Jumat, 27 Maret 2020

Renaissance dan Humanisme: Titik Balik Benua Eropa

leonardo-da-vinci-may-have-had-a-condition-that-prevented-him-from-finishing-mona-lisa.jpg (640×480)
Lukisan Monalisa karya Leonardo Da Vinci, merupakan salah satu karya pada zaman Renaissance
Renaissance berasal dari bahasa Latin yaitu Re artinya kembali dan naitre yang berarti lahir. Apabila digabung memiliki arti terlahir kembali. Maksud dari terlahir kembali adalah kebangkitan kembali kebudayaan di Eropa yang terilhami dari kebudayaan Eropa Klasik.

Renaissance dapat dibilang sebagai jembatan antara abad pertengahan dengan zaman modern. Setelah runtuhnya Romawi Barat pada abad ke-empat yang berpusat di Italia, negeri itu mengalami kemunduran. Kota-kota dan pelabuhan sepi dari aktivitas perdagangan. Selama abad ke-delapan sampai abad ke-sebelas perdagangan di laut tengah dikuasai oleh pedagang-pedagang muslim.

Pada abad pertengahan berbagai aktivitas dan kreativitas di daratan Eropa diatur oleh gereja. Apapun yang bertentangan dengan gereja dianggap sebagai penistaan. Seperti contoh yang terjadi pada Copernicus yang memaparkan tentang teori tata suryanya menyebutkan bahwa matahari adalah pusat dari tata surya (heliosentrisme). Lalu didukung oleh Galileo-Galilei dengan penemuan teleskopnya mampu membuktikan teori tersebut. Galileo-Galileo akhirnya dihukum dengan dicongkel matanya, karena dianggap bertolak belakang dengan keimanan gereja yang menganggap bumi adalah pusat tata surya (geosentrisme)

Karena kehidupan pada abad pertengahan sangat bergantung pada doktrin gereja yang selalu dikaitkan dengan tujuan akhir yaitu dunia-sana (akhirat), maka manusia dianggap sebagai Victor Mundi (berziarah di dunia). Gerakan Renaissance dibangunkan dari tidur nyenyak doktrin gereja, karena sesungguhnya manusia ada di dunia sebagai Faber Mundi (menciptakan dunianya).

Gerakan Renaissance berawal dari kota Florence di Italia, hal ini karena kaum intelektual merasa bahwa doktrin gereja sangat mengekang kemerdakaan batin. Mereka menginginkan gerakan pembaharuan yang menginginkan kebebasan berpikir. Karena manusia sebagai Objek bukan Subjek. Antroposentrisme menjadi pandangan dengan humanisme sebagai arus utamanya.

Percik api semakin besar tatkala orang-orang Eropa terkejut dengan runtuhnya Romawi Timur (Bynzantium) atau biasa kita kenal dengan Konstatinopel pada tahun 1453 M. Akibat peristiwa tersebut orang-orang Eropa seolah dibangunkan dari tidur nyenyak doktrin gereja, Mereka sadar akan kedua hal, yaitu: dunia dan dirinya sendiri. Faktor yang menjadi percepatan Renaissance terdiri atas tiga penemuan, yaitu: senjata, percetakan dan kompas.

Dengan ditemukannya senjata, menjadi simbol runtuhnya feodal karena senjata dapat dimiliki oleh kaum proletar. Dengan mesin cetak, ilmu pengetahuan tidak lagi menjadi hal yang eksklusif milik beberapa elit saja. Dengan kompas navigasi mampu membantu berlayar, sehingga orang-orang Eropa mampu memperluas wawasannya sampai ke dunia timur sekalipun.

Ahli waris dari Renaissance adalah Humanisme, yang menekankan bahwa nilai dan martabat manusia di atas segala-galanya. Beberapa tema dari Humanisme adalah freedom, naturalisme dan penganggungan terhadap sains. Dengan ketiga tema tersebut orang-orang Eropa merasa terbebaskan dari doktrin agama dan tradisi. Penekanan yang lebih dalam adalah pengetahuan yang hakiki bukan didapat dari pewarisan, melainkan dari penelitian dan penemuan. Kesadaran yang muncul bukan lagi "aku adalah manusia" melainkan "kita adalah manusia".

Salah satu tokoh yang berada zaman itu adalah Isaac Newton yang menjelaskan secara rasional dengan fisikanya bahwa alam semesta bekerja secara mekanistik seperti arloji dan akal budi manusia dapat menyingkap hukum-hukum yang bekerja dibelakangnya. Tokoh lainnya seperti, Immanuel Kant, John Locke, Rene Descartes, Copernicus, Galileo-Galilei, dll.

Sekiranya Humanisme yang menjadi ahli waris dari Renaissance merupakan suatu upaya intelektual yang gigih memaknai kemanusiaan dan keterlibatan manusia di dalam dunianya. Upaya ini dilakukan dengan menggali tradisi kultural untuk mengimbangi obsesi pada aspek adikodrati yang didoktrin oleh gereja.

Sumber: Renaissance dan Humanisme sebagai Jembatan Lahirnya Filsafat Modern, Saifullah, 2014 (Jurnal Ushuluddin)

0 komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah, sebelum komentar itu dilarang