Senin, 05 Agustus 2019

Dunia Sophie: Para Filosof Alam

Hasil gambar untuk pra socrates
 
Sebelumnya kita sudah membahas surat orang misterius yang dikirimkan untuk Sophie mengenai “Mitos-mitos”. Kita sudah membaca mengenai bagaimana masyarakat Skandinavia memahami fenomena alam dengan mitos-mitos yang telah beredar, yaitu tentang Thor dan juga Freyja yang dianggap sebagai Dewa dan Dewi kesuburan.

Namun dari beberapa kalangan mulai mempertanyakan mengenai mitos-mitos tersebut. Yaitu para Filsuf yang bermazhab Milethus, mereka ingin penjelasan mengenai fenomena alam tidak melalui cerita-cerita khayalan, tetapi yang mereka ingin dapatkan adalah jawaban yang rasional, yang dapat diterima oleh akal sehat manusia. Maka dari itu banyak orang yang menyebutkan para filosof alam atau filosof Pra-Socrates (sebelum Socrates). 

Thales, Anaximander, Anaximenes
Pertanyaan-pertanyaan pada zaman itu seperti “Apakah zat dasar yang membentuk segala sesuatu?”, “Apakah air dapat berubah menjadi anggur?”, “Bagaimana air dapat menghidupkan seekor katak?”.

Thales adalah filsuf alam yang mengungkapkan segala sesuatu itu berasal dari air. Ia mengungkapkan  pernyataan itu ketika  air surut dari delta di sungai nil, setelah surut maka tumbuhlah pepohonan dan keluarnya cacing dari tanah. Maka sampailah pemikiran Thales bahwa air adalah zat dasar yang membentuk segala sesuatu.

Selanjutnya Anaximander, filsuf alam ini membantah pernyataan Thales bahwa air adalah sumber dari segala sesuatu. Bagi dirinya sesuatu yang telah ada berasal dari sesuatu yang tak terbatas. Air tidak memenuhi pernyataan itu karena api tidak memiliki unsur air, maka sifat air terbatas. Baginya pasti ada sesuatu zat dasar yang tak terbatas sehingga zat tersebut menjadi zat dasar untuk membentuk segala sesuatu.

Anaximenes adalah filsuf alam sekaligus murid dari Thales, tentu saja ia sudah memahami tentang pernyataan Thales bahwa segala sesuatu berasal dari air. Namun ia punya pemikirannya yang berbeda, ia tetap mengakui bahwa air adalah sumber kehidupan. Namun yang menjadi zat dasar bukanlah air, namun udara. Menurutnya Air adalah udara yang diperas maka ia akan menjadi hujan, ketika udara diperas lebih keras lagi maka akan menjadi tanah.  Udara yang dijernihkan adalah api.

Maka kesimpulan dari pernyataan Anaximenes adalah air, tanah, api adalah sumber kehidupan. Tetapi zat dasar untuk membentuk ketiga unsur itu adalah udara.

Parmenides
Orang Elea di Italia Selatan mulai tertarik untuk mencari jawaban tentang apa yang dicari oleh orang Milethus , salah satunya yang paling terkenal adalah Parmenides. Menurutnya segala sesuatu itu berubah secara terus menerus  sesuai apa yang dirasakan oleh indranya, tetapi baginya indranya itu menangkap secara tidak tepat. Maka bagi Parmenides tidak ada perubahan yang factual.

Kamu pasti pernah mendengar kalimat “Aku baru percaya kalau sudah melihatnya”. Parmenides pun tidak akan percaya walaupun sudah melihatnya. Jika disuruh memilih kepada indra atau akalnya ia harus percaya, maka ia lebih memilih untuk percaya kepada akalnya. Ia adalah orang yang rasionalis yang lebih mengutamakan akal budi daripada perasaan atau penangkapan indranya.

Heraclitus
Rekan sezamannya Heraclitus yang berasal dari Ephesus  di Asia Kecil. Baginya alam selalu berubah secara terus menerus, karena itu sifat paling mendasar dari alam. “Segala sesuatu terus mengalir” kata Heraclitus. Kita tidak akan masuk ke dalam sungai yang sama, ketika kita masuk ke dalam sungai untuk kedua kalinya, maka kita atau sungainya telah berubah.

Bagi Heraclitus, dunia itu dicirikan oleh adanya kebalikan. Ada sakit maka ada sehat, jika kita tidak mengenal kesedihan maka kita tidak akan tahu rasanya bahagia. Yang baik maupun buruk punya tempat masing-masing, tanpa pengaruh kedua hal tersebut maka dunia ini tidak akan pernah ada.

Maka dari segala perubahan yang terus terjadi pada alam, menurut Heraclitus ada satu “entitas” atau kesatuan yang menjadi sumber dari segala sesuatu, dinamakannya Tuhan atau “Logos”.

Kedua filsuf itu antara Parmenides dan Heraclitus mempunyai pendapat yang berbeda. 

Parmenides
  • Segala sesuatu tidak dapat berubah
  • Yang lebih percaya kepada akal budinya atau rasionalismenya, sedangkan
Heraclitus
  • Segala sesuatu mengalir terus atau berubah
  • Yang lebih percaya pada penangkapan indranya.
Empedocles
Ada seorang jenius yang mampu membuat kesimpulan dari kedua filsuf yang silang pendapat itu, ia adalah Empedocles dari Sicilia.

Bagi Empedocles mereka berdua betul dalam satu hal namun salah dalam penegasan yang lain. Penyebab dari pertentangan dua filsof itu adalah sama-sama mengemukakan adanya hanya satu unsur. Kesenjangan antara apa yang dikemukakan akal dan apa “yang dapat kita lihat dengan mata kita sendiri” tidak akan dapat disatukan.

Air jelas tidak dapat berubah menjadi ikan atau kupu-kupu. Air murni akan tetap menjadi air murni, maka dalam hal ini Parmenides benar, bahwa tidak ada yang berubah.

Namun kita harus tetap harus percaya dengan apa yang indra kita lihat bahwa alam itu berubah, maka ia sependapat juga dengan Heraclitus. Namun yang salah dari Heraclitus ia hanya menaruh satu unsur saja. Karena tidak mungkin air akan berubah menjadi seekor ikan.

Maka dari itu Empedocles percaya bahwa segala sesuatu yang ada di dunia terdiri dari empat unsur, yaitu: air, api, tanah, dan udara. Segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah pencampuran dari keempat unsur ini. Namun ketika sebatang bunga atau seekor binatang mati, maka keempat unsur itu tadi akan berpisah dan menyatu lagi menjadi bentuk yang lain.

Kita ibaratkan seperti lukisan, kita hanya membutuhkan warna merah, hijau, biru untuk menghasilkan warna yang lain.

Empedocles percaya bahwa ada dua kekuatan yan bekerja di alam, yaitu cinta dan perselisihan. Cinta mengikat segala sesuatu, sedangkan perselisihan memisahkannya.

Anaxagoras
Filsuf lain yang tidak setuju bahwa air adalah sumber dari segalanya ialah Anaxagoras,dan dia juga tidak setuju bahwa air, tanah, api, dan udara dapat membentuk tulang. ia adalah filsuf pertama yang terdengar dari Athena.

Menurut ia, adalah partikel-partikel kecil yang membentuk segala sesuatu, seperti ketika kita meminum susu maka terdapat partikel yamg paling kecil dari susu yang menjadi bahan dasar untuk membentuk tulang.

Sampai saat ini para filsuf sudah sampai pada adanya partikel-partikel kecil yang akan berakhir bahwa terdapat unsur paling kecil dari sebuah benda yang kita kenal sampai saat ini dan ditemukan oleh seorang filsuf. Terima kasih.

Tanpa Listrik, Bisa Apa?

Hasil gambar untuk lilin mati lampu

Aku sebelumnya pernah membayangkan, gimana ya kalau tiba-tiba listrik di negeri ini padam dalam skala nasional? Dan terjadilah pada hari ini, Minggu 04 Agustus 2019. Aku siang tadi sedang buang air besar, tiba-tiba saja lampu kedap-kedip, sempat terlintas dalam pikiran “Wah gempa nih ya?” tapi kok gak berasa pusing, lalu dalam hitungan detik lampu di kamar mandi mati. Setelah keluar lalu membuka layar handphone, otomatis jaringan Wi-Fi di rumah mati, dan ternyata jaringan seluler juga tidak ada sinyal.

Lalu kubaca saja e-book yang dikirimkan oleh temanku pada Jum’at malam, dalam membaca itu aku merasakan ketenangan yang syahdu, oh apakah ini yang dirasakan orang-orang masa lalu ketika listrik belum sampai ke rumah-rumah? Tak terasa e-book setebal 80 halaman sudah selesai terbaca. Ketika ku-cek layar handphone ternyata sinyal jaringan seluler sudah muncul namun tidak stabil, timbulah rasa penasaran ini. Cek en ricek ke media internet ternyata yang padam bukan hanya daerahku saja, bahkan se Jabodetabek, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Bahkan ada beberapa media yang menyebutkan terjadi pemadaman listrik se Pulau Jawa!

Pantas saja jaringan seluler tidak ada sinyal, matinya skala luas cuy. Dapet informasi juga kalo jaringan transportasi juga mati seperti KRL dan MRT, transportasi udara (pesawat) terganggu karena matinya radar-radar navigasi, lampu lalu lintas pun juga ikut-ikutan mati yang menimbulkan titik macet dimana-mana. Grab dan Gojek pun sama halnya, gimana mau order, wong gak ada sinyal? Kegiatan usaha yang bergantung pada listrik pun pada tutup, gimana mau jualan wong listriknya mati? Jaringan perbankan pun juga mengalami gangguan. Seperti sedang dalam keadaan dikudeta negara ini.

Gimana ya yang lagi ada acara pernikahan, pasti bingung sendiri tuh weeding organizer sama pengantin beserta keluarganya. Gimana ya event-event besar yang sedang berlangsung? Emang sih mereka punya genset, tapi pasti padamnya hari ini bakal lama karena gangguannya cukup serius.
Selama ini aku terlalu menganggap sepele soal listrik, kadang lupa matiin lampu padahal itu boros listrik. Dari fenomena hari ini, mungkin kita bisa merenungkan, apakah aku, kamu, dan kita sudah bijak dalam menggunakan listrik? Ini baru sehari aja loh listrik padam tapi dampaknya luar biasa. Bagaimana kalau nanti (jangan sampe) pasokan listrik dalam keadaan kritis yang mengakibatkan pemadaman listrik dalam tempo waktu yang lama? Listrik sudah masuk terlalu dalam ke aspek kehidupan manusia.

Sudah saatnya kita sadar dan bijak dalam menggunakan listrik, dimulai dari aku dan kamu yang akan berdampak pada kita yang menikmati keberlangsungan energi nasional. Ohiya, ada beberapa sisi positifnya juga sih dari padamnya listrik hari ini. Orang-orang di sekitar lingkungan rumahku jadi pada keluar rumahnya dan saling interaksi.  Sisi negatifnya, aku tidak jadi ke dokter gigi hari ini karena pasti alat-alatnya pake listrik!

Ternyata selama ini kita sudah terlalu dininabobokan oleh listrik bung…

Save your energy!

Tulisan ini dibuat saat listrik masih padam untuk menghilangkan kegabutan, dan akan diposting ketika listrik sudah nyala dan jaringan internet sudah stabil.