Minggu, 05 Januari 2020

Memusingkan Banyak Hal

Hasil gambar untuk pusing
Sumber gambar : halodoc
Masalah hidup saat ini tidak jauh-jauh dari ketidakpercayaan diri atau bahasa gaulnya insecure. Media sosial seakan-akan menjadi sumber penyakit baru bagi kita saat ini, dimana mungkin teman-teman kita memperlihatkan bahwa mereka telah lulus dengan nilai yang menggembirakan ataupun mereka memperlihatkan sedang pergi ke luar negeri untuk mengikuti suatu lomba dan juara! Lalu kita membandingkannya dengan diri kita, "Ah apa yang sedang aku lakukan sekarang? hanya rebahan dan menonton gosip saja!".

Lingkaran setan ini secara sadar atau tak sadar sudah sering kita alami sepertinya, mungkin kita pernah melakukan kesalahan dalam suatu hal, lalu mengutuk diri sendiri atas kesalahan tersebut dengan umpatan "Ah bodoh sekali aku ini, kenapa bisa salah?" dan dalam beberapa menit kemudian akan semakin paradoks dimana kita akan menyalahi kembali sikap kita "Ya Tuhan, hamba telah menyalahkan diri sendiri, hamba seorang pengecut" dan akan semakin dalam lagi dalam menyalahkan diri sendiri.

Media sosial semakin menyuburkan lingkaran setan itu. Kita akan semakin merendahkan diri sendiri dan semakin menyalahkan diri sendiri. Mungkin jika kita tarik undur waktu ke masa lampau, pada zaman kakek nenek kita. Ketika mereka melihat betapa majunya orang - orang di kota, mungkin mereka akan berpikiran "Hari ini bodoh sekali aku telat bangun pagi untuk pergi ke sawah, ah tapi sudahlah besok aku harus bangun lebih pagi dan hari ini memaksimalkan waktu yang ada untuk bertani"

Generasi kakek nenek kita tidak terlalu ambil pusing dengan permasalahan yang ada, intinya bagi mereka adalah kesalahan hari ini harus diperbaiki di hari esok, titik. Lalu bagaimana dengan generasi kita hari ini? Terlalu memusingkan banyak hal, yang sebetulnya tidak perlu dipusingkan. Seperti "ah hari ini gabisa dapet promo di shoppe".

Pekerjaan rumah bagi kita ke depan adalah, bagaimana caranya kita tidak terlalu memusingkan banyak hal. Karena terlalu memusingkan banyak hal akan menghabiskan energi kita untuk menghadapi masalah yang utama dalam kehidupan.

Sekian, Wassalam.

Senin, 09 Desember 2019

Lembaga Budi, Suatu Jalan

Lembaga budi, lembaga sendiri di dalam KBBI memiliki arti: asal mula (yang akan menjadi sesuatu). Sedangkan budi berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhi yang memiliki makna tentang akal manusia yang dijalankan dengan kesadaran. Dapat disimpulkan lembaga budi adalah asal mula yang berasal dari akal manusia dan menjadikannya sesuatu.

Buya Hamka adalah salah satu ulama besar Indonesia, dalam perjalanan hidupnya beliau sudah melahirkan buku - buku yang berkaitan dengan agama, budaya, dan hasil pemikirannya. Salah satu bukunya adalah lembaga budi. Tidak diragukan lagi Buya Hamka memiliki budi pekerti yang baik semasa hidupnya. Bahkan pada lawan - lawan politiknya pun ia tak segan untuk memaafkan dan beliau tidak kaku dalam beragama.

Beliau menjelaskan bahwa hidup bermula dari idealis seseorang, yaitu akalnya sendiri yang akan membentuk kepribadiannya. Kelestarian dan kepunahan umat manusia itu tergantung dari akhlaknya, karena ia sebagai tembok perbuatan manusia untuk memenuhi nafsunya. Maka jangan heran ketika suatu negara hancur bisa diakibatkan karena akhlak atau budi pekertinya masyarakatnya yang telah hancur.

"Tegak rumah karena sendi, runtuh sendi rumah binasa. Sendi bangsa adalah budi, runtuh budi bangsa binasa."

Pohon Diri

Pohon Diri

Aku namakan pohon diri, kenapa? Karena manusia itu layaknya pohon, daun dan pepohonan (tubuh) itu dipengaruhi oleh akarnya (akhlak / budi), akan kering dan layu apabila akarnya telah digerogoti hama (sifat buruk). Maka untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi ke depannya, kita harus membasmi hama-hama tersebut agar tubuh dan pikiran kita menjadi basah dan subur sehingga memberikan manfaat bagi semesta alam.

Mengetahui Kekurangan Diri

Kekurangan diri rasanya akan ada pada setiap manusia, tapi yang jadi permasalahannya adalah lebih sulit mengetahui kekurangan diri sendiri daripada mengetahui kekurangan orang lain. Karena terkadang kita lebih suka menyalahkan orang lain daripada berkaca diri.

Terkadang musuh atau orang yang tidak menyukai diri kita dapat dijadikan satu alat untuk mengetahui kekurangan kita. Karena ia akan dengan bangganya menjelaskan apa kekuranganmu selama ini, tapi dengan syarat jangan sensitif mendengarnya! bisa - bisa jadi emosi.

Terakhir ada salah satu kutipan tentang seberapa keras kita berjuang dalam kehidupan ini, tetap ridho-Nya adalah segalanya.


"Di dalam menempuh perjalanan hidup, janganlah mencoba menjaga jarak dari tuhan. Sebab kendali yang sebenarnya berada di tangan-Nya. Berapapun kita memegang kemudi bahtera menuju pelabuhan yang dicita - citakan. Namun yang menentukan arah anginya adalah Dia. Sebelum sampai ke tempat perhentian, jangan lekas puas dan gembira jika nasib selamat tetapi bersyukurlah! Dan jika angin ribut mengguncang bahtera sehingga seakan - akan tiang akan patah, janganlah terguncang jiwamu, sebab setelah angin ribut itu alam akan terang kembali. Sebab hendaklah bersabar. Imbangkan antara syukur dan sabar. Perhitungan laba dan rugi bukanlah di tengah pelayaran, tetapi di tempat perhentian terakhir."