Jumat, 07 September 2018

Anak Semua Bangsa, Bagian dari Tetralogi Pulau Buru

Anak Semua Bangsa adalah bagian dari karya Pram dalam Tetralogi Pulau Buru. Cerita di dalam buku ini adalah lanjutan dari Bumi Manusia. Keempat buku Pram dalam Tetralogi Pulau Buru akan membawa imajinasi para pembacanya kedalam suasana kolonial hingga akhirnya bagaimana Kebangkitan Nasional muncul di negeri ini.

Pada Bumi Manusia, pembaca akan diperkenalkan siapa itu tokoh Minke, Annelies, Nyai Ontosoroh, Jean Marais, dll. Pada bagian ini juga lebih fokus bagaimana proses perjalanan tokoh Minke dari seorang priyayi dan juga siswa H.B.S yang keturunan Pribumi namun berpendidikan Eropa, bertemu dengan Annelies hingga akhirnya menikah dan dipisahkan karena ketok palu pengadilan putih. Bertemu Nyai Ontosoroh yang semakin menguatkan keresehannya terhadap kondisi pribumi yang begitu terpuruk akibat dari hegemoni kolonial.

Pada bagian awal buku akan disajikan cerita Nyai Ontosoroh mengirimkan utusan bernama Panji Darman atau Jan Dapperste untuk memantau anaknya yaitu Annelies selama perjalanannya dari Jawa menuju Nederland yang berakhir tragis karena kematian Annelies. Nyai Ontosoroh sangat terpukul dan mengeluarkan sumpah serapah kepada keluarga Mellema yang telah membunuhnya secara perlahan, hingga Nyai berbicara pada Minke "Semua yang kolonial itu Iblis!".

Lalu kehadiran tokoh Khouw Ah Soe, pemuda cina dengan semangatnya mengembara keliling dunia demi kepentingan negaranya sendiri namun berakhir dengan kematian pula karena mati diperantauan dibunuh oleh bangsanya sendiri secara tragis.

Dibagian selanjutnya, pada suatu saat Jeans Marais memberikan nasihat kepada Minke untuk menulis dalam bahasa Melayu, bahasa bangsanya sendiri. Namun Minke bersikukuh untuk tetap menulis dalam Belanda. Terjadi perdebatan diantara keduanya hingga akhirnya Kommer semakin menguatkan perkataan Jeans Marais bahwa, untuk membangkitkan bangsa sendiri maka menulislah dengan bahasa mereka, sampaikan dengan bahasa yang mereka pahami. Bahkan perkataan yang paling menyakitkan bagi Minke dari Kommer adalah "Aku lebih mengenal bangsamu, daripada kau!".

Di Tulangan, Minke bertemu dengan petani yang dengan keras menolak tanahnya disewakan kepada Belanda. Ia adalah Trunodongso. Seorang petani yang berbeda dari petani lainnya, yang akhirnya dijadikan Tokoh oleh Minke dalam tulisannya untuk diberitakan dalam surat kabar. Alasannya pula untuk membuktikan kepada Kommer bahwa dirinya akan jauh lebih mengenal bangsanya sendiri.

Nyai Ontosoroh diingatkan lagi pada masa suramnya ketika mengetahui keponakannya dijual kepada Tuan Besar Gula yaitu Plikemboh. Keponakan Nyai yaitu Surati dijual oleh bapaknya sendiri yaitu Sastrokassier. Bagaimana tergambar pada zaman itu harta, keluarga, dan apapun boleh lenyap, tetapi jabatan harus tetap walau apapun itu yang dikorbankan. 

Setelah melewati segala yang telah dialami akhirnya Minke tersadar bahwa ia adalah bayi semua bangsa dari segala jaman yang harus menulis dalam bahasa bangsanya (Melayu) dan berbuat untuk manusia-manusia bangsanya. 

"Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari." - Nyai Ontosoroh kepada Minke

Selasa, 04 September 2018

Aku, Manusia Kelelawar


Diantara angka dua dan tiga
Mataku tetap dalam jaga
Ah, sulit sekali kau ku-pejam!

Melampaui kehidupan kelelawar
Menerjang gelap, tanpa menengok fajar.
Sudah tentu gulita menjadi kawan.

Tolong! Tolong! Tolong!
Kembalikan kemanusiaan ku!
Aku lelah menjadi manusia kelelawar.

Minggu, 02 September 2018

Media Mainstream, Titik Balik itu Ada!


Pada zaman Kakek & Nenek serta orang tua kita dahulu surat kabar adalah menu sarapan bagi mereka untuk mengetahui peristiwa apa yang telah terjadi pada kemarin hari dalam lingkup lokal maupun Internasional. Belum ada internet ataupun Smartphone seperti sekarang ini. Kabar-kabar hoax tidak menyebar luas secara cepat dalam hitungan menit.

Awal tahun 2000an internet hadir menawarkan kemudahan informasi bagi penggunanya, pertukaran informasi yang berbatas jarak dapat dipatahkannya. Surat-surat kabar pun tak mau ketinggalan zaman, mereka menghadirkan portal web untuk masyarakat meng-aksesnya. Dengan modal internet dan komputer, kita dapat dengan cepat mengetahui kabar perkembangan kabar lokal maupun internasional.

Tahun 2000 ke atas, muncul berbagai berbagai platform yang lebih menarik. Diawali oleh Friendster kemudian Facebook dan juga Twitter. Facebook dengan fitur chatting, Twitter dengan konsep mikro-blog yang dapat melakukan aktivitas Tweet 140 karakter yang menjadi ciri khasnya.

Tentunya perkembangan media sosial itu menjadi ladang bagi developer lainnya untuk mengembangkan platform yang lebih baik sehingga berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik bagi penggunanya. Kehadiran Smartphone juga kembali menyegarkan, karena platform itu tidak hanya ada di Komputer, mereka juga ada dalam genggaman smartphone.

Kehadiran media sosial tersebut menjadikan media surat-surat kabar itu menjadi tidak menarik. Bagaimana tidak, dalam tiap genggaman, semua orang dapat membagikan peristiwa disekitarnya dengan mudah, bahkan ke up-to-date-an media mainstream itu dikalahkan oleh media sosial.

Akibatpun timbul, netizen dengan mudahnya percaya kabar-kabar hoax yang ada di media sosial itu. Dengan saling share kabar-kabar itu tak dapat dihalangi persebarannya, dengan mudahnya meracuni otak orang dari satu ke yang lainnya.

Gejolak dalam lingkup masyarakat pun pecah tak dapat dihindarkan. Masyarakat awam menelan mentah-mentah informasi itu. Dari sini peran media mainstream sangat dibutuhkan dalam memberikan berita yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

Namun faktanya, banyak netizen kita pada saat ini lebih tertarik pada media sosial daripada media mainstream. Menjadi tantangan bagi media mainstream untuk menghadirkan berita-berita yang lebih berkualitas, yang isi-nya tidak politik melulu. Karena saya rasa netizen pada saat ini sudah mulai jenuh dengan berita-berita politik dan hoax yang mulai menjamur.
Tentunya dengan konten-konten yang lebih variatif serta edukatif media mainstream itu akan menemui titik baliknya kembali untuk menghadirkan kembali berita-berita yang dapat memberikan wawasan kepada para pembacanya. Dan untuk kita sebagai netizen harus dapat memilah informasi yang berlalu-lalang dalam smartphone kita.
 
Semoga kita tetap menjadi netizen yang bijak ya!
"Jari-mu adalah Harimau-mu"

Minggu, 26 Agustus 2018

Buya Hamka, dari Sudut Pandang Anak-nya


Halo! Kali ini saya akan review buku mengenai salah satu tokoh nasional Indonesia dan mungkin beberapa dari kita sudah mengenalnya. Ia adalah H. Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka). Buku ini berjudul "Ayah... : Kisah Buya Hamka" yang ditulis oleh anak kelimanya sendiri yaitu Irfan Hamka. Buya Hamka adalah sosok ulama dan sastrawan besar pada zamannya. Mungkin beberapa dari kita mengenal sosok Buya Hamka melalui buku-bukunya yang cukup populer seperti :  Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, Di Bawah Lindungan Ka'bah, dll.

Irfan Hamka sebagai anak dari Buya Hamka merasa perlu menulis buku ini sebagai kenangan tersendiri bagi dirinya yang telah dirasakan langsung sekaligus pengenalan terhadap para pembaca mengenai perjalanan hidup dari masa muda, dewasa, hingga menjadi seorang ulama, sastrawan, politisi, kepala dalam rumah tangga hingga akhir nafas Buya Hamka.

Di dalam buku ini terbagi menjadi sepuluh bagian yang terdiri dari:
1. Sejenak Mengenang Ayah
2. Ayah dan Masa Kecil Kami
3. Ayah Berdamai dengan Jin
4. Ayah, Ummi, dan Aku Naik Haji
5. Perjalanan Maut Ayah, Ummi, dan Aku
6. Ayah Seorang Sufi, di Mataku
7. Ayah dan Ummi, Teman Hidupnya
8. Si Kuning, Kucing Kesayangan Ayah
9. Ayah, Hasil Karya, dan Beberapa kisah
10. Ayah Meninggal Dunia

Pendidikan formal Buya Hamka sebenarnya hanya di Sekolah Desa itupun juga tidak tamat, Beliau lebih banyak memperdalam ilmunya melalui buku-buku dan juga belajar langsung kepada ulama-ulama besar di Sumatra, Jawa hingga ke Mekkah. Satu hal yang dapat mengantarkan beliau sampai ke Mekkah ialah karena merasa perlu memperdalam ilmunya dan memperbaiki bahasa arabnya setelah di kampungnya Buya ditolak menjadi seorang guru di Sekolah Muhammadiyah karena tidak memiliki ijazah atau diploma. Hingga pada masanya Buya Hamka mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir & Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama).

Beberapa hal unik yang menarik menurut saya seperti yang ada pada bagian ketiga dari sepuluh bagian, pada bagian ini dikenalkan tokoh gaib yaitu Innyiak Batungkek atau Kakek Bertongkat, diceritakan bagaimana Buya Hamka berkomunikasi hingga pada akhirnya berdamai dengan sosok jin yang mengganggu rumah barunya dan membuat seisi rumah heboh pada waktu itu.

Dibagian kedelapan ditampilkan bagaimana Buya benar-benar seorang muslim yang taat, kasih sayangnya tidak hanya kepada manusia. Kepada hewan dan tumbuhan pun juga dilakukannya, dibagian ini juga diceritakan sangat setianya seekor kucing (Si kuning) terhadap dirinya hingga akhir hayat Buya Hamka.

Dijelaskan pula dalam buku ini ketika itu Buya Hamka ditahan dalam penjara selama dua tahun empat bulan, ketika itu beliau berbeda pandangan mengenai kebijakan politik Demokrasi Terpimpin yang diterapkan Soekarno, namun ketika dipenjara beliau melahirkan sebuah buku yaitu Tafsir Al-Azhar.

Dalam karir politiknya Buya Hamka adalah anggota Partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) dan juga pernah menjabat sebagai Ketua MUI dan pada masa jabatannya beliau mengeluarkan fatwa yang kontroversial pada waktu itu mengenai fatwa haram bagi umat muslim merayakan natal. Pemerintah pada saat itu mendesak Buya Hamka untuk mencabut fatwa tersebut namun beliau lebih memilih untuk mundur dari jabatannya sebagai Ketua MUI.

Hal menarik lainnnya pula beliau pernah menolak tawaran dari Mentri Agama saat itu untuk menjadi Duta Besar Indonesia di Arab Saudi dan Gelar Jenderal Mayor Tituler yang ditawarkan oleh Jenderal A.H Nasution Mentri Pertahanan saat itu. Alasan beliau menolak tawaran itu tidak luput dari peran Ummi (Istri Buya Hamka) yang selalu memberikan saran kepada beliau.

Beberapa petuah yang saya tangkap dari beliau dari buku ini adalah seperti:

"Jika tidak suka dengan bukunya, jangan hancurkan bukunya. Balaslah dengan menulis"

Buya Hamka adalah sosok yang sangat penyabar dan penuh cinta, menurut saya pun sosok beliau sudah Paripurna untuk dikatakan sebagai seorang ulama. Sehingga dapat ditiru oleh generasi lanjut sekarang ini dan semoga akan muncul Buya Hamka lainnya yang akan memperbaiki negeri ini menjadi lebih baik.

Itulah beberapa yang dapat saya paparkan dari hasil membaca buku "Ayah... : Kisah Buya Hamka" karya Irfan Hamka sekaligus anak Buya Hamka. Buku ini juga sangat recommended karena bahasanya yang tidak berbelit-belit dan banyak hikmah yang dapat diambil. Sekian dan Terimakasih!

Jumat, 20 Juli 2018

Akal dan Hawa Nafsu

Manusia dan Hewan, Makhluk hidup yang sama-sama memiliki otak, yang dibedakannya adalah hewan tak berakal dan manusia berakal serta memiliki hawa nafsu.

Ketika akal mengendalikan seseorang secara penuh, maka hawa nafsu akan tunduk padanya. Sebaliknya, apabila hawa nafsu mengendalikan seseorang, maka akal akan tunduk padanya.

Dan kau berada yang dimana? Akalkah yang berkuasa atau hawa nafsu? Kau yang memilih. Karena orang lain hanya menilai dan diri sendiri yang memilih jalan. Kau punya hak! pahamilah jalan yang akan diambil sebelum memutuskan, tanggung konsekuensinya.

Jumat, 01 Juni 2018

Memaknai Pancasila, Bukan Menghapal

 
1 Juni 1945, Hari sakral dimana Dasar Negara ini diucap secara spontan oleh Soekarno. Dengan tegas dan lugas diucapkannya kelima point tersebut dan disambut decak kagum hadirin. Dihari itulah Pancasila lahir menjadi falsafah kehidupan sehari-hari bangsa hingga sekarang bagi Warga Negara Indonesia.

Bagaimana penerapan nilai-nilai Pancasila sampai hari ini? Apakah masyarakat sudah seutuhnya memahami isi kandungan dari kelima point tersebut? Mari kita lihat:

Berbicara sila ketiga pancasila mengenai Persatuan Indonesia. Menghadapi "Pesta Demokrasi" 2019 adalah tantangan bagi negara ini, belum juga 2019 tapi sekat sudah kembali terbentuk, saling coel antar petinggi partai sampai barisan simpatisan. Mungkin hal yang wajar dalam dunia politik.Tapi kembali lagi kita memaknai pancasila sebagai idelogi negara kita, dasar negara kita. Apakah sepatutnya tokoh nasional yang menjadi panutan malah memberikan contoh yang bersifat menimbulkan "Api" ditengah-tengah "Jerami"?. Sungguh sangat disayangkan, cari suara jangan segitunya kali pak :)

Lalu mengenai sila kedua yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab. Akhir-akhir ini presiden kita menerima massa aksi Kamisan ke Istana Negara. Aksi yang sudah berlangsung belasan tahun ini menuntut adanya tindakan dari Pemerintah mengenai para aktivis yang hilang entah kemana sampai sekarang. Mereka-mereka adalah pejuang HAM sejati. Pak Presiden, tolong jangan jadikan isu kemanusiaan ini dijadikan untuk kepentingan politik tahun depan. Semoga ini adalah niat baik bapak untuk menuntaskan kasus HAM yang tak pernah selesai akhirnya.

Maka dari itu, pemahaman mengenai Pancasila bagi Warga Negara sangat penting. Jangan kau hapal tapi tak paham makna dan isinya. Pejabat negara pun masih banyak yang dalam kehidupan sehari-harinya bertentangan dengan nilai-nilai pancasila. Anti-Pancasila bukan saja mengenai terorisme! Anti-Pancasila juga untuk mereka-mereka yang korup! Apakah kita siap menjadi generasi Z yang memahami kandungan dari Pancasila secara utuh?

Kutipan dari Mbah Sudjiwo:
"Mari kita tak menghafal Pancasila sebagaimana banyak orang tak hafal rumus kimia oksigen. Tapi setiap saat menghirupnya".

Selamat Hari Lahir Pancasila!
MERDEKA!


Sabtu, 26 Mei 2018

Laku Kerasnya Fake Account di Zaman Naw



Zaman Naw, Kalimat popular akhir-akhir musim ini. Sering dilontarkan kepada Generasi Z. Bukan itu yang ingin dibahas. Internet sepertinya sudah menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari, rasanya tiada hari tanpa internet. Arus informasi dengan mudahnya didapat dan disebar, informasi hubungan rumah tangga pun bisa jadi komersial. Bertukar kabar lebih mudah. Sambil berak chattingan jalan.

Anak-anak, Muda, maupun Tua sudah mengenal media sosial, media sosial sudah tidak bertembokan usia. Dari media sosial yang bisa sambil chat, ataupun yang bisa berbagi gambar. Membuat akunnya juga garibet-ribet amat, lebih cepet daripada bikin indomie. Namun ada beberapa masalah yang menjadi “penyakit” bagi warga netizen.

Fake Account ? Makin hari makin banyak akun-akun bodong yang gak jelas asal-usulnya. Bisa dibilang gapunya KTP Virtual. Hadir memberikan argumen-argumen yang paling berani, tapi gatau gimana pemiliknya di dunia real.

Apa mungkin ini cerminan masyarakat yang makin terdidik untuk bertindak lempar batu sembunyi tangan? Ya, begitudeh…

Wassalam…

Jumat, 29 Desember 2017

Konspirasi Abal Buatan Lamunan

Indonesia dan Malaysia merupakan dua negara yang memiliki penduduk umat muslim terbanyak di Asia Tenggara. Bahkan, mungkin Indonesia terbanyak di dunia. Mungkin kalau kita berbicara yang sedikit tidak realistis mengenai konspirasi. Mungkin tidak, jika ada suatu kelompok dan segala macamnya mempunyai misi untuk melemahkan umat muslim dengan cara-cara terselubung?

Ini ilustrasi yang saya buat sendiri dalam bayang – bayang pikiran saya. Kelompok-kelompok ini melakukan sebuah rencana besar-besaran yang sangat rinci, mulai dari bagaimana memulai, bagaimana tetap konsisten pada rencananya, sampai pada titik tujuannya. Kelompok-kelompok ini melihat umat muslim di Indonesia dan Malaysia berkembang dengan baik dan akan menjadi ancaman untuk misi-misi lain dari kelompok ini ketika hubungan kedua negara sangat akur.

Lalu dimulailah kelompok ini mengirimkan agen-agennya dengan masuk menjadi oknum-oknum dari setiap negara ataupun menggunakan tenaga lokal masing-masing negara dengan diiming-imingi kekayaan dan kekuasaan. Setelah sukses masuk menjadi bagian dari kedua negara tersebut, rencana selanjutnya adalah bagaimana caranya kedua negara ini (Indonesia dan Malaysia) menjadi bersitegang satu sama lain sehingga warga dari kedua negara saling menghujat yang mengakibat hubungan kedua negara menjadi tidak kondusif. Ini yang dituju, memang kedua negara ini penduduknya tidak hanya beragama islam tetapi umat muslim adalah mayoritas dan tujuan intinya adalah bagaimana kedua negara ini menjadi tidak solid.

Maka dilkakukanlah adu domba (devide et impera), Seperti contoh bisa saja pengakuan reog ponorogo yang dilakukan Malaysia berawal dari orang-orang bagian kelompok-kelompok tersebut, dengan memberi paradigma ke warga Malaysia bahwa pengakuan ini mutlak sehingga pantas dan benar adanya, dilain pihak orang-orang dari kelompok ini yang ada di Indonesia mengompori warga Indonesia untuk mengecam dan mungkin kalau agak sedikit berlebihan akan mengancam perang. Dan karena kecaman dan ancaman ini pihak dari Malaysia merasa tidak mau kalah sehingga jadilah kedua negara ini saling sinis.

Melihat ke negara lain selain misi Indonesia-Malaysia, kelompok-kelompok ini sedang menyusun misi untuk merebut Palestina. Maka dilain misi juga negara-negara yang mayoritas penduduknya adalah umat muslim dibentuklah konflik-konflik dari yang kecil hingga yang besar. Dan tujuannya adalah agar negara-negara mayoritas muslim ini hanya fokus pada permasalahan area-areanya tersendiri dan hanya sedikit memberi perhatian kepada palestina yang sedang dibombardir. Dan sukseslah tujuan kelompok-kelompok tersebut dengan mudahnya merebut Palestine tanpa desakan yang kuat dari negara-negara yang mayoritas penduduknya adalah umat muslim.

Ilustrasi diatas ialah hanya imajinasi saya ketika tadi pagi sedang melamun, dan masalah kebenerannya adalah benar bagi imajinasi saya namun tanda Tanya bagi realitanya. Jangan terlalu serius bacanya nanti kalian pikir ini memang terjadi dan akan menganggap saya sok tahu. Karena ini murni hanya gambaran imajinasi saja. Sekian, Wassalam.

Minggu, 17 Desember 2017

Semesta, Jangan Marah

Akhir-akhir ini serangkaian fenomena alam semakin menjadi-jadi. Banjir bandang Gunung Kidul, Siklon Dahlia dan Cempaka dan yang baru terjadi gempa bumi yang menggetarkan pulau Jawa. Mungkin ada fenomena kecil lainnya yang kurang heboh.

Ada apa? Mungkin itulah pertanyaan yang pantas dilontarkan. Perubahan iklim yang telah menunjukan tajinya kah? Atau ini adalah sebuah rangkaian alam yang wajar terjadi?

Mengapa? Mengapa semua ini bisa terjadi. Apa manusia yang semakin abai terhadap semesta? Mungkin begitu.

Semesta, politik menjadi lebih menggiurkan dari pada memperdulikan keberadaan-mu. Dengan politik disitulah mesin uang bekerja dan kewibawaan dipertontonkan, sementara mengurusi engkau? Hah! Menghabiskan tenaga saja.

Namun, dengan fenomena yang sudah kau tunjukan telah menampar nurani orang-orang. Setidaknya kau lebih diperhatikan. Walaupun masih beberapa yang enggan untuk menengok.

Sampai kapan kau akan bangun seperti ini terus? Beri kami waktu untuk memperbaiki yang sudah kau porak-poranda. Tenaga kami terbatas dan kau mengamuk dalam rentang waktu yang cepat.

Untuk sekarang, memohon maaf sepertinya lebih bijak dan untuk kedepan memperbaiki-mu serta menjaga-mu agar tetap terkendali adalah kewajiban. Kau nyaman dan kami aman. Semoga engkau mengerti. Semesta, Jangan Marah.

Rabu, 13 Desember 2017

Desember Marah

Tak jauh berbeda dari dahulu
Desember ini kali ini begitu sendu
Dahlia dan cempaka datang satu-persatu
Hingga waktu menelan menjadi berlalu.

Manggarai begitu mencekam sore itu
Angin dan air datang terburu-buru
Angin seperti marah dalam bisu
Dan air tumpah menghapus nafsu

Inilah peringatan-mu
Semoga setelah reda amarah itu
Akan datang hangatnya kemarau.

Dan aku tak tahu,
Apakah kemarau akan sama sepertimu.
Membawa amarah musibah,
Atau keindahan anugrah.

Aku akan menunggu,
Karena hidup hanya soal waktu.


Minggu, 10 Desember 2017

Mereka yang Ikhlas

Mungkin sudah sering semua orang dengar tentang pepatah “Dimana ada pertemuan, disitu ada perpisahan”, terdengar mainstream memang. Seperti halnya ketika memasuki sebuah ikatan yang mungkin akan terbatas waktu. Namun yang terpenting, bagaimana menjaga ikatan tersebut tak tergerus waktu.

Bertemu orang-orang yang sebelumnya belum mengetahui sifat dan karakteristik-nya adalah seperti berkelana menyusuri jejak yang misteri. Yang sebelumnya memiliki anggapan yang berbeda setelah mengetahui realitanya.

Waktu dari hari ke hari tak pernah henti, semua mengalir begitu saja seperti air. Melalui banyak rintangan yang menghadirkan cerita dan pengalaman, yaitu sebuah proses melalui aktualisasi. Bagaimana setiap individu dapat mengambil intisari dari semua yang terlewati, dan setiap individu pula yang dapat menilai tiap-tiap hati.

Mungkin orang-orang menganggap kita-kita ini tidak melakukan apa-apa, dan ketika menghadirkan sesuatu yang telah direncanakan jauh-jauh hari dianggap tidak memiliki nilai sama sekali. Biarlah, kita hadir bukan untuk diakui, kita hadir untuk berkontribusi dan sudah selayaknya kita berada diluar zona nyaman.

Teman-temanku yang bersahaja, saya senang pernah berada dalam satu wadah bersama kalian. Mematangkan bersama ide-ide yang mentah itu. Tiap individu memiliki cara-cara yang berbeda untuk mencapai satu tujuan yang baik, dan disini kita semua belajar bagaimana memasak ide-ide dari perspektif yang berbeda. Kadang merasa paling benar dan hebat, wajar karena tiap orang memiliki prinsip dalam bersikap.

Dipenghujung cerita ini mari kita buat seperti senja yang manis, sudah kita lewati bersama teriknya siang yang begitu panjang dan haru. Karena percayalah setelah senja akan hadir purnama yang begitu indah. Semoga sedih dan suka yang pernah terasa dapat dijadikan pengalaman untuk perjalanan selanjutnya, dan juga setelah kita lepas dari ikatan wadah ini, kita akan membuat ikatan yang lebih intim, yaitu Ikatan keluarga.

Maafkan jika pernah ada kata dan sikap yang mungkin pernah menyakiti perasaan kalian. Karena terkadang emosi mengalahkan logika. Sehingga kata-kata keluar dengan begitu buasnya dan sikap memberontak mengalahkan pikiran.

Kalian punya tempat untuk pikiran ini mengenang, salam manis.

Dalam kehidupan, sudah menjadi wajib adanya keterbalikan. Manfaat dari sakit adalah untuk mengingatkan betapa berharganya kesehatan, dan ketika kita bertengkar akan mengingatkan bahwa, betapa manisnya mencintai.

Minggu, 26 November 2017

Sebuah Tanda Tanya

Sore ini, diantara titik hujan dan kelabunya jiwa
Termenung pikiran akan segala isinya
Apabila kau bertanya tentang apa
Nurani pun tak bisa menjawab pula

Apa mungkin
Aku terlalu jauh dengannya
Aku lupa dengan segala kewajibannya
Maafkan aku, Tuhanku

Aku terlalu asik dengan duniaku
Pantas bagiku menerima hukumanmu
Menjadi orang yang linglung
Buta entah kemana arah menuju.

26 November, 2017
16.04 WIB