Senin, 26 Agustus 2019

Sejuta Rindu


https://www.desadagan.id/desa/upload/artikel/kecil_1561949077_5j4ivlmqur1h7gxz23mi_19664.jpg
Malam itu dipertengahan Mei, bulan sedang purnamanya. Apalagi ditambah kemarau, langit malam selalu cerah. Semua makhluk dapat menikmati keindahan purnama dengan khidmat.

Ketika purnama sedang cantik-cantiknya dan seluruh makhluk di hamparan muka bumi takjub akan indahnya. Ikhsan dan ayahnya harus melewati malam dengan air mata. Ya, ibu Ikhsan atau istri dari pak Sodiq meninggal. Telah berpulang kepada sang pemiliki jiwa. Kesedihan memenuhi seisi rumah keluarga pak Sodiq. Ikhsan tiada henti-hentinya menangisi kepergian ibu yang sangat disayanginya. Betapa tidak, sehari-harinya ia terbiasa dengan ibunya. Sedangkan ayahnya, pak Sodiq sibuk mencari nafkah dari pagi gelap hinggal malam suntuk. Terlebih lagi Ikhsan adalah anak tunggal.

Para tetangga berdatangan untuk melayat dan mengucapkan duka kepada pak Sodiq dan juga Ikhsan. Warga pria sibuk mendirikan tenda dan menyiapkan kursi untuk para pelayat, yang wanita sibuk menyiapkan teh atau kopi dan juga cemilan untuk dihidangkan. Tak heran banyak sekali tetangga maupun sanak saudara yang hadir. Karena almarhumah bu Sodiq dikenal sangat santun dalam sikap dan bertutur kata. Sehingga banyak yang merasa kehilangan atas kepergian bu Sodiq.

Pagi telah datang dan jenazah bu Sodiq dimandikan agar segera dapat disholatkan lalu dimakamkan. Sesampainya di tempat pemakaman, tangis Ikhsan pecah, ia tak mampu menutupi kesedihannya. Setelah dimakamkan, para pelayat maupun sanak saudara segera kembali ke rumah duka untuk sekadar membantu beres-beres.

"Saya ucapkan terima kasih kepada bapak, ibu, maupun adek-adek karang taruna yang sudah banyak membantu selama proses pemakaman istri saya. Semoga kebaikan bapak, ibu dan adik-adik sekalian dibalas oleh Allah SWT dengan kebaikan yang lebih besar." Ucap pak Sodiq ketika kondisi rumahnya sudah rapih

"Amin pak, yang penting bapak harus tabah dan kuat menghadapi kenyataan ini. Karena Allah telah berkehendak, maka tak ada yang dapat menolaknya pak" Balas salah satu warga yang dikenal sebagai Pak RT.

Warga pun satu persatu telah kembali ke rumahnya masing-masing. Di rumah itu sekarang hanya tersisa pak Sodqi dan Ikhsan yang masih terbayang-bayang dengan bu Sodiq.

***


Sabtu, 24 Agustus 2019

Sepatu Baru

Sore itu, Anton sedang menikmati teh manis dengan sedikit gula di depan teras rumahnya. Rumah yang sederhana memiliki dua kamar tidur dan dapur di belakangnya. Ia biasa melakukan rutinitas ini untuk menghilangkan penatnya sepulang sekolah.

Nama lengkapnya Antoni Wijaya, biasa dipanggil Anton. Terlahir dari keluarga yang keadaan ekonominya naik turun. Ayahnya, Pak Kosim hanya seorang supir taksi yang akhir-akhir ini susah sekali mendapatkan penumpang. Ibunya, Bu Darsam menjalani peran sebagai ibu rumah tangga yang baik.

Anton sekolah di salah satu SMA Negeri terbaik di kotanya. Ia dapat memasuki sekolah itu dengan hasil ujian nasional yang memuaskan, sehingga tak heran dengan mudahnya ia mendaftar di SMA terbaik itu. Sudah menjadi rahasia umum, anak-anak di sekolah itu rata-rata adalah anak para pejabat. Ada pejabat RT, Camat, Lurah bahkan ada pejabat di Ibu Kota.

Senin pagi itu, rutinitas seperti di sekolah lainnya adalah upacara bendera. Semua siswa berbaris dengan rapih, terkadang ada beberapa siswa yang jongkok untuk sekedar menghindar dari terik panas matahari. Di antara ratusan siswa yang sedang berbaris, mudah saja untuk mencari Anton, hanya dengan melihat seragam putihnya yang sudah mulai kusam, berbeda dengan siswa lain yang seragamnya amat bersih.

Selesainya upacara, para siswa memiliki waktu beberapa menit untuk sekedar berleha-leha di depan kelas masing-masing. Pagi itu di depan kelas XI - 7 siswa pria sedang asik bergumul.

"Wah, sepatu baru nih, pasti mahal! yang ini limited edition Don" seru adi

"Lumayanlah, ini kemarin aku hampir nggak kebagian. Untungnya aku datang pagi sekali kemarin" Doni menjawab

"Berapa Don harganya?"

"Sekitar tiga jutaanlah" Doni menjawab sambil melemparkan senyum kepada teman-temannya

Anton yang berada di gerombolan itu hanya dapat ikut takjub melihatnya. Ia sadar bahwa ia tak mampu untuk membeli sepatu seperti itu.

***

Bel pulang sekolah terdengar nyaring, seluruh siswa bergegas untuk meninggalkan sekolah. Setelah pulang biasanya Anton akan bergabung dengan teman-temannya untuk sekedar tawa-tiwi di warung belakang sekolah, tapi sore itu ia lebih memilih untuk langsung pulang. Maka berjalan kakilah ia sampai rumahnya yang berjarak 3 kilometer dari sekolah.

Sampai di rumah Anton menemui Bu Darsam yang sedang meluruskan kaki untuk sekedar beristirahat, setelah menjalani tugas sebagai ibu rumah tangga seharian. Di atas meja telah terhidang tahu, tempe, dan sambal merah yang dipersiapkan untuk Anton dan Pak Kosim untuk makan.

Setelah berganti pakaian, Anton menuju meja makan untuk segera mengisi perutnya yang sudah lapar dari tadi siang. Saat makan, Bu Darsam menemaninya di bangku sebelah. 

"Bu, aku ingin beli sepatu baru, sepatuku yang lama sudah kusam sekali" Anton membuka obrolan

"Anakku, aku ingin sekali membelikanmu sepatu baru, tapi uang hendak tak ada. Ayahmu juga akhir-akhir ini sedang sepi penumpangnya. Kalau nanti ada rezeki lebih nanti mak belikan untukmu." Jawab Bu Darsam

Mendengar jawaban seperti itu Anton merasa tak enak hati kepada bu Darsam. Maka ia hanyut dalam makannya dan tak dilanjutkannya perbincangan. Selesai makan ia lalu bergegas ke teras untuk melakukan rutinitasnya, melepas penat.

***

Waktu malam telah tiba, pak Kosim sudah pulang setelah seharian keliling kota mencari penumpang dengan taksinya. Bu Darsam menyampaikan keinginan Anton untuk membeli sepatu baru kepada pak Kosim.

"Pak, anakmu tadi menanyakan padaku untuk dibelikan sepatu. Apakah hendak ada tabungan atau uang lebih padamu pak?" Tanya bu Darsam

"Bu, sudah sebulan ini penumpang sepi sekali yang hinggap ke dalam taksi. Bukan aku tak mau membelikannya, tapi memang sekarang sedang tak ada uang. Aku juga ingin membelikan dia sesuatu, hitung-hitung sebagai hadiah atas ulang tahunnya dua bulan yang lalu. Biar aku yang akan berbicara dengan Anton" Jawab pak Kosim

"Baiklah pak"

Seusai mandi dan sholat, pak Kosim langsung menuju kamar Anton. Ditemuinya Anton sedang belajar di dalam kamarnya.

"Anton sini nak, aku ingin berbicara padamu" Ajak pak Kosim

"Kudengar dari ibumu, kamu ingin sepatu baru ya? Maaf nak, untuk saat ini bapak sedang tak ada uang. Hasil menarik taksi pun hanya cukup untuk makan kita sehari-hari, bahkan untuk bayaran kontrakan dan listrik bulan depan tak menutupi. Bisakah kamu berikan bapak waktu barang dua sampai tiga bulan lagi?"

"Iya pak tak apa, aku mengerti maksudmu. Aku sadar bahwa yang kuinginkan hanya karena mengikuti nafsu saja pak, bukan karena kebutuhanku." Jawab Anton dengan pala tertunduk

"Nak, bukan aku ingin memarahimu, sungguh. Tapi dalam keadaan ekonomi seperti ini, alangkah lebih bijaknya kita menggunakan barang yang ada dengan semaksimal mungkin. Selama sepatumu belum jebol, itu masih dapat dipergunakan dengan baik." pak Kosim memberikan penjelasan

"Iya pak" 

"Dan jangan kamu ingin berbahagia karena nafsumu nak, tapi bahagialah karena kemampuanmu dalam memanfaatkan sesuatu sebaik-baiknya."

"Iya pak, aku paham sekarang. Maafkan aku pak, aku salah" Anton merasa tak enak hati kepada pak Kosim

"Tidak apa nak, kau masih muda. Jiwamu masih dipenuhi keinginan sebuah pengakuan, dan aku sebagai orang tuamu memiliki kewajiban untuk mengarahkanmu. Nanti kalau bapak ada sedikit rezeki, pasti akan bapak belikan sepatu untukmu."

"Sudah pak tak usah dipikirkan lagi masalah sepatu untukku, rasanya dengan sepatu lamaku, sudah cukup untuk ke sekolah."

"Terima kasih nak sudah memahami maksudku, kudoakan kau jadi orang besar nantinya. Tapi bukan orang besar yang lupa ketika kecilnya." Doa pak Kosim untuk Anton

"Amin pak, Aminn." Anton pun mengamini.

Rabu, 21 Agustus 2019

Kematian

Kita sering terpesona dengan kehidupan dunia
Tanpa mengindahkan kehidupan setelahnya
Kehidupan abadi yang tiada habisnya.

Setiap yang bernafas akan mati
Setiap yang mati akan meninggalkan
Dan setiap yang ditinggalkan akan dirundung kesedihan.

Makhluk-makhluk kecil yang telah pergi
Pergi jauh melintasi pintu-pintu langit
Semoga kau tenang di kehidupan sana

Selamat jalan!
Semoga Allah menempatkanmu di tempat terbaik.


Curahanku

Ujian demi ujian dalam hidup
Ah rasanya setiap manusia yang terlahir akan merasakannya.
Ketika lahir, bagaikan seorang petualang yang tiba di pintu hutan rimba.
Akan ada duri-duri tanaman, kecil memang. Namun dalam jumlah yang amat banyak.
Seperti tiada habisnya menusuk tubuh.

Sekarang ini aku sedang merasakan duri-duri itu datang dengan dahsyatnya.
Bertubi-tubi tiada henti menghujam tubuh, tiada penawar selain harus tetap melaluinya.
Sesekali terseok dan terjatuh, namun kuusahakan untuk bangkit lagi.

Aku sadar, saat ini aku belum menjadi petualang yang tangguh, YA! sebagai petualang kehidupan.
Dalam diam termenung bahwa aku tak sanggup menerima duri-duri itu dan rasanya ingin masuk ke dalam hutan yang nyaman, tiada duri!
Namun hati kecil memberontak, meneriakan tentang keberanian. Keberanian untuk membunuh ketakutan.

Bangkitlah tubuhku yang lusuh
Kuatlah jiwaku yang lemah
Jernihlah pikiranku yang kotor
Dan beranilah menghadapi seluruh kenyataan.

Amin.

Maafkan atas curahanku yang lemah ini. Aku sedang dalam keadaan tak sanggup, sungguh.

Sabtu, 17 Agustus 2019

Untuk Negeriku


Ibu kini umurmu semakin menua
Namun bisakah anak-anakmu ini semakin dewasa?
Dewasa dalam bersikap tentunya.

Ibu, entah apa yang kau rasakan sekarang
Cobaan tiada hentinya menghujam hatimu
Tikus-tikus maruk masih berkeliaran
Badut-badut penghibur tiada hentimya berpenampilan

Tapi banyak hal yang masih kuyakin bu
Darahmu akan tetap merah penuh keberanian
Tulang putihmu akan tetap bersih menjernikan hati dan pikiran
Slogan bhinekamu akan terus berkumandang
Falsafahmu tiada terkikis oleh zaman
Dan garudamu akan terbang tinggi, tinggi menembus kegemilangan.

Bu, aku cinta tanahmu dengan seluruh keindahan bentang alamnya
Aku cinta rakyatmu dengan segala ragam budayanya
Biarlah cinta ini ada, dan berbiak hingga tak terbatas.

Muda-mudi membakar semangatnya untuk menaklukan dunia.
Kaum tua memberi kebijakannya dalam menata arah haluannya.

Dirgahayu Republik Indonesiaku!

Senin, 12 Agustus 2019

Bukan Idul Adha Biasa


Idul Adha merupakan salah satu hari besar bagi umat muslim di seluruh dunia. Idul Adha juga menjadi puncak pelaksanaan ibadah haji bagi umat muslim.

Tak terkecuali identik dengan kegiatan penyembelihan hewan kurban yang dianjurkan untuk umat muslim. Tujuannya adalah memperingati peristiwa Nabi Ibrahim mengorbankan anak kesayangannya Nabi Ismail untuk disembelih lalu digantikan dengan seekor domba.

Kurban bukan sekedar menyembelih hewan kurban. Namun ada makna yang lebih luas, yaitu menyembelih rasa cinta berlebihan kita terhadap yang ada di dunia ini.

Kita adalah Ibrahim (manusia) yang mencintai Ismail, entah itu hartamu, jabatanmu atau keluargamu.  Allah tidak memerintahkan Ibrahim membunuh Ismail, tetapi Allah perintahkan untuk membunuh rasa kepemilikan Ibrahim atas Ismail. Kejadian ini dapat mengingatkan bahwa jangan berlebihan mencintai yang ada di dunia ini. Karena semua yang kita miliki sekarang hanyalah titipanNya, yang kapanpun kita harus siap kehilangan.

Dengan berkurban kita akan lebih mendekatkan diri dengan-Nya dan juga berbagi kepada sesama umat manusia supaya dapat menikmati daging yang belum tentu setiap hari mereka mampu membelinya.

Belum mampu berkurban? setidaknya kita dapat mengambil hikmah dari hari raya kurban ini. Maka, apakah kita sudah menyembelih rasa cinta berlebihan terhadap apa yang kita miliki?

Selamat Hari Raya!
Selamat makan!

Senin, 05 Agustus 2019

Dunia Sophie: Para Filosof Alam

Hasil gambar untuk pra socrates
 
Sebelumnya kita sudah membahas surat orang misterius yang dikirimkan untuk Sophie mengenai “Mitos-mitos”. Kita sudah membaca mengenai bagaimana masyarakat Skandinavia memahami fenomena alam dengan mitos-mitos yang telah beredar, yaitu tentang Thor dan juga Freyja yang dianggap sebagai Dewa dan Dewi kesuburan.

Namun dari beberapa kalangan mulai mempertanyakan mengenai mitos-mitos tersebut. Yaitu para Filsuf yang bermazhab Milethus, mereka ingin penjelasan mengenai fenomena alam tidak melalui cerita-cerita khayalan, tetapi yang mereka ingin dapatkan adalah jawaban yang rasional, yang dapat diterima oleh akal sehat manusia. Maka dari itu banyak orang yang menyebutkan para filosof alam atau filosof Pra-Socrates (sebelum Socrates). 

Thales, Anaximander, Anaximenes
Pertanyaan-pertanyaan pada zaman itu seperti “Apakah zat dasar yang membentuk segala sesuatu?”, “Apakah air dapat berubah menjadi anggur?”, “Bagaimana air dapat menghidupkan seekor katak?”.

Thales adalah filsuf alam yang mengungkapkan segala sesuatu itu berasal dari air. Ia mengungkapkan  pernyataan itu ketika  air surut dari delta di sungai nil, setelah surut maka tumbuhlah pepohonan dan keluarnya cacing dari tanah. Maka sampailah pemikiran Thales bahwa air adalah zat dasar yang membentuk segala sesuatu.

Selanjutnya Anaximander, filsuf alam ini membantah pernyataan Thales bahwa air adalah sumber dari segala sesuatu. Bagi dirinya sesuatu yang telah ada berasal dari sesuatu yang tak terbatas. Air tidak memenuhi pernyataan itu karena api tidak memiliki unsur air, maka sifat air terbatas. Baginya pasti ada sesuatu zat dasar yang tak terbatas sehingga zat tersebut menjadi zat dasar untuk membentuk segala sesuatu.

Anaximenes adalah filsuf alam sekaligus murid dari Thales, tentu saja ia sudah memahami tentang pernyataan Thales bahwa segala sesuatu berasal dari air. Namun ia punya pemikirannya yang berbeda, ia tetap mengakui bahwa air adalah sumber kehidupan. Namun yang menjadi zat dasar bukanlah air, namun udara. Menurutnya Air adalah udara yang diperas maka ia akan menjadi hujan, ketika udara diperas lebih keras lagi maka akan menjadi tanah.  Udara yang dijernihkan adalah api.

Maka kesimpulan dari pernyataan Anaximenes adalah air, tanah, api adalah sumber kehidupan. Tetapi zat dasar untuk membentuk ketiga unsur itu adalah udara.

Parmenides
Orang Elea di Italia Selatan mulai tertarik untuk mencari jawaban tentang apa yang dicari oleh orang Milethus , salah satunya yang paling terkenal adalah Parmenides. Menurutnya segala sesuatu itu berubah secara terus menerus  sesuai apa yang dirasakan oleh indranya, tetapi baginya indranya itu menangkap secara tidak tepat. Maka bagi Parmenides tidak ada perubahan yang factual.

Kamu pasti pernah mendengar kalimat “Aku baru percaya kalau sudah melihatnya”. Parmenides pun tidak akan percaya walaupun sudah melihatnya. Jika disuruh memilih kepada indra atau akalnya ia harus percaya, maka ia lebih memilih untuk percaya kepada akalnya. Ia adalah orang yang rasionalis yang lebih mengutamakan akal budi daripada perasaan atau penangkapan indranya.

Heraclitus
Rekan sezamannya Heraclitus yang berasal dari Ephesus  di Asia Kecil. Baginya alam selalu berubah secara terus menerus, karena itu sifat paling mendasar dari alam. “Segala sesuatu terus mengalir” kata Heraclitus. Kita tidak akan masuk ke dalam sungai yang sama, ketika kita masuk ke dalam sungai untuk kedua kalinya, maka kita atau sungainya telah berubah.

Bagi Heraclitus, dunia itu dicirikan oleh adanya kebalikan. Ada sakit maka ada sehat, jika kita tidak mengenal kesedihan maka kita tidak akan tahu rasanya bahagia. Yang baik maupun buruk punya tempat masing-masing, tanpa pengaruh kedua hal tersebut maka dunia ini tidak akan pernah ada.

Maka dari segala perubahan yang terus terjadi pada alam, menurut Heraclitus ada satu “entitas” atau kesatuan yang menjadi sumber dari segala sesuatu, dinamakannya Tuhan atau “Logos”.

Kedua filsuf itu antara Parmenides dan Heraclitus mempunyai pendapat yang berbeda. 

Parmenides
  • Segala sesuatu tidak dapat berubah
  • Yang lebih percaya kepada akal budinya atau rasionalismenya, sedangkan
Heraclitus
  • Segala sesuatu mengalir terus atau berubah
  • Yang lebih percaya pada penangkapan indranya.
Empedocles
Ada seorang jenius yang mampu membuat kesimpulan dari kedua filsuf yang silang pendapat itu, ia adalah Empedocles dari Sicilia.

Bagi Empedocles mereka berdua betul dalam satu hal namun salah dalam penegasan yang lain. Penyebab dari pertentangan dua filsof itu adalah sama-sama mengemukakan adanya hanya satu unsur. Kesenjangan antara apa yang dikemukakan akal dan apa “yang dapat kita lihat dengan mata kita sendiri” tidak akan dapat disatukan.

Air jelas tidak dapat berubah menjadi ikan atau kupu-kupu. Air murni akan tetap menjadi air murni, maka dalam hal ini Parmenides benar, bahwa tidak ada yang berubah.

Namun kita harus tetap harus percaya dengan apa yang indra kita lihat bahwa alam itu berubah, maka ia sependapat juga dengan Heraclitus. Namun yang salah dari Heraclitus ia hanya menaruh satu unsur saja. Karena tidak mungkin air akan berubah menjadi seekor ikan.

Maka dari itu Empedocles percaya bahwa segala sesuatu yang ada di dunia terdiri dari empat unsur, yaitu: air, api, tanah, dan udara. Segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah pencampuran dari keempat unsur ini. Namun ketika sebatang bunga atau seekor binatang mati, maka keempat unsur itu tadi akan berpisah dan menyatu lagi menjadi bentuk yang lain.

Kita ibaratkan seperti lukisan, kita hanya membutuhkan warna merah, hijau, biru untuk menghasilkan warna yang lain.

Empedocles percaya bahwa ada dua kekuatan yan bekerja di alam, yaitu cinta dan perselisihan. Cinta mengikat segala sesuatu, sedangkan perselisihan memisahkannya.

Anaxagoras
Filsuf lain yang tidak setuju bahwa air adalah sumber dari segalanya ialah Anaxagoras,dan dia juga tidak setuju bahwa air, tanah, api, dan udara dapat membentuk tulang. ia adalah filsuf pertama yang terdengar dari Athena.

Menurut ia, adalah partikel-partikel kecil yang membentuk segala sesuatu, seperti ketika kita meminum susu maka terdapat partikel yamg paling kecil dari susu yang menjadi bahan dasar untuk membentuk tulang.

Sampai saat ini para filsuf sudah sampai pada adanya partikel-partikel kecil yang akan berakhir bahwa terdapat unsur paling kecil dari sebuah benda yang kita kenal sampai saat ini dan ditemukan oleh seorang filsuf. Terima kasih.

Tanpa Listrik, Bisa Apa?

Hasil gambar untuk lilin mati lampu

Aku sebelumnya pernah membayangkan, gimana ya kalau tiba-tiba listrik di negeri ini padam dalam skala nasional? Dan terjadilah pada hari ini, Minggu 04 Agustus 2019. Aku siang tadi sedang buang air besar, tiba-tiba saja lampu kedap-kedip, sempat terlintas dalam pikiran “Wah gempa nih ya?” tapi kok gak berasa pusing, lalu dalam hitungan detik lampu di kamar mandi mati. Setelah keluar lalu membuka layar handphone, otomatis jaringan Wi-Fi di rumah mati, dan ternyata jaringan seluler juga tidak ada sinyal.

Lalu kubaca saja e-book yang dikirimkan oleh temanku pada Jum’at malam, dalam membaca itu aku merasakan ketenangan yang syahdu, oh apakah ini yang dirasakan orang-orang masa lalu ketika listrik belum sampai ke rumah-rumah? Tak terasa e-book setebal 80 halaman sudah selesai terbaca. Ketika ku-cek layar handphone ternyata sinyal jaringan seluler sudah muncul namun tidak stabil, timbulah rasa penasaran ini. Cek en ricek ke media internet ternyata yang padam bukan hanya daerahku saja, bahkan se Jabodetabek, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Bahkan ada beberapa media yang menyebutkan terjadi pemadaman listrik se Pulau Jawa!

Pantas saja jaringan seluler tidak ada sinyal, matinya skala luas cuy. Dapet informasi juga kalo jaringan transportasi juga mati seperti KRL dan MRT, transportasi udara (pesawat) terganggu karena matinya radar-radar navigasi, lampu lalu lintas pun juga ikut-ikutan mati yang menimbulkan titik macet dimana-mana. Grab dan Gojek pun sama halnya, gimana mau order, wong gak ada sinyal? Kegiatan usaha yang bergantung pada listrik pun pada tutup, gimana mau jualan wong listriknya mati? Jaringan perbankan pun juga mengalami gangguan. Seperti sedang dalam keadaan dikudeta negara ini.

Gimana ya yang lagi ada acara pernikahan, pasti bingung sendiri tuh weeding organizer sama pengantin beserta keluarganya. Gimana ya event-event besar yang sedang berlangsung? Emang sih mereka punya genset, tapi pasti padamnya hari ini bakal lama karena gangguannya cukup serius.
Selama ini aku terlalu menganggap sepele soal listrik, kadang lupa matiin lampu padahal itu boros listrik. Dari fenomena hari ini, mungkin kita bisa merenungkan, apakah aku, kamu, dan kita sudah bijak dalam menggunakan listrik? Ini baru sehari aja loh listrik padam tapi dampaknya luar biasa. Bagaimana kalau nanti (jangan sampe) pasokan listrik dalam keadaan kritis yang mengakibatkan pemadaman listrik dalam tempo waktu yang lama? Listrik sudah masuk terlalu dalam ke aspek kehidupan manusia.

Sudah saatnya kita sadar dan bijak dalam menggunakan listrik, dimulai dari aku dan kamu yang akan berdampak pada kita yang menikmati keberlangsungan energi nasional. Ohiya, ada beberapa sisi positifnya juga sih dari padamnya listrik hari ini. Orang-orang di sekitar lingkungan rumahku jadi pada keluar rumahnya dan saling interaksi.  Sisi negatifnya, aku tidak jadi ke dokter gigi hari ini karena pasti alat-alatnya pake listrik!

Ternyata selama ini kita sudah terlalu dininabobokan oleh listrik bung…

Save your energy!

Tulisan ini dibuat saat listrik masih padam untuk menghilangkan kegabutan, dan akan diposting ketika listrik sudah nyala dan jaringan internet sudah stabil.