Selasa, 01 Oktober 2019

Sistem Pendidikan Nasional di Era Bung Karno dan Reformasi


Senin, 30 September 2019 telah berlangsung diskusi membahas tentang Perumusan Sistem Pendidikan Nasional di Era Kepemimpinan Bung Karno dan Reformasi, di Taman Teletubbies, Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Pada diskusi kali ini yang menjadi pemantik adalah bung Frans Tulus H dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) UNJ dan sahabat Ilham Fauzan dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) UNJ.

Argumentasi pemantik dari bung Frans Tulus H.

Menyoroti SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) yang digunakan oleh Orde Lama, dimana jika ditarik kesimpulan pada situasi kondisi Negara kita saat itu ialah tuntutan Revolusi Indonesia. Memuat mengenai Nation dan Character Building. Di sini masih erat dengan membina Manusia Indonesia Baru yang berakhlak tinggi. Dikarenakan, pasca-tumbang Imperialisme, Kolonialisme, dsb. Tujuan yang diorientasikan ialah untuk mencapai masyarakat sosialis Indonesia dan tak terlupa tentunya semangat NEFO dimana tertera secara khusus pada Pasal 18 Penetapan Presiden RI No. 19 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila.

Menurut bung Frans TH, apa substansi pada saat ini? SISDIKNAS hari ini sudah cukup usang. Menginjak 16 tahun, tak satupun menaruh perhatian membenahi dan duduk sama-sama membenahinya. Seperti, SISDIKNAS hari ini atau yang dirumuskan nantinya harus memuat situasi kondisi Negara yang menjadi urgensi saat ini. Jika memakai diksi regulasi pada Orde Lama ialah “Apa tuntutan negara dewasa ini?” Apakah hanya tanggap perubahan zaman tanpa tahu sektor mana yang akan menjadi pusat pembinaan. Pasal 1 ayat 2 UU No. 20 Tahun 2003 memang sudah disinggung mengenai perubahan zaman. Namun, bagaimana cara lalu apa yang diharapkan dari SISDIKNAS hari ini untuk kedepannnya. Manusia Indonesia apa yang akan diciptakan?

Sebagai Penutup, dari bung Frans TH ialah jangan berfokus saja dengan program-program yang terkesan normatif seperti Program dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan Digitalisasi Sekolah dsb. tanpa membenahi terlebih dulu Pijakan yaitu SISDIKNAS itu sendiri.

Argumentasi pemantik dari sahabat Ilham Fauzan,

Mengawali dari Aliran-aliran Filsafat Pendidikan yang tentunya banyak seperti Filsafat Pendidikan yang Humanistik. Seperti kita ketahui era-era modernisme harus ditanggapi secara baik. Menyinggung mengenai desentralisasi pendidikan sebagai khas dari pendidikan di Era-Reformasi. Dengan adanya desentralisasi pendidikan, apakah sudah dari rakyat untuk rakyat dalam pengelolaan pendidikan? Menyinggung mengenai kondisi dilapangan mengenai keberadaan posisi Guru sebagai pendidik dalam praktik RPP (Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran) lalu penilaian kepada peserta didik.

Menurut sahabat Ilham Fauzan, perlunya standar evaluasi pendidikan ditingkatkan lagi agar bagaimana kita tahu seberapa jauh kualitasnya pendidikan diiringi pertanggungjawaban yang transparan dari pihak terkait. Jika ditelisik, pada SISDIKNAS yang digunakan hari ini sudah jelas diatur khusus mengenai evaluasi pendidikan pada pasal 57 – pasal 59 UU No. 20 Tahun 2003.

Pusaran argumentasi dari peserta diskusi, menyinggung hal:
1. Pola Instruksi Hierarkis seperti banyaknya Guru masih copy-paste mengenai RPP.
2. Pola Penilaian kepada Peserta Didik.
3. Adanya salah Menyikapi Teknologi menjadi segalanya dalam Pendidikan.
4. Indonesia hari ini hanya mampu merumuskan UU/ SISDIKNAS saja, namun sulit dalam penerapan.
5. Ujian Nasional yang diselenggarakan sampai saat ini apa efektif?
6. Perbandingan Sistem Pendidikan diawali dari Finlandia, lalu Kuba sebagai Altenatif tandingan.

0 komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah, sebelum komentar itu dilarang