Kamis, 07 Februari 2019

Memahami Makna Hidup sebagai Alasan untuk Tetap Hidup.


Viktor Emil Frankl adalah seorang psikoterapis dari Wina yang juga korban dari Holocaust. Ia mendirikan aliran Logoterapi yang biasa disebut mazhab ketiga psikoterapi dari Wina. Dirinya merasakan betapa mengerikannya keadaan kamp konsentrasi dibawah pengawasan serdadu Nazi. Dalam penderitaannya di dalam kamp konsentrasi, Viktor E. Frankl banyak melihat keadaan psikologi para tahanan yang kehidupan sehari-harinya penuh penyiksaan dan penindasan. Di dalam kamp Viktor menyadari bahwa manusia terdiri dari dua jenis, yaitu : ras baik dan ras buruk.

Dalam bukunya yang berjudul "Optimisme di Tengah Tragedi" yang terdiri dari tiga bagian, yaitu : bagian (1) menceritakan pengakuan dirinya selama berada di kamp konsentrasi Auschwitz, Bavaria, dan Dachau. Bagian (2) menguraikan apa itu Logoterapi dan di bagian (3) merupakan catatan tambahan dari edisi sebelumnya.

Menurut gue yang sebagai orang awam dalam bidang psikoterapi, psikologi atau apapun sebutannya, cukup bagus dibaca untuk kalian yang sedang dilanda galau, penderitaan yang berkepanjangan, dan lain-lain. Karena di buku ini diceritakan bahwa dalam kondisi penderitaan yang paling dalam pun, seorang manusia mampu menemukan makna hidupnya dan memiliki alasan untuk hidup. Itulah yang mendasari berdirinya aliran Logoterapi, yang berasal dari kata "logos" memiliki arti makna.

Bahwa setelah gue baca buku ini, gue menjadi paham bahwa harapan-harapan yang gagal terjadi dapat menyebabkan hal yang fatal, seperti contoh yang gue ambil dari buku, ada seorang tahanan yang berharap pada natal tahun itu akan ada kabar bahwa peperangan akan segera berakhir dan mereka dapat bebas. Berjalannya waktu, mendekati hari natal tidak terdengar kabar baik kalau peperangan akan segera usai, tahanan tersebut kondisi kesehatannya semakin menurun, dan sampai hari natal tidak ada kabar tentang perdamaian, kondisi tahanan tersebut sudah dalam keadaan koma. Dan sehari setelah natal tahanan tersebut meninggal. Dari cerita tersebut gue ambil kesimpulan bahwa mereka yang hanya memiliki harapan belum pasti, akan hancur oleh harapannya sendiri.

Lalu, bagaimana dengan mereka yang mampu bertahan hingga akhirnya bebas? Mereka adalah yang tidak berpangku pada harapan, tetapi merekalah yang mencari makna dari penderitaannya tersebut. Menurut buku ini ada tiga cara untuk mencari makna hidup, yaitu: (1) dengan perbuatan, (2) mengalami sesuatu, (3) menyikapi penderitaan yang tidak dapat dihindari. Maksud dari yang pertama adalah, seperti contoh melakukan tugas yang diperintahkan oleh atasan, yang kedua adalah mengalami sesuatu seperti melalui kebaikan, keindahan, mengenal manusia lain dengan mencintainya. Dan yang ketiga adalah menyikapi penderitaan yang tak dapat kita hindari, seperti contoh, seseorang yang dari kecilnya sudah tuna netra, dirinya akan menemukan makna hidup dibalik penderitaannya itu. Dibalik penderitaannya itu ia dapat lebih memaknai hidup dan lebih bertanggung jawab. Namun, bukan berarti untuk menemukan makna hidup kita harus menderita. Penderitaan tersebut hanya salah satu cara dan apabila penderitaan tersebut dapat dihindari, maka lebih baik untuk menhindari penderitaan tersebut.

Diceritakan juga di buku ini bagaimana para tahanan yang akan masuk ke dalam kamp konsentransi akan mengalami tiga fase psikologi, yaitu: pada fase pertama, para tahanan akan merasakan shock, karena disana mereka akan melihat penyiksaan dan pembunuhan secara kejam dengan mata kepalanya sendiri. Hal tersebut tentunya tidak normal di dalam kehidupan yang normal. Fase kedua adalah menjadi apatis, hal ini disebabkan karena sudah terbiasa melihat kejadian mengerikan tersebut di dalam kamp, mereka akan menjadi apatis dan biasa-biasa saja melihat penyiksaan seperti itu. Karena tujuan utama mereka sekarang adalah bagaimana mereka dapat bertahan hidup. Dan fase ketiga, keadaan psikologi para tahanan setelah keluar dari kamp. Mereka yang berharap selama penahanan untuk keluar dan mengharapkan orang-orang yang mereka cintai masih hidup dan dapat memulai hidup seperti sebelumnya akan merasakan penderitaan yang mungkin lebih dalam setelah mereka kembali kerumahnya dan mengetahui kabar bahwa orang-orang yang mereka cintai telah lenyap di kamar-kamar gas ataupun tempat pembakaran.

Jadi, kesimpulan singkat yang gue ambil dari buku ini adalah mari pahami makna hidup ini, jangan bertanya pada kehidupan apa makna hidup ini, karena kehidupan yang akan bertanya pada kita, untuk apa kau hidup. Maka kebahagiaan akan menghampiri kita. Karena ketika kebahagiaan menjadi tujuan, ia akan lenyap. Karena kebahagiaan hadir atas dedikasi yang bermakna dari seseorang kepada orang lain. Kebahagiaan adalah hasil dari dedikasi tersebut.

Ada satu kutipan dari filsuf Jerman yang gue suka dari buku ini, yaitu:
"He who has a why to live for can bear almost any how." - Nietzsche

Selasa, 15 Januari 2019

,

Hari Spesialmu

Banyak hal - hal yang tak bisa dituliskan ketika kita dalam satu perasaan yang sama. Aku merasa apa yang telah kita lakukan bersama adalah sebuah memori indah tuk diingat. Walaupun pertemuan kita tidak terlalu sering dikarenakan hubungan yang dipisahkan oleh jarak, namun setiap pertemuan itu selalu menghadirkan kegembiraan yang luar biasa bagiku. Setelah melewati waktu - waktu yang telah terlewat, akhirnya ada hal yang tak bisa dipertahankan. Ku hargai keputusanmu, karena memaksakan jauh lebih menyakitkan daripada mengatakan apa adanya. Kau punya hak untuk bahagia dan menentukan pilihan, jugapun aku.

Terima kasih atas semua semangat, kebahagiaan, dan kekuatan yang telah kau berikan kepadaku selama ini. Memang berat menerima semua kenyataan ini, namun aku harus bisa karena ada hal yang harus aku tetap tempuh dalam hidup ini. Semoga kita sama-sama belajar untuk lebih dewasa dalam menghadapi kenyataan. Aku tetap ingin mengenalmu, walaupun dalam kondisi yang berbeda.

Ohiya, hari ini kamu bertambah umur. Panjang umur untukmu dan semoga segala impianmu dapat tercapai dan dipermudah ya. Sehat - sehat terus biar senyum khasmu itu ngga pudar. Selamat ulang tahun, bin :)

Rawamangun, 15 Januari 2019

Akbar