Kamis, 07 Mei 2020

Perjalanan Pangeran

Daerah-Daerah Misterius di Pegunungan Himalaya, Salah Satunya ...
Pegunungan Himalaya
Alkisah pada ribuan tahun lampau, hidup seorang raja di bawah kaki pegunungan Himalaya, Nepal. Hari itu ia amat kegirangan, karena putranya telah lahir ke dunia. Jauh-jauh hari sebelum hari kelahiran putranya, sang raja telah memiliki ide besar untuk putranya yang kelak akan menjadi seorang Pangeran. Sang raja menginginkan ketika hidup nanti, sang anak tak akan dibiarkan merasakan penderitaan sedikitpun.

Berjalannya waktu sang anak telah tumbuh menjadi seorang Pangeran gagah. Kehidupannya penuh dengan kegelimangan harta istana, kesusahan tiada hinggap pada dirinya. Hal tersebut menjadikan dirinya sebagai seorang Pangeran yang judes. Lambat laun, beberapa hari terakhir Pangeran merasakan hidupnya begitu membosankan dan tak bernilai.

Suatu malam, ia meminta kepada salah seorang pelayan istana untuk membawanya berkeliling desa setempat. Selama menyusuri pedesaan tersebut, sang Pangeran begitu kaget melihat penderitaan warga setempat. Selama ini yang ia kenal hanya kebahagiaan istana yang begitu megah.

Sekembalinya ke istana, Pangeran merasa begitu gelisah dan menjadi banyak pikiran. Dalam keadaan seperti itu, ia menyalahkan ayahnya atas apa yang telah diperbuat kepadanya. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, sang Pangeran memiliki ide besar seperti ayahnya, namun dengan arah yang berbeda.

Ide besar itu adalah ia ingin melepaskan seluruh kemewahan istana yang ada pada dirinya dan pergi meninggalkan istana. Ia ingin merasakan penderitaan yang belum pernah ia alami. Hidup dari rasa kasihan dan tidur di emperan jalan pasar yang dekil dan bau.

Sampai suatu ketika, Pangeran merasa tak menemukan pencerahan yang ia cari dari penderitaan tersebut. Baginya, penderitaan begitu menyebalkan. Tak jauh berbeda seperti kekayaan yang tanpa tujuan. Ide besar itu rasanya sia-sia. Ia mulai memikirkan ide besar lain untuk menemukan pencerahan yang dicarinya.

Akhirnya ia memutuskan untuk mandi dan pergi ke sebuah pohon besar, yang dibawahnya ia dapat merenungkan diri. Selama 49 hari di bawah pohon itu, ia mulai menemukan pencerahan yang dicarinya. Dalam pikirnya ia merenung "Orang kaya menderita karena kekayaannya, orang miskin menderita karena ketidakpunyaannya, seorang yatim menderita karena ketiadaan orang tuanya, seorang yang cinta dunia menderita karena kenikmatan dunia."

Dari hasil renungan itu ia menyimpulkan bahwa penderitaan tak dapat dihindarkan, mulai sekarang ia akan belajar bagaimana caranya untuk tidak menolak penderitaan tersebut.

Sumber: The Subtle Art of Not Giving a Fuck (book)

Sabtu, 02 Mei 2020

Berangkat dari Ketidaktahuan


Aristoteles pernah mengemukakan pemikirannya bahwa pada dasarnya, manusia ingin tahu. Namun pemikiran Socrates bertentangan dengan pemikiran Aristoteles, ia mengatakan orang paling bijak adalah ia yang tidak tahu.

Suatu hari murid Socrates bertanya pada Oracle dari Delphi, nenek tua yang diyakini sebagai perpanjangan dewa Apollo. Murid itu bertanya "Wahai Oracle, siapakah manusia yang paling bijak di muka bumi ini?", lalu Oracle menjawab "Socrates, ia adalah manusia paling bijak di muka bumi."

Setelah mendengar jawaban dari Oracle, sang murid langsung menceritakannya kepada Socrates. ia kaget mendengar cerita tersebut. Sebagai seorang "Sophist" yang terkenal akan kebijaksanaan dan sikap skeptisnya, Socrates ingin membuktikan pernyataan Oracle kepada muridnya itu.

Maka dari itu Socrates mencari orang yang lebih "bijak" dari dirinya untuk memberikan sanggahan atas pernyataan Oracle. Setelah melalui perjalanan yang panjang, Socrates menarik kesimpulan bahwa orang yang paling bijak adalah ia yang tidak tahu.

Jika dilihat sekilas, pendapat Socrates dan Aristoteles adalah sebuah kontradiksi. Socrates mengatakan yang paling bijak adalah ia yang tidak tahu. Sedangkan Aristoteles mengatakan pada dasarnya, manusia ingin tahu.

Mungkin ada baiknya kita ambil kesimpulan, sebelum memenuhi nafsu keingintahuan seperti kata Aristoteles. Sebaiknya kesadaran Socrates yaitu merasa tidak tahu lebih didahulukan, agar kita bisa menerima pengetahuan dengan sebaik-baiknya.

Seperti kata salah satu pembicara dalam seminar sebelum memulai seminarnya mengatakan "kalian lihat gelas ini? Jika terisi air dan ditambahkan air lagi, ia akan luber. Agar terisi dengan baik, maka kosongkan dahulu gelas ini."

Pecahkan saja gelasnya, biar ramai!
Selamat Hari Pendidikan Nasional!

Sumber: Paradoks Sokratik