orang itu jahat atau aniaya. Bukan! Kita memutuskan memaafkan seseorang karena kita berhak atas kedamaian di dalam hati. (Halaman 374)"

Sabtu, 06 April 2019

Rembulan Tenggelam di Wajahmu

Rembulan Tenggelam di Wajahmu - Tere Liye
Tutup mata kita. Tutup pikiran kita dari carut marut kehidupan. Mari berpikir takjim sejenak. Bayangkan saat ini ada satu malaikat bersayap indah datang kepada kita, lantas lembut berkata "Aku memberikan kau kesempatan hebat. Lima pertanyaan untuk bertanya tentang rahasia kehidupan, dan aku akan menjawabnya langsung sekarang. Lima pertanyaan, lima jawaban. Apakah pertanyaan pertamamu?"

Diatas adalah penggalan kalimat di sampul belakang novel ini. Lagi-lagi awalnya gua pikir buku ini akan ngebahas roman remaja. Tapi, ternyata isinya ngebahas tentang kehidupan, yang dimana ada beberapa pertanyaan yang sering orang-orang tanya juga dalam kehidupannya.

Awal-awal gue sempet bingung sama alur cerita di novel ini, tapi kok makin nge-twist ya plotnya? Namun, terbayar sudah pertanyaan gue itu sesudah selesai baca buku ini. 

Tokoh utama dari novel ini adalah Reihan atau Ray. Anak yatim-piatu yang sudah terdidik keras di Panti Asuhannya. Reihan sering kali melawan bapak panti, bukan tanpa alasan Reihan melawan. Reihan melawan karena bapak pengurus panti itu akan berlagak sok suci di depan para dermawan yang akan memberikan donasi, berharap agar mendapatkan donasi, dan uang tersebut digunakannnya untuk naik haji. Karena sikap melawannya, Reihan sudah biasa terkena cambuk rotan oleh bapak pengurus panti tersebut. Akhirnya, suatu hari Reihan merencanakan untuk melarikan diri dari Panti Asuhan tersebut agar dirinya dapat hidup bebas tanpa kekangan dari bapak pengurus panti.

Setelah melakukan pelarian tersebut, dimulailah kisah asam manis kehidupan Reihan di lingkungan yang amat keras. Dimulai dari terminal, lapau-lapau tempat judi, rumah singgah, bertemu Plee merencanakan untuk merampok berlian seribu karat, membangun imperium bisnisnya hingga bertemunya dengan sosok wanita di gerbong makan. 

Ada lima pertanyaan yang diajukan Rey kepada seorang yang berjawah menyenangkan, dan akan dijawab lima pertanyaan tersebut dengan penjelasan sangat rinci. 

Pertanyaan pertama, apakah kita memang tidak pernah memiliki kesempatan untuk memilih saat akan dilahirkan?

Pertanyaan kedua, apakah hidup ini adil?

Pertanyaan ketiga, kenapa langit tega mengambil kebahagiaan seseorang? Kenapa takdir menyakitkan itu harus terjadi?
 
Pertanyaan keempat, setelah mendapatkan semuanya, kenapa hidup ini terasa kosong, hampa?

Pertanyaan kelima, kenapa aku harus merasakan sakit yang berkepanjangan? kenapa langit tidak mengambilku saat ini juga sehingga tidak merasakan sakit seperti ini?

Dengan amat rinci, seorang yang berjawah menyenangkan itu menjelaskan jawaban kepada Rey atas lima pertanyaan itu.
Setelah mendapatkan jawaban atas lima pertanyaan itu, Ray akan mendapatkan waktu lima hari untuk memperbaiki segalanya. Untuk menyiapkan bekal perjalanan jauh yang abadi.

Terima kasih kepada Perpustakaan Kampus yang telah menyediakan dan meminjamkan buku ini kepada gua.

Sekian, Wassalamualaikum!

Mengapa Tuhan memudahkan jalan bagi orang orang jahat? Mengapa Tuhan justru mengambil kebahagiaan dari orang-orang baik? Itulah bentuk keadilan langit yang tidak akan pernah kita pahami secara sempurna. Beribu wajahnya. Berjuta bentuknya. Hanya satu cara untuk berkenalan dengan bentuk-bentuk itu. Selalulah berprasangka baik. Aku tahu kata-kata ini tetap saja sulit dimengerti. Aku sederhanakan bagimu, Ray. Maksudnya adalah selalulah berharap sedikit. Ya, berharap sedikit, memberi banyak. Maka kau akan siap menerima segala bentuk keadilan tuhan.
- Seorang yang berwajah menyenangkan